Monitorday.com – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berusaha mendekati dan mendorong negara-negara di bidang pemeliharaan, perbaikan, dan overhaul (MRO) seperti Eropa untuk memberikan lisensi kepada Indonesia, agar lebih banyak pesawat yang beroperasi di dalam negeri melakukan MRO di Tanah Air.
Direktur Akses Sumber Daya Industri dan Promosi Internasional (ASDIPI) Direktorat Jenderal Ketahanan Perwilayahan dan Akses Industri Nasional Kemenperin, Syahroni Ahmad, mengatakan bahwa Kemenperin mengejar dan fokus pada jasa industri MRO untuk pesawat.
“Kami melakukan pendekatan ke negara-negara lain untuk masuk ke Indonesia, jadi rantai nilai globalnya ada di situ. Kami mencoba agar negara-negara lain mau memberikan lisensi MRO, seperti dengan Eropa melalui Indonesia – EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA), di mana salah satu perundingannya adalah mendorong perusahaan MRO Eropa untuk memberikan lisensi kepada Indonesia,” kata Roni di Jakarta, Jumat (12/7).
Dengan pemberian lisensi MRO tersebut, pesawat yang melakukan servis di Indonesia dan Eropa akan sama dan seragam, karena memiliki lisensi serta personel MRO yang bersertifikasi sama. Hal ini akan meningkatkan jumlah pesawat yang melakukan pemeliharaan di dalam negeri.
Dalam rantai nilai global (global value chain), negara-negara yang berperan dalam jasa industri seperti MRO, penelitian dan pengembangan (R&D), pembelian, desain, distribusi, dan pemasaran memiliki nilai tambah yang lebih besar atau strategis.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan, perundingan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Uni Eropa (IEU CEPA) akan selesai sebelum 20 Oktober 2024 atau sebelum masa pemerintahan baru.
Perundingan IEU-CEPA bertujuan membuka perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa, yang diharapkan akan menguntungkan kedua belah pihak secara ekonomi melalui peningkatan produk domestik bruto (PDB) riil.
Indonesia dan Uni Eropa telah menyepakati 11 isu dari total 21 isu dalam perundingan putaran ke-18 IEU-CEPA.
Kesepakatan tersebut mencakup bea cukai dan fasilitasi perdagangan, trade remedies, kerjasama ekonomi dan pembangunan kapasitas, hambatan teknis perdagangan (TBT), sanitary dan phytosanitary, usaha kecil dan menengah, penyelesaian sengketa, ketentuan institusional dan final (IFP), serta transparansi.
Isu lainnya termasuk praktik regulasi yang baik dan sistem pangan berkelanjutan (SFS).
Pemerintah Indonesia telah menegaskan kepada pihak Uni Eropa untuk menetapkan standar atau tujuan yang jelas dan sama di setiap perundingan.