Isu pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang dipicu oleh kelompok yang tergabung dalam Petisi 100, ternyata tidak mendapat dukungan dari partai-partai di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Parpol-parpol tersebut tetap solid mendukung Jokowi, dan menurut pakar, pelaksanaan pemakzulan presiden di tingkat tata negara sangat mustahil.
Isu pemakzulan mencuat setelah kelompok yang mengatasnamakan Petisi 100, yang melibatkan tokoh-tokoh seperti Amien Rais, mendatangi Menko Polhukam Mahfud MD pada Selasa (9/1/2024). Kelompok tersebut menuduh Presiden Jokowi telah mendobrak konstitusi.
Menko Polhukam Mahfud MD menanggapi permohonan tersebut dengan menegaskan bahwa pemakzulan presiden bukan urusan menteri, melainkan ranah partai politik dan DPR. Mahfud juga menjelaskan bahwa pemakzulan hanya dapat dilakukan dengan memenuhi lima syarat, antara lain terlibat korupsi, penyuapan, melakukan kejahatan berat, melanggar ideologi negara, dan melanggar kepantasan atau etika.
“Pemilu sudah kurang 30 hari, (pendakwaan) di tingkat DPR saja tidak bakal selesai untuk mencari sepertiga (anggota) DPR yang memakzulkan. Belum lagi sidangnya (di Mahkamah Konstitusi),” ungkap Mahfud.
Hingga saat ini, parpol-parpol di DPR juga tidak memberikan dukungan terhadap isu pemakzulan. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menegaskan bahwa DPR aman dan tidak ada isu pemakzulan. Bendahara Umum DPP Partai NasDem Ahmad Sahroni berpendapat bahwa isu pemakzulan muncul karena adanya kekhawatiran kalah dalam Pilpres 2024.
Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani mengimbau semua pihak untuk tetap menjaga kondusivitas menjelang Pemilu 2024. Pakar hukum tata negara seperti Prof Jimly Asshiddiqie dan Zainal Arifin Mochtar juga menilai bahwa pemakzulan presiden tidak sederhana dan sulit dilaksanakan dalam waktu yang singkat.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menambahkan bahwa proses pemakzulan presiden harus dimulai dari penentuan alasan pemberhentian hingga diproses di parlemen, dan setelah suara mayoritas setuju, akan dibahas di Mahkamah Konstitusi.