Connect with us

Review

Khutbah Jumat di PBB New York

Ayu Ashari

Published

on

Salah satu jadwal khutbah rutin bulanan saya di kota New York adalah khutbah Jumat ke 4 di kantor pusat PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) New York. Jadwal yang saya anggap Kehormatan ini telah saya mulai sejak tahun 1998 yang lalu. Ketika itu saya diminta menjadi khatib di PBB melalui Duta Besar (Wakil Tetap) RI untuk PBB, Bapak Makarim Wibisono. Saat itu saya masih bekerja sebagai staf lokal di Perwakilan Tetap RI untuk PBB New York.

Jumatan PBB diikuti oleh selain staf kantor pusat PBB, juga para diplomat Muslim dari negara-negara Islam maupun non Islam. Ada sekitar 300-an yang hadir di saat Sholat Jumat itu. Para Khatib juga beragam latar belakang. Ada dari Timur Tengah, Afrika, Asia Selatan, dan saya sendiri berlatar belakang Asia, kebetulan dari Indonesia.

Khutbah Jum’at kemarin, 27 Oktober, menjadi terasa sangat berbeda. Ada perasaan sedih, marah, tapi penuh harap. Tapi juga dibayang-bayangi perasaan khawatir, bahkan rasa ketidak berdayaan. Sehingga beberapa poin dari konten khutbah yang biasanya saya siapkan menjadi kurang terarah dan kurang sistimatis.

Jumatan kemarin juga bersamaan dengan pertemuan darurat Majlis Umum PBB membahas tentang krisis kemanusiaan di Gaza. Isu ini dalam beberapa hari sebelumnya telah dibahas di Dewan Keamanan PBB. Namun dalam tiga kali perdebatan resolusi gagal diadopsi karena Amerika dan Rusia sebagai anggota tetap DK-PBB saling men-veto.

Khutbah yang biasany 25 menit saya persingkat menjadi hanya 20 menit. Maklum ada beberapa Dube Besar yang hadir di jumatan itu. Mereka pastinya punya waktu yang singkat dan segera kembali ke acara perdebatan Majlis Umum PBB.

Dalam khutbah saya sampaikan beberapa poin. Mungkin tidak berlebihan jika khutbah ini saya anggap sebagai pesan dan nasehat kepada umat, khususnya kalangan diplomat dan pejabat UN yang hadir. Di antara yang hadir ada Dubes Saudi, Nigeria, Malaysia, dan beberapa lainnya.

Satu, saya mengajak semuanya untuk merenung sejenak dan mencoba membangun rasa simpati atas apa yang menimpa saudara-saudara kita di Gaza pada menit itu. Kebetulan saat-saat itulah terjadi pemboman besar-benaran secara membabi buta oleh Israel di Gaza (27 Oktober malam waktu Gaza).

Dua, saya sampaikan bahwa jika anda masih merasakan kepedihan atas kepedihan dan penderitaan saudara-saudara kita di Gaza maka syukuri karena itu adalah pertanda iman. Umat ini adalah satu umat dan “bagaikan satu tubuh. Ketika ada bagian tubuh yang sakit maka semua anggota tubuh akan merasakan kepedihan itu”.’

Tiga, saya menyampaikan bahwa tragedi yang menimpa saudara-saudara kita di Palestina, khususnya Gaza adalah tragedi kemanusiaan yang paling tragis di abad 21. Abad yang diakui sebagai abad modern yang beradab (civilized).

Empat, jika saja kita punya secuil keimanan dan rasa kemanusiaan (sense of humanity) maka di hadapan umat ini tak ada pilihan lain kecuali “wajib mendukung” perjuangan Saudara-Saudara kita di Palestina.

Lima, dukungan kita bukan berdasarkan emosi atau sentimen buta. Tapi terbangun di atas fondasi moral (moral ground), baik secara agama maupun secara hukum internasional.

Enam, kita mendukung karena baik secara agama maupun berdasarkan deklarasi Universal HAM (Universal declaration of human rights) menjamin proteksi kehidupan manusia (protection of humans life). Dalam agama kita kenal “membunuh satu jiwa bagaikan membunuh seluruh manusia”.

Tujuh, dukungan kita juga berdasarkan kepada kesepakatan Universal HAM maupun agama bahwa setiap manusia memilki hak kemuliaan (human dignity). Al-Qur’an menggariskan: “sungguh Kami (Allah) telah muliakan anak cucu Adam”.

Delapan, kita mendukung perjuangan bangsa Palestina juga karena baik pada pertimbangan HAM Universal maupun ajaran agama hak setiap orang dan semua bangsa untuk merdeka dijamin. Secara agama kita yakini bahwa makna paling esensial dari laa ilaah illa Allah adalah kemerdekaan.

Sembilan, dukungan kita juga didorong oleh hak keadilan yang dijamin baik oleh HAM Universal maupun ajaran agama. Keadilan dalam Islam itu seolah hak Allah. Sehingga sifat keadilan Allah disebut dengan “al-adlu” (keadilan).

Sepuluh, dukungan kita untuk bangsa Palestina juga karena didorong oleh rasa solidaritas yang tinggi. Bagi umat Islam, solidaritas ini menjadi penting. Kerena selain didorong oleh solidaritas kemanusiaan, juga terbangun di atas dasar ukhuwah islamiyah.

Empat pesan penting

Saya mengakhiri khutbah saya dengan empat hal:

Satu, selain peperangan fisik yang sedang terjadi di Gaza, ada peperangan yang lebih luas lagi dan kejam. Itulah perang opini dan persepsi. Di sini media memilki kekuasaan yang luar biasa. Media bisa menghitamkan yang putih dan memutihkan yang hitam. Orang baik menjadi jahat. Orang jahat seolah menjadi baik.

Dua, dunia internasional sedang mempertontonkan kemunafikan secara terbuka dan tanpa malu-malu. Mereka mengkampanyekan keadilan, kesetaraan dan penghormatan kepada HAM. Tapi ketika semua itu harusnya diberikan kepada Saudara-Saudara kita bangsa Palestina, ternyata hanya menjadi slogan yang tidal bermakna.

Tiga, dengan tragedi pembantaian Saudara-Saudara kita di Gaza saat ini banyak hal yang terekspos dengan cara Allah. Salah satunya adalah pemboman dan penghancuran gereja di Gaza. Allah membuka realita kebohongan yang selama ini dibangun tentang umat ini yang dituduh tidak toleran dan anti non Muslim. Kenyataannya berabad-abad Saudara-Saudara Muslim kita di Gaza hidup berdampingan dengan umat Kristiani. Dan gereja mereka selama ini terjaga hingga dihancurkannya oleh Israel.

Empat, tragedi kemanusiaan yang menimpa Saudara-Saudara kita di Palestina saat ini harusnya dapat dijadikan sebagai “kalimah sawaa” atau common ground (pijakan bersama) untuk membangun kesatuan dan kebersmaaan umat. Dan tidak kalah pentingnya urgensi bagi bangsa Palestina sendiri untuk membangun persatuan di tengah perbedaan-perbedaan yang ada di antara mereka.

Itulah beberapa hal yang saya sampaikan di khutbah Jumat kemarin di PBB. Setelah selesai Jumatan saya bersalaman dengan Duta Besar Saudi Arabia dan beberapa yang lain. Saya menyampaikan seperti yang juga saya singgung dalam khutbah saya: “we must do all we can do to help”.

Saya juga menyampaikan doa dan harapan kepada mereka: “Allahu yuqawwikum wa yuwaffiqukum ilaa kulli khaer wa solaah”.’

New York City, 28 Oktober 2023

*Catatan khutbah Imam Shamsi Ali di kota New York.

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *