Monitorday.com – Kementerian Perindustrian menginisiasi pembentukan kelembagaan kakao dan kelapa guna menjamin ketersediaan bahan baku industri, meningkatkan daya saing, dan menambah nilai tambah ekonomi (EVA) dari sektor tersebut.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo telah mengadakan rapat terbatas terkait Badan Pengelola Dana Kakao dan Kelapa.
Keputusan dari rapat tersebut menetapkan bahwa pengelolaan kedua sektor ini akan dialihkan ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan pembentukan dua kedeputian baru, yaitu Deputi Kakao dan Deputi Kelapa.
“BPDPKS sudah memiliki dana besar yang bisa digunakan untuk sektor kakao dan kelapa sehingga dapat segera beroperasi,” ujar Menperin Agus di Jakarta, Rabu.
Agus menjelaskan bahwa selama periode 2015-2023, produksi kakao Indonesia mengalami penurunan sebesar 8,3 persen per tahun, sementara impor meningkat dari 239.377 ton menjadi 276.683 ton.
Ia menyatakan bahwa pertumbuhan industri pengolahan kakao tidak diimbangi dengan ketersediaan bahan baku, menyebabkan sembilan dari 20 perusahaan berhenti beroperasi. Saat ini, industri kakao mengimpor 62 persen bahan baku.
Menurutnya, Indonesia pernah menduduki peringkat ketiga sebagai negara penghasil biji kakao hingga 2015, namun kini berada di peringkat ketujuh.
Dari sisi industri, pada 2023, Indonesia menjadi produsen dan pengekspor keempat produk olahan kakao di dunia.
Namun, Agus menyoroti bahwa hilirisasi sektor kelapa di Indonesia masih terbatas karena pemanfaatan bahan baku kelapa belum maksimal, menyebabkan utilisasi industri pengolahan kelapa hanya mencapai 55 persen.
Dengan potensi besar untuk memenuhi kebutuhan global, Agus optimistis bahwa pembentukan kelembagaan kakao dan kelapa akan membawa dampak positif bagi petani dan industri.
Manfaat tersebut termasuk peningkatan produktivitas melalui intensifikasi dan peremajaan lahan, peningkatan hasil olahan, serta jaminan kepastian penyerapan panen.
Bagi industri, inisiatif ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi (EVA), kontribusi ekspor, serta diversifikasi produk turunan bernilai tambah tinggi.