Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi saksi dari kesaksian Tsania Marwa dalam persidangan perkara 140/PUU-XXI/2023 mengenai gugatan isi Pasal 330 KUHP tentang pengambilan paksa anak, Senin (18/3/2024).
Sebelum memberikan kesaksian di hadapan Ketua MK, Suhartoyo, Tsania bersumpah atas Alquran bahwa kesaksian yang dia berikan adalah fakta dan kebenaran.
“Saya adalah seorang ibu dari dua anak berusia 10 tahun berinisial SMF dan sembilan tahun berinisial AS. Saya telah bercerai dan memegang hak asuh anak,” ungkap Tsania dalam kesaksiannya.
Tsania menjelaskan bahwa meskipun telah memenangkan hak asuh anak dalam persidangan di Pengadilan Negeri Cibinong dan Pengadilan Tinggi Jawa Barat, namun hingga saat ini dia belum dapat tinggal bersama anak-anaknya.
“Meskipun putusan telah memihak kepada saya sebagai pemegang hak asuh, namun kenyataannya saya dan anak-anak masih terpisah karena akses untuk mengasuh terhambat,” ujar Tsania dengan nada sedih.
Ia menambahkan, “Pihak mantan suami saya menutup akses untuk saya mengasuh anak-anak kami, bahkan eksekusi putusan hak asuh anak yang telah berkekuatan tetap pada 29 April 2021 juga gagal karena pihak termohon tidak mau mengikuti putusan tersebut.”
Tsania mengungkapkan penderitaannya selama tujuh tahun terpisah dari kedua anaknya. Sebagai seorang ibu, Tsania merasa dirugikan secara materi dan emosional.
“Saya telah mengeluarkan biaya untuk pendampingan hukum dan konsultasi lainnya. Kesedihan yang saya rasakan sangat mendalam, saya merasa tidak mendapat keadilan dari putusan hak asuh yang telah berkekuatan hukum tetap,” tambahnya.
Kesaksian Tsania Marwa menjadi bagian dari perjuangan panjangnya dalam memperoleh hak asuh anak-anaknya, dan menjadi cerminan dari tantangan yang dihadapi oleh banyak orang dalam sistem peradilan keluarga di Indonesia.