Monitorday.com – Pemerintah menetapkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 di kisaran 2,45-2,82 persen, lebih tinggi dibandingkan target defisit APBN 2024 yang sebesar 2,29 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa peningkatan defisit APBN pada 2025 bertujuan untuk mengantisipasi pembayaran bunga utang yang diperkirakan akan meningkat.
Hal ini disebabkan oleh pengaruh suku bunga global yang tinggi dan tekanan dolar AS terhadap rupiah.
“Suku bunga global yang tinggi dalam waktu lebih lama dan tekanan nilai tukar pasti akan mempengaruhi belanja, terutama belanja untuk pembayaran bunga utang. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam mengelola bunga utang dalam tren seperti ini,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (5/6).
Selain defisit APBN, Kementerian Keuangan juga menetapkan defisit keseimbangan primer di kisaran 0,30-0,61 persen dan rasio utang di antara 37,98-38,71 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Analis Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi, mencermati bahwa peningkatan defisit APBN 2025 dipengaruhi oleh pembayaran bunga utang yang meningkat.
Menurutnya, pembiayaan belanja dengan sumber utang harus berbasis pada penerimaan agar utang tersebut dapat dibayar kembali.
“Jika melakukan belanja dengan sumber utang, sebaiknya belanja itu berbasis pada penerimaan. Sehingga bisa digunakan untuk membayar kembali utang-utang tersebut,” ujar Ibrahim.
Ibrahim menambahkan, defisit anggaran yang dirancang tinggi berpotensi mempersempit ruang belanja pemerintahan baru.
Meskipun demikian, masih ada ruang untuk melakukan perubahan APBN guna menyesuaikan kebutuhan anggaran.
“Karenanya, panitia kerja yang terdiri dari DPR dan pemerintah harus lebih memperjelas rancangan APBN-nya agar dapat menyediakan ruang belanja yang lebih luas bagi pemerintahan yang baru nanti,” tutup Ibrahim.