Monitorday.com – Guru Besar Ilmu Ekonomi Moneter Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Telisa Aulia Falianty, secara terang-terangan membahas fenomena greenflation yang disinggung oleh calon wakil presiden nomor urut 02, Gibran Rakabuming Raka, dalam debat Cawapres.
Falianty mengungkapkan konsep greenflation sebagai kenaikan harga barang dan jasa sebagai konsekuensi dari transisi perekonomian menjadi yang lebih ramah lingkungan atau net-zero. Namun, ia menegaskan bahwa tidak semua kenaikan harga dapat diatributkan pada greenflation.
“Dalam kasus tingkat inflasi tahunan 5,3% di Uni Eropa pada Desember 2021, greenflation saja belum cukup untuk menjelaskan penyebab inflasi karena terdapat alasan lain di balik kenaikan harga,” ujar Falianty, dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (23/1).
Menurutnya, greenflation tercermin dalam kenaikan harga beberapa komoditas terkait transisi energi terbarukan. Kekurangan pasokan logam yang dibutuhkan untuk transisi energi serta penurunan produktivitas pertanian ramah lingkungan dan beretika dapat menjadi penyebab kenaikan harga.
Falianty menjelaskan bahwa greenflation berkaitan erat dengan kenaikan harga energi, meski biaya energi terbarukan sebelumnya dianggap lebih murah. Ia menyoroti investasi rendah di sektor pertambangan, terutama di China yang memasok sebagian besar alumunium dunia.
Dalam konteks pajak lingkungan, Falianty menyatakan bahwa greenflation dapat diakibatkan oleh kenaikan harga akibat pajak lingkungan. Pajak tersebut dianggap sebagai terobosan dalam transisi ekologis, mendorong perilaku konsumen yang lebih berkelanjutan.
“Transisi ke kondisi baru yang stabil tidak terjadi secara gratis. Dukungan fiskal diperlukan untuk melindungi masyarakat yang paling rentan menghadapi potensi greenflation,” tambah Falianty.