Menurut Menkeu, APBN memberikan dukungan yang sangat kuat terhadap belanja negara, bahkan realisasinya melebihi 100 persen. Karena pendapatan negara tumbuh baik, penerimaan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) meningkat signifikan, sehingga pemerintah berhasil mengurangi defisit APBN tahun 2023.
Menkeu mencatat bahwa APBN telah menyelesaikan perjalanannya pasca-pandemi dengan baik, menunjukkan bahwa pemerintah berhasil mengatasi pandemi dan mendukung pemulihan ekonomi. Saat ini, ekonomi telah pulih, masyarakat semakin kuat, dan APBN juga semakin kokoh. Menurutnya, kondisi ini memberikan modal positif bagi Indonesia menghadapi tahun 2024 dan masa mendatang.
“Dalam satu kata, APBN kita sudah ‘ahead of the curve’. Pencapaian kita jauh lebih cepat dari yang kita perkirakan atau kita desain. Bahkan semenjak tahun 2022, 2023 ini. Jadi APBN dua tahun berturut-turut sudah ‘ahead of the curve’, mampu untuk menyehatkan dirinya, namun bisa pada saat yang bersamaan, menyehatkan ekonomi dan melindungi masyarakat,” ujar Menkeu.
Menurut penjelasannya, pendapatan negara mencapai Rp2.774,3 triliun (112,6 persen dari APBN 2023 atau 105,2 persen dari Perpres 75/2023), tumbuh 5,3 persen dibandingkan dengan tahun 2022. Realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp2.155,4 triliun, melampaui target APBN 2023 (106,6 persen terhadap APBN atau 101,7 persen terhadap Perpres 75/2023), dengan pertumbuhan sebesar 5,9 persen dari tahun sebelumnya.
Penerimaan pajak didukung oleh realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp1.869,2 triliun, melampaui target APBN 2023 (108,8 persen terhadap APBN atau 102,8 persen terhadap Perpres 75/2023). Sementara itu, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp286,2 triliun (94,4 persen dari APBN 2023 atau 95,4 persen dari Perpres 75/2023).
PNBP mencapai Rp605,9 triliun (137,3 persen dari APBN 2023 atau 117,5 persen dari Perpres 75/2023), tumbuh 1,7 persen dibandingkan dengan realisasi tahun 2022. Peningkatan ini dipengaruhi oleh kenaikan Pendapatan Kekayaan Negara yang Dipisahkan, yang berasal dari dividen BUMN dan penerimaan SDA Non Migas, meskipun Pendapatan SDA Migas mengalami kontraksi akibat moderasi harga komoditas, terutama minyak bumi.
Menkeu menekankan bahwa pencapaian ini merupakan hasil dari pertumbuhan yang luar biasa dalam penerimaan pajak, dari Rp1.072 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp1.869 triliun saat ini. Pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya, yaitu 2021 dan 2022, mencapai lebih dari 3 persen, sehingga pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 8,9 persen pada tahun ini dianggap sebagai pencapaian luar biasa. “Ini adalah sebuah upaya yang luar biasa dari teman-teman Pajak kita,” ujar Menkeu.