News
Y-Publica: Elektabilitas Gerindra Tertinggi, Salip PDIP
Published
12 months agoon
Monitorday.com – Elektabilitas Gerindra mengalami peningkatan signifikan sepanjang tahun 2023, hingga berpeluang menggeser dominasi PDIP. Temuan survei Y-Publica menunjukkan elektabilitas Gerindra mencapai 18,6 persen, terpaut tipis dari PDIP yang kini sebesar 18,3 persen.
Kekuatan PDIP sempat anjlok pada survei bulan April setelah heboh penolakan kehadiran timnas Israel pada Piala Dunia U20, di mana Indonesia rencananya menjadi tuan rumah. Namun perlahan elektabilitas PDIP kembali menguat, tetapi tidak cukup untuk menghadapi lonjakan Gerindra.
Alhasil, Gerindra pun menyalip dan kemungkinan keluar menjadi pemenang pada Pemilu 2024 mendatang. Jika elektabilitas Gerindra terus meningkat, peluang PDIP untuk mencetak hattrick atau menang pemilu tiga kali berturut-turut bisa jadi bakal kandas.
“Elektabilitas Gerindra terus melejit hingga menyalip PDIP yang sebelumnya selalu menempati posisi unggul,” kata Direktur Eksekutif Y-Publica Rudi Hartono dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu (02/12).
Menurut Rudi, melesatnya elektabilitas Gerindra ditunjang oleh tingginya dukungan publik terhadap Prabowo dalam ajang Pilpres. “Gerindra paling menikmati coattail effect mengingat asosasi yang kuat terhadap Prabowo sebagai figur ketua umum partai,” tandas Rudi.
Sebagai catatan, Gerindra dibentuk sebagai kendaraan politik Prabowo setelah kalah pada konvensi capres Golkar pada 2004 silam. Gerindra memulai debut pertama pada Pemilu 2009 di mana Prabowo maju sebagai cawapres mendampingi Megawati yang merupakan capres dari PDIP.
Koalisi antara PDIP dan Gerindra berlanjut pada Pilkada DKI Jakarta 2012 yang melesatkan Jokowi ke pentas nasional. Namun perpecahan terjadi hingga PDIP dan Gerindra berhadap-hadapan selama dua kali pemilu, memunculkan pertentangan keras antara pendukung Jokowi dan Prabowo.
Polarisasi itu mulai mencair setelah Jokowi menawarkan rekonsiliasi dan menggandeng Prabowo masuk ke dalam pemerintahan usai Pemilu 2019 lalu. “Dari rival selama dua kali pemilu, Prabowo berkembang menjadi sekutu kuat Jokowi pada perhelatan Pemilu 2024 saat ini,” tegas Rudi.
“Korelasi antara Pilpres dengan Pileg dibuktikan dengan kenaikan suara dan perolehan kursi Gerindra setelah dua kali pemilu, bahkan kini berpeluang kuat merebut peringkat pertama atau mengalahkan PDIP,” jelas Rudi.
Sebaliknya PDIP yang sempat anjlok kini tampak mati-matian berusaha mempertahankan diri supaya tidak kembali melorot. “Strategi kubu PDIP yang mengusung pencapresan Ganjar untuk menyerang Jokowi merupakan bagian dari upaya mengkonsolidasikan internal partai,” terang Rudi.
“Lebih-lebih dengan masuknya putera sulung Jokowi yang kini menjabat walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres Prabowo, berpotensi menggerus kekuatan inti PDIP di Jawa Tengah yang selama ini digadang-gadang sebagai kandang banteng,” lanjut Rudi.
Dinamika dalam dua setengah bulan masa kampanye sampai pada hari pencoblosan akan sangat menentukan apakah persaingan kedua partai yang sama-sama anggota koalisi pemerintah itu akan berujung pada perubahan peta pemenang pemilu atau PDIP mampu kembali rebound.
Peringkat ketiga masih diduduki Golkar dengan elektabilitas 9,1 persen, disusul Demokrat yang cenderung melorot dan kini sebesar 8,1 persen. “Posisi Demokrat sebagai oposisi terus melemah, bertambah dengan gagalnya Agus Harimurti Yudhoyono merebut tiket cawapres,” ujar Rudi.
Demokrat terpental dari Koalisi Perubahan yang mengusung pencapresan Anies Baswedan, setelah kubu Muhaimin Iskandar masuk dan dideklarasikan sebagai cawapres. “PKB bertahan pada posisi lima besar dengan elektabilitas sedikit terkoreksi menjadi 6,6 persen,” Rudi menjelaskan.
Berikutnya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang naik elektabilitasnya menjadi 6,4 persen, disusul PKS (4,3 persen), PAN (2,7 persen), Nasdem (2,5 persen), dan PPP (2,4 persen). “PSI berpeluang lolos ke Senayan, lebih-lebih setelah Kaesang Pangarep menjabat ketua umum,” pungkas Rudi.
Setelah itu ada Perindo (1,4 persen), Gelora (1,2 persen), dan PBB (1,0 persen), diikuti oleh Ummat (0,4 persen), Garuda (0,2 persen), dan Hanura (0,1 persen). PKN dan Buruh nihil dukungan, sedangkan sisanya menyatakan tidak tahu/tidak jawab sebanyak 16,7 persen.
Survei Y-Publica dilakukan pada 15-22 November 2023 kepada 1200 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Data diambil melalui wawancara tatap muka terhadap responden yang dipilih secara multistage random sampling. Margin of error ±2,89 persen, tingkat kepercayaan 95 persen.