Monitorday.com – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap transisi energi yang dilakukan oleh pemerintah menuju energi bersih. Mulyanto menekankan pentingnya agar transisi ini tidak menyebabkan lonjakan harga energi yang membebani masyarakat.
“Dalam menuju net zero emission, kita perlu memastikan bahwa harga energi tidak meningkat secara signifikan dan membebani masyarakat, baik itu dalam hal listrik maupun energi lainnya,” ungkap Mulyanto, di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta (15/3).
Mulyanto menyoroti risiko transisi energi yang tidak bertahap dan kurangnya persiapan yang matang yang dapat mengganggu iklim bisnis. Dia menegaskan perlunya fokus pada persiapan infrastruktur energi dan transisi yang bertahap untuk menghindari gangguan pada bisnis masyarakat.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Dewan Energi Nasional merevisi target bauran energi baru terbarukan (EBT) pada 2025 menjadi 17-19 persen, turun dari target sebelumnya 23 persen. Hal ini dilakukan melalui pembaharuan Kebijakan Energi Nasional untuk mengakomodasi upaya transisi energi menuju netral karbon 2060.
Meskipun demikian, realisasi bauran EBT masih di bawah target pada tahun-tahun sebelumnya. Kementerian ESDM mencatat bahwa pada 2023, realisasi bauran EBT hanya mencapai 13,1 persen dari target 17,9 persen, dan pada 2022, hanya mencapai 12,3 persen dari target 15,7 persen.
Untuk meningkatkan bauran EBT, pemerintah telah merencanakan pembangunan pembangkit EBT melalui rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) dengan target di 2025 sebesar 10,6 gigawatt (GW). Mulyanto menekankan pentingnya strategi yang tepat untuk menghadapi tantangan ini tanpa mengganggu stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.