Monitorday.com – Guru Besar Hukum Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie, mengimbau agar fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai salam lintas agama ditanggapi dengan bijak tanpa menimbulkan polemik berkepanjangan.
“Fatwa adalah produk pemikiran hukum Islam yang pasti akan diinterpretasikan secara berbeda. Publik harus bijak dan tidak saling mengklaim kebenaran mutlak atau menghujat pendapat hukum tertentu,” kata Tholabi dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu (1/6).
Sebagai Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Jakarta, Tholabi menekankan bahwa fatwa bersifat relatif dan tidak mengikat, kecuali bagi pemohon fatwa atau mustafti.
Menurutnya, polemik terkait fatwa MUI muncul karena adanya percampuran antara forum internal dan eksternal dalam merespons fatwa tersebut.
“Masalah muncul karena fatwa dibahas di forum eksternal atau ruang publik, padahal seharusnya hanya dibahas di forum internal,” ujarnya.
Tholabi menambahkan bahwa ada kalanya kaidah agama dapat diakomodasi dalam kaidah hukum, tetapi fatwa MUI ini termasuk dalam kategori yang tidak bisa diakomodasi oleh kaidah hukum.
Tholabi menekankan pentingnya pemilahan antara forum internal dan eksternal. Dalam forum internal, negara menjamin ekspresi agama dan keyakinan setiap umat beragama, sedangkan dalam forum eksternal, negara bertanggung jawab membangun harmoni antarumat beragama.
Ia juga menyatakan bahwa salam lintas agama harus ditempatkan pada porsi yang tepat.
“Tidak lazim salam lintas agama dilakukan dalam forum internal umat Islam, seperti khotbah Jumat atau pengajian. Namun, dalam forum publik, seperti yang diselenggarakan oleh lembaga pemerintah atau acara resmi lintas agama, itu menjadi bagian dari upaya membangun harmoni antarumat beragama,” tutur Tholabi.