Monitorday.com – Pendukung Prabowo-Gibran sekaligus Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, mengungkap Ketum Golkar Airlangga Hartarto mengancam bakal mundur dari Koalisi Indonesia Maju apabila Erick Thohir diusung jadi cawapres.
Ini dilakukan Airlangga saat parpol koalisi pengusung capres Prabowo Subianto itu melakukan voting cawapres pasca-putusan Mahkamah Konstitusi.
Airlangga yang juga Menko Perekonomian ini ingin putra Jokowi, Gibran Rakabuming, maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo. Meski menurut Bahlil, Jokowi justru mendukung Erick Thohir [Menteri BUMN] sebagai cawapres Prabowo.
“Jadi awalnya Pak Presiden Jokowi itu mendukung Pak Erick. Pak Prabowo menjawab, “Pak, Gibran”. Kemudian di dalam rapat koalisi, dan rapat koalisi itu voting tertutup. Di mana voting tertutup satu partai koalisi itu berhak menyampaikan 3 nama,” kata Bahlil.
“Di dalam tiga nama itu, suara paling banyak itu Mas Gibran, 7. Ibu Khofifah 4, Bang Erick 1, Pak Airlangga 1, kalau tidak salah Bang Yusril juga 1. Nah, kemudian Pak Airlangga menyampaikan kalau Pak Erick yang jadi wakil, Golkar keluar dari koalisi,” imbuh Bahlil.
Bahlil melanjutkan, Jokowi sempat meminta Koalisi Indonesia Maju mempertimbangkan lagi Erick Thohir jadi cawapres. Seiring permintaan ini dan Airlangga yang menolak, Bahlil mengatakan koalisi bahkan sampai ‘bergoyang’.
“Nah, kemudian waktu itu Pak Presiden meminta, coba tolong lagi pertimbangkan Pak Erick, gitu lho ceritanya. Kemudian, berangkatlah [Jokowi melawat] ke China dan ke Arab, saya yang tinggal waktu itu,” paparnya.
“Ini saya saksi hidup ini. Saya tinggal untuk memantapkan investasi gitu lho. Waktu rapat malam itu, gonjang-ganjing, gonjang-ganjing, itu Pak Airlangga masih ngotot,” ujar dia.
Bahlil lalu mengatakan Airlangga tegas dengan pilihannya sehingga akhirnya Gibran diusung sebagai wakil Prabowo.
“(Setelah putusan MK) Malam itu gonjang-ganjing, gonjang-ganjing, Pak Airlangga mengatakan kalau Pak Erick [dipilih], Golkar akan berpotensi untuk tidak berkoalisi dengan Pak Prabowo. Artinya dari semua cawapres yang ada itu, semua partai itu kalau Pak Gibran, tidak ada partai yang menolak. Semuanya setuju,” ujarnya.
“Tapi kalau selain dari Mas Gibran, itu pasti ada partai yang mendukung dan menolak. Dengan kata lain, Mas Gibran sebagai cawapres di Koalisi Indonesia Maju ini sebagai perangkat untuk semua partai,” ungkap Bahlil.
“Nggak ada resistensi. Jadi sebenarnya yang meminta menjadi cawapres itu bukan Mas Gibran, bukan pula orang tuanya,” pungkas Bahlil.