Monitorday.com – Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan alias Zulhas memberikan respons terhadap pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut seorang presiden boleh memihak dan berkampanye di Pemilihan Presiden 2024, selama tidak melanggar aturan kampanye dan tidak menggunakan fasilitas negara karena jabatannya dipilih.
“Bupati, DPR, saya menteri. Presiden itu jabatan publik, jabatan politik. Jadi, saya boleh nyalon presiden, boleh nyalon gubernur, boleh nyalon bupati, DPR. Kalau nyalon aja boleh, apalagi dukung. Saya dukung capres ini boleh, capres itu boleh, bahkan presiden (periode) pertama kalau dia mau kedua, dia maju sendiri boleh,” kata Zulhas kepada wartawan, di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (24/1).
Setelah mengikuti kampanye terbatas di GOR Anugrah, Kecamatan Bontoala, Makassar, Zulhas menyatakan pejabat yang meskipun menduduki jabatan publik dan jabatan politik bisa mendukung tanpa melanggar aturan.
“Ini jabatan publik, jabatan politik yah. Ada yang bilang, kalau gitu nggak usah memihak, yah kalau lawan yah begitu. Tapi itu hak. Seperti bupati gubernur punya hak, DPR punya hak, presiden punya hak, DPR itu dipilih itu. Jabatannya dipilih, yang tidak boleh itu misalnya Sekda, itu tidak bisa,” tuturnya.
Zulhas menegaskan bahwa jabatan publik yang dimaksud dipilih dan bekerja selama lima tahun. Ia menjelaskan bahwa siapa yang didukung adalah hak pribadinya, bahkan dengan opsi maju. Dalam aturan, yang tidak boleh adalah menggunakan fasilitas negara.
“Itu haknya, dia mau dukung siapa, untuk memilih siapa bahkan maju sendiri boleh. Yang tidak boleh memakai uang, fasilitas negara, itu yang tidak boleh. Contohnya, menteri wajib, wapres boleh, ada menteri mendukung capres ini boleh. Ada menteri mendukung capres satu lagi itu boleh, itu haknya,” ujar dia yang kini menjabat Menteri Perdagangan.
Saat ditanyakan mengenai isu pengunduran diri menteri dalam kabinet kerja Jokowi, Zulkifli Hasan menyatakan bahwa itu adalah hak masing-masing individu apakah mereka ingin mundur atau tetap mendampingi Presiden Jokowi hingga masa jabatan berakhir.
“Haknya orang, karena menteri itu hak prerogatif presiden. Saya misalnya mau mundur, saya mengajukan surat. Tapi, mengangkat atau memberhentikan hak prerogatif presiden karena yang mendapat daulat mandat itu presiden yang terpilih,” tandasnya.