Review
Ancaman Nyata Ransomware
Published
5 months agoon
By
Muchlas RowiDALAM beberapa bulan terakhir, ancaman siber terus berkembang pesat dan menjadi salah satu isu keamanan paling mendesak di dunia digital. Diantara berbagai jenis ancaman tesebut, serangan ransomware menjadi yang paling menonjol dan meresahkan.
Pasalnya, serangan ini tak hanya menargetkan individu, tapi juga institusi bisnis, lembaga pemerintahan, dan infrastruktur kritis. Dampaknya juga sangat merugikan.
Terbaru, pemerintah melalui Badan Sandi dan Siber Nasional [BSSN] akhirnya mengakui gangguan server PDN terjadi karena serangan ransomware jenis baru bernama Brain Chiper. Temuan lembaga negara yang bermarkas di Ragunan ini berdasar pada hasil sampel forensik. Si peretas, kata mereka, meminta tebusan uang sebesar US$8 juta atau sekitar Rp131,6 miliar.
Akibatnya, sekitar 50 layanan publik diketahui mengalami gangguan termasuk untuk urusan keimigrasian. Beberapa layanan ada yang terpaksa dilakukan secara manual, hingga ada pula yang ditiadakan seperti layanan pembuatan paspor satu hari.
Ransomware ternyata tak hanya menyerang PDNs Kominfo, tapi menyerang Astra Internasional [21 Juni], INAFIS [22 Juni], BAIS TNI [24 Juni], hingga Pemkot Semarang [25 Juni].
Merujuk data yang dirilis Palo Alto Networks, serangan ransomware multi-pemerasan ternyata naik 49 persen dari tahun 2022 hingga 2023. Tepatnya ada terdapat 3.998 korban yang dilaporkan dari situs bocoran ransomware pada 2023.
Penyedia keamanan data siber yang berkantor di California ini juga menemukan 25 situs bocoran baru yang muncul pada 2023. Temuan itu menunjukkan betapa ransomware jauh lebih menarik dari trading crypto atau bahkan judi online [judol] sebagai penghasil cuan super instan.
Lebih lanjut, laporan ini juga menyebut ada tiga industri yang paling terdampak serangan ransomware secara global, yaitu manufaktur, layanan profesional dan hukum, serta teknologi tinggi. Sementara di ASEAN, tiga teratas industri terdampak ransomware ialah manufaktur, retail, dan konstruksi.
Amerika Serikat jadi target utama serangan ransomware pada tahun 2023, korbannya sebesar 47,6 persen, diikuti Inggris, Kanada, dan Jerman. Sedangkan di ASEAN, Thailand adalah negara yang paling sering diserang ransomware, diikuti Singapura, Malaysia, dan Indonesia.
Untuk menghadapi ancaman ini, peningkatan keamanan siber menjadi sangat krusial. Langkah-langkah proaktif dalam mendeteksi dan mencegah serangan siber perlu terus dikembangkan dan diimplementasikan untuk melindungi data dan sistem dari eksploitasi lebih lanjut oleh teknologi AI yang kian maju.
Serangan ransomware adalah panggilan untuk bertindak dalam memperkuat keamanan siber kita. Dengan mengadopsi teknologi terbaru, meningkatkan edukasi, dan memperkuat kolaborasi, kita dapat melindungi infrastruktur vital dan memastikan bahwa layanan publik tetap berjalan dengan lancar.
Pemerintah dan lembaga terkait perlu melakukan audit keamanan berkala untuk memastikan sistem keamanan selalu diperbaharui dan mampu menghadapi ancaman paling anyar. Untuk melakukan hal tersebut, tentu dibutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni. Karena itu pendidikan dan pelatihan juga dibutuhkan.
Penggunaan teknologi super canggih juga dibutuhkan, untuk mengimplementasikan teknologi keamanan canggih seperti enkripsi data end-to-end, sistem deteksi intrusi, dan penggunaan kecerdasan buatan untuk mendeteksi dan merespons ancaman secara cepat.
Hal lain yang tak boleh dilupakan adalah back up data secara berkala. Karena itu, dibutuhkan kolaborasi yang lebih kuat antar lembaga pemerintah atau institusi bisnis dengan para penyedia cloud atau pakar komputer yang mengerti teknologi lebih canggih seperti komputasi quantum. Mengingat, ancaman ransomware menjadi lebih kuat dan presisi berkat kepiawaian mereka menggunakan AI.
Dengan demikian, memahami dan menghadapi ancaman ini menjadi tugas penting bagi pemerintah, institusi bisnis, dan individu dalam era digital yang terus berkembang. Jika tak diantisipasi, maka bukan tidak mungkin motif ransomware di kemudian hari tak sekadar urusan ekonomi, tapi juga serangan negara alias perang seperti dalam perang Rusia-Ukraina.
Perang Rusia-Ukraina merupakan konflik pertama dalam sejarah yang menggunakan kekuatan AI. Jika Rusia menggunakan AI untuk melakukan serangan siber dan video palsu yang menunjukkan penyerahan Presiden Zelensky, sementara Ukraina menggunakan teknologi pengenalan wajah untuk mengidentifikasi agen dan tentara Rusia, serta menganalisis intelijen dan strategi perencanaan. Ngeriii……