Connect with us

News

Ada Keadilan di RUU Penyiaran, Argumentasinya Tak Dapat Diterima

Tubagus F Madroi

Published

on

Monitorday.com – Pakar komunikasi dari Universitas Indonesia, Eriyanto, mengungkapkan bahwa argumentasi ketidakadilan dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran versi 27 Maret 2024 sulit diterima.

“Memperlakukan semua bentuk penyiaran secara sama dengan alasan ketidakadilan sulit diterima, karena dalam praktiknya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, ada perbedaan regulasi antara penyiaran internet dan penyiaran terestrial,” kata Eriyanto  Jumat (31/5).

Eriyanto menanggapi perluasan cakupan pengawasan penyiaran dalam RUU tersebut, yang kini mencakup penyiaran internet selain terestrial.

“Penyiaran berbasis frekuensi menggunakan spektrum yang terbatas dan penonton tidak bisa mengendalikan tontonannya. Ini alasan mengapa regulasi untuk penyiaran berbasis frekuensi selalu ketat, karena harus bisa diterima oleh semua usia,” jelasnya.

Sebaliknya, penyiaran internet memberikan kendali penuh kepada penonton dan tidak memerlukan lisensi seperti penyiaran berbasis frekuensi.

“Regulasi ketat ditujukan untuk penyiaran terestrial karena memerlukan lisensi. Tidak semua orang bisa mendirikan lembaga penyiaran dan ada standar isi siaran yang harus dipatuhi,” katanya.

Eriyanto menambahkan bahwa regulasi untuk penyiaran OTT (over-the-top) atau internet biasanya lebih ringan karena penonton bisa memilih konten yang mereka sukai.

“Konten yang dihasilkan pengguna (user-generated content) juga tidak memerlukan regulasi ketat karena setiap orang bisa membuat siaran langsung di Instagram atau TikTok,” tambahnya.

Meski demikian, Eriyanto mengakui perlunya revisi UU Penyiaran untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Namun, ia menyoroti adanya kesalahan logika dalam argumen ketidakadilan yang diusung.

“Dalam naskah akademik disebutkan ketidakadilan karena lembaga penyiaran harus mengurus lisensi dan izin, sementara platform digital tidak. Ketidakadilan lain adalah lembaga penyiaran terestrial diawasi ketat, sementara platform digital tidak,” tuturnya.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Monitor Saham BUMN



Sportechment3 hours ago

Gemilang! Tim Bulu Tangkis Junior Indonesia Juara Suhandinata Cup 2024

Sportechment4 hours ago

Ruth Sahanaya dan KLA Project Bakal Manggung di Symphony Lawang Sewu, Kapan?

News7 hours ago

Pelindo Bangun Marina Kelas Dunia di Pelabuhan Benoa

Infrastruktur13 hours ago

SIG Raih Penghargaan atas Inovasi Teknologi Industry 4.0

Migas14 hours ago

Pertamina Didapuk Sebagai ASCOPE Secretary In Charge Periode 2024-2029

News14 hours ago

Indonesia Siap Gelar TAFISA World Congress 2024

Migas19 hours ago

Hari ke-2 Inacraft 2024, UMKM Binaan Pertamina Raih Transaksi Lebih dari 1 Miliar

News19 hours ago

PLN Siap Gelar Electric Run 2024, Ajak Pelari Gaungkan Semangat Ramah Lingkungan

Sportechment1 day ago

Kabar Baik! Maarten Paes Kembali Latihan Bareng FC Dallas

Sportechment1 day ago

Hadir di Indonesia, Segini Harga Mobil Listrik NETA X

Migas1 day ago

Pertamina Temukan Sumber Daya Gas di Sulawesi

Sportechment1 day ago

Red Sparks Tantang GS Caltex di Semifinal KOVO Cup 2024, Megawati Siap Cetak Poin

Sportechment1 day ago

2 Ratu Rock Indonesia Siap Guncang Jakarta di Konser Nicky Astria Meets Atiek CB

News1 day ago

Indikator Politik: 75 Persen Masyarakat Puas dengan Kinerja Jokowi

News1 day ago

PT KAI Daop 7 Madiun Salurkan Dana Tanggung Jawab Sosial Sebesar Rp 1,154 Miliar

Migas2 days ago

Gandeng Arizona State University, Pertamina Siapkan Pemimpin Energi Terbarukan

Sportechment2 days ago

Khabib Nurmagomedov Gelar Acara “Path of a Champion” di Jakarta Besok

Telekomunikasi2 days ago

Telkom Hadirkan Knowledge Power Up, Apa Tujuannya?

Sportechment2 days ago

PSG Siap Boyong Mohamed Salah, Imingi Gaji Tinggi

Keuangan2 days ago

Rayakan HUT ke-26, Bank Mandiri Sabet Penghargaan Digital Experience of the Year