Malik bin Dinar adalah seorang ulama besar yang diakui oleh banyak orang di masa tabi’in. Kehebatannya tidak hanya terbatas pada ilmu Hadits yang dipercayai, tetapi juga dalam seni kaligrafi al-Qur’an. Namun, perjalanan menuju kesalehan ini tidaklah mudah baginya.
Dahulu, Malik bin Dinar adalah seseorang yang hidup dalam kesenangan duniawi. Setiap hari dihabiskannya dengan melakukan maksiat dan kezaliman kepada orang lain, sehingga membuat orang-orang di sekitarnya menjauhinya.
Semua berubah ketika Malik bin Dinar memutuskan untuk menikah dan dikaruniai seorang putri yang diberi nama Fatimah. Kehadiran Fatimah dalam hidupnya menjadi titik balik. Seiring dengan pertumbuhan putrinya, keimanannya tumbuh, dan perlahan-lahan, kemaksiatannya mulai meredah.
Ketika Fatimah berusia dua tahun, Malik bin Dinar bahkan rela membuang minuman keras yang pernah menjadi kebiasaannya. Hal ini semakin mendekatkannya pada Allah, seolah-olah itu adalah rencana Allah sendiri.
Namun, ujian datang dalam bentuk kematian Fatimah yang tragis pada usia tiga tahun. Kehilangan ini sangat mengguncang Malik bin Dinar, dan untuk mengatasi rasa kecewanya, ia mulai minum arak hampir setiap malam hingga mabuk.
Suatu malam, dalam mimpi yang penuh makna, Malik bin Dinar mendapati dirinya di hari Kiamat, di hadapan Yang Maha Kuasa. Orang-orang berbondong-bondong datang menghadap Allah, masing-masing dipanggil sesuai dengan namanya, dan ada yang wajahnya berubah hitam karena ketakutan.
Ketika giliran Malik bin Dinar dipanggil, orang-orang di sekitarnya menghilang, dan ia mendapati dirinya di hadapan ular besar yang ganas. Ia berusaha melarikan diri, tetapi kemudian bertemu dengan seorang lelaki tua yang lemah yang tidak dapat menolongnya. Lelaki itu mengarahkannya ke arah lain, di mana ia melihat anak-anak kecil di puncak gunung, yang meminta Fatimah untuk menyelamatkan ayahnya dari ular tersebut.
Dalam mimpi ini, Fatimah menyampaikan sebuah ayat Al-Qur’an, “Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk menundukkan hati mereka mengingat Allah” (Al-Hadid [57]: 16), kepada Malik bin Dinar. Ia menjelaskan bahwa ular tersebut merupakan manifestasi dari amal buruknya, sementara lelaki tua adalah amal baiknya. Namun, lelaki tua tersebut tidak dapat menolongnya karena ia telah melemahkan dirinya sendiri dengan perbuatannya.
Setelah terbangun dari mimpi yang penuh makna ini, Malik bin Dinar merasa tergerak untuk bertaubat. Ia menghabiskan hampir seluruh waktunya di masjid, belajar Islam dari para ulama, dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Dengan tekadnya yang kuat dan keinginan untuk bertaubat, Malik bin Dinar akhirnya menjadi seorang ulama besar yang saleh dan dihormati oleh banyak orang. Perjalanan hidupnya adalah bukti bahwa dengan kemauan dan tekad yang sungguh-sungguh, seseorang dapat mengubah jalan hidupnya menuju kebaikan dan ketaqwaan kepada Allah.
Sumber: ruangsujud.com