News
Crowdfunding, Cara Gibran Atasi Missing Generation di Desa
Published
10 months agoon
By
Natsir AmirMonitorday.com – Banyak pemuda desa yang merasa harus pergi dari tempat asalnya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di kota-kota besar atau bahkan di negara lain, karena mereka mengalami kesulitan dan tantangan yang tidak dialami oleh pemuda kota; mereka hidup dalam lingkaran kemiskinan dan ketertinggalan yang sulit diputus.
Berkaca pada fenomena tersebut, gagasan Cawapres no urut 2 Gibran Rakabuming Raka yang menyebutkan sebuah desa di Mojokerto, Jawa Timur dapat menjadi percontohan nasional terkait dengan solusi agar masyarakat perdesaan tidak ramai-ramai hijrah mencari peruntungan ke perkotaan menjadi catatan positif di debat cawapres ke-4 Minggu (21/1/2024).
Gibran menjelaskan desa wisata tersebut dibanggun dengan sistem crowdfunding, di mana warganya bahu-membahu untuk membangun desanya.
Cara ini juga diyakini menjadi solusi ampuh atas missing generation di desa.
“Ini adalah cara bagaimana agar masyarakat desa tidak meninggalkan desa atau mencari pekerjaan di kota. Kita bangun sense of belonging kita ingin program-program yang sudah dijalankan di Mojokerto ini bisa dijalankan di desa-desa lain.” ucap Gibran.
Apa itu Crwodfunding?
Indonesia, negara berbentuk kepulauan yang juga dikenal sebagai negara agraris. Hamparan dataran yang membentang luas, membuat banyak penduduk menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian atau perkebunan.
Namun yang menjadi permasalahan adalah, seiring luasnya lahan garapan yang tersedia, tidak diiringi dengan kesejahteraan hidup para petani di Indonesia. Banyak dari mereka justru hidup di atas garis kemiskinan. Berdasarkan kasus tersebut, Yohanes Sugihtonugroho berinisiatif untuk membuat platform bernama Crowde.
Inisiatif Yohanes membangun Crowde dimulai dari keresahannya akan kesejahteraan hidup para petani di Indonesia.
Crowde merupakan sebuah platform untuk menghimpun dana dari masyarakat sebagai modal kerja petani. Dengan metode crowd-lending, Crowde bergerak sebagai platform permodalan yang mengelola dana masyarakat yang disalurkan pada proyek petani.
Keuntungan yang diperoleh petani adalah mereka bisa memperoleh pendanaan sesuai dengan kebutuhan mereka. Sedangkan bagi para investor bisa dengan mudah memonitor sudah sejauh mana uang yang mereka investasikan telah berjalan.
Menurut Yohanes, tujuan utama Crowde bagi para investor adalah bagaimana membuat suatu platform yang benar-benar transparan. Sehingga para investor tidak perlu khawatir dengan dana yang diinvestasikannya.
Saat mengakses laman Crowde, calon investor bisa memilih beragam projek pendanaan yang menarik bagi mereka. Projek tersebut memiliki nilai keuntungan yang berbeda-beda, tergantung dengan tingkat resiko dari investasi tersebut.
Detail mengenai skema investasi pun dijabarkan dengan cukup detail. Mulai dari pembayaran, ekspektasi keuntungan, lama proyek, lokasi, hingga tingkat risiko.
Selain menargetkan lebih banyak petani yang bergabung dengan Crowde, Yohanes juga terus mengupayakan lebih banyak lagi investor yang bergabung. Sehingga roda investasi melalui Crowde bisa berjalan dengan baik.
Kedepannya Yohanes juga berharap akan jauh lebih banyak lagi orang-orang yang terbantu dengan adanya Crowde.
Yohanes khawatir jika langkah ini tidak dilakukan, petani bakal berkurang sehingga upaya agar petani tetap menjadi petani dan tidak berganti profesi. Jika petani sejahterah maka kran impor bisa diatasi.
Bagi Yohanes, Indonesia dinilai berpotensi menjadi negara produsen bukan konsumen.
Untuk itu, gagasan Crowdfunding yang di lontarkan Gibran memberikan nilai optmisme bahwa inilah solusi alternative buat petani agar tetap berdaya dan berkarya. Begitupun dengan anak-anak muda desa bisa lebih betah karena bisa berpenghasilan walau berada di desa.