Pencatutan data pribadi untuk melakukan pinjaman online (pinjol) tanpa seizin pemiliknya menjadi modus umum yang semakin meresahkan. Fenomena ini menjadi sorotan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang menyoroti dimulainya modus ini dari kebocoran data pribadi.
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, menjelaskan bahwa korban modus ini akan mendapati tagihan atas namanya tanpa pernah mendaftar pinjol. Debt collector kemudian menghubungi korban, meskipun korban tidak pernah melakukan pendaftaran pinjol.
Bagi yang terkena modus ini, Kiki (panggilan akrab Friderica) mengimbau untuk segera melaporkannya ke penyelenggara pinjol terkait dan melaporkan ke OJK.
“Kalau merasa tidak mengajukan, jangan dipakai (uangnya). Jangan berkomunikasi dengan debt collector,” ujar Kiki dalam Konferensi Pers RDK OJK pada akhir 2023.
OJK mengklaim bahwa jika laporan terbukti, perusahaan terkait akan ditindak oleh Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) dengan pemblokiran pada aplikasi rekening, nomor handphone oknum terkait, dan website perusahaan pinjol ilegal.
OJK bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dan penyelenggara saluran elektronik seperti Google dan Meta dalam menangani masalah ini. Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, menjelaskan bahwa pihaknya telah mewajibkan penyelenggara P2P lending untuk melakukan verifikasi keaslian identitas pelamar pinjaman sesuai aturan POJK nomor 10 tahun 2022.
Saat ini, penyelenggara P2P lending telah menerapkan Know Your Customer (KYC) dengan teknologi yang moderat, termasuk meminta selfie (swafoto) hidup sebagai bentuk verifikasi identitas. OJK terus mendorong peningkatan kualitas KYC untuk mencegah praktik kejahatan yang merugikan konsumen.
“OJK terus mendorong penyelenggara untuk meningkatkan kualitas KYC dan sistem elektronik yang andal untuk dapat memitigasi adanya praktik social engineering seperti ini dan sistem,” ungkap Agusman beberapa waktu lalu.