Monitorday.com – PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) kini tengah mengurusi 22 BUMN sakit yang beberapa akan segera dilakukan pembubaran. Namun, sebanyak empat pasien BUMN di antaranya berpeluang untuk diselamatkan.
Direktur Utama PT Danareksa (Persero) Yadi Jaya Ruchandi mengatakan, ada empat BUMN yang rencananya akan dilakukan inbreng atau pengalihan ke Danareksa.
“Memang kalau mau secara gamblang ke depan, dari 21+1 yang disampaikan kepada kita, yang sekarang ada peluang itu cuman empat,” ujar Yadi dalam Rapat Dengar Pendapat Panja Penyehatan dan Restrukturisasi BUMN bersama Komisi VI DPR RI, ditulis Selasa (25/6/2024).
Untuk Persero Batam yang terkendala akibat diversifikasi bisnis, Yadi mengatakan itu sudah terselesaikan lewat penyesuaian anggaran dasar agar fokus ke bisnis utama, yakni terminal petikemas.
Sementara untuk PT BBI yang bergerak di sektor manufaktur mesin, berpeluang selamat berkat syarat tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang digawangi Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Sedangkan untuk DKB dan IKI yang bergerak di bidang galangan kapal tertolong oleh tingkat permintaan dalam negeri yang tinggi. Menurut dia, kedua BUMN sakit ini bisa selamat lantaran Indonesia merupakan negara maritim.
“Memang sebelumnya DKB dan IKI istilahnya kesangkut dengan masa lalu, itu sudah kita bereskan. Tapi ke depannya chance untuk mereka bangkit kembali sangat tinggi. Makanya kita bilang ini istilahnya mempunya chance untuk kita lakukan scaling up,” ungkapnya.
DKB dan IKI pun dirasa patut berterimakasih kepada BUMN-BUMN lainnya semisal PT Pelni (Persero), PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) hingga Pertamina yang memang memerlukan pelayanan dari keduanya.
“Sekarang galangan kapal untuk melakukan operasi almost every week itu penuh terus kapasitasnya. Jadi sebetulnya kita punya kesempatan lagi untuk menambah produksinya,” pungkas Yadi.
“Itu pun karena ada istilahnya peluang tadi larangan terbatas dari Kementerian Perindustrian yang membuat industri manufaktur di dalam negeri bisa mendapat demand kembali. Memang kita selama ini kalah bersaing dengan negara sekitar. Jadi orang semua impor, tidak membuatnya di dalam negeri,” urainya.