Connect with us

News

Makna “Profesor” yang dimakan kepentingan

Natsir Amir

Published

on

Monitorday.com – Genealogi ‘Profesor’ sejatinya lahir dari rumah akademik. Rumah besar itu memproduksi insan-insan akademik yang dengan godongan kawah candradimuka yang tidak mudah. Parameter akademik yang menjadi perhatian tidak terlepas dari cara berfikir rasional, sistematis dan verifikatif.

Sehingga, pada tataran teknis, akademisi mengedepankan tindakan yang terukur dan mampu dipertanggungjawabkan secara etik maupun sosial. Dari kriteria itu maka lahirlah legitimasi dari Masyarakat atau Bahasa lainnya adalah penghormatan. Penghormatan itu semata lahir dari rekognisi publik dikarenakan faedah personal sebagai nilai turunan dari ‘khairunnaas anfauhum linnas’.

Professor menjadi terhormat dan memiliki legitimasi luar biasa di mata Masyarakat. Professor lahir tidak ujug-ujug tanpa melalui proses yang dilalui sesuai kriteria akademik. Predikat Profesor adalah sebutan tertinggi di level penghormatan paska dirinya mampu menemukan, mengaplikasikan, memertahankan keilmuannya, dan mendapatkan pengakuan oleh Masyarakat. Maka tidak heran jika Masyarakat memberikan kepercayaan penuh kepadanya untuk pemecahan berbagai persoalan publik. Etika yang dikedepankan dalam decision making menjadi pendekatan substansialnya. Maka dari dasar itulah takdziman watakriman (penghormatan tinggi) kepada Profesor berlimpah diberikan oleh Masyarakat.

Akan tetapi, fenomena itu kini ditangkap oleh kaum politisi oponturir. ‘Kegagahan’ identitas professor tidak saja bergeser akan tetapi telah direduksi oleh nilai-nilai pragmatis kepentingan tertentu. Dengan tangkapan persepsi kerdil, yaitu; demi meraih legitimasi instan, popularitas cepat, agar elektabilitas terkerek dalam hitungan waktu sesuai kebutuhan. Kini terma ‘profesor’ diperebutkan demi itu semua. Delegitimasi, desakralisasi dan langkah-langkah lain dipaksakan untuk mencapai professor yang mengakibatkan rendah nilai kepadanya. Gelar ‘profesor’ kini terkena aib setitik yang digeneralisasi kepada para ilmuan yang sudah tulus dalam ‘pertapaan’ akademiknya, keikhlasan dalam melahirkan nilai-nilai kehidupan untuk menciptaan manusia yang beradab, gagasan mulia untuk terus memberi manfaat atas eksistensi dirinya di Tengah hiruk pikuk kehidupan Masyarakat.

Niretika versus Pembangunan nilai

Ihwal beberapa kasus yang dilakukan oleh beberapa oknum, baik di Lembaga Pendidikan maupun institusi non pendidikan, menjadi sorotan publik tentang professor. Professor yang dipertanyakan atau yang dicibir tentu mereka yang di mata publik sungguh berat dalam pengakuan akademiknya akan tetapi secara tiba-tiba professor itu bisa disandang begitu saja. Netizen dengan mudah menghakimi seakan semua professor demikian, cara instan untuk mendapatkannya seakan-akan semua professor lain pun demikian. Para Profesor yang betul-betul sesuai prosedur dalam pencapaiannya dan dapat dipertanggungjawabkan ekpertise akademiknya tentu tidak mau melakukan counter di medsos atas info-info tidak berimbang dari netizen. Tentu, professor yang sesungguhnya memiliki cara lain untuk memberikan literasi akademik yang jauh lebih dewasa di forum-forum yang tepat.

Kebedaan kondisi yang terbelah secara diametral akhir-akhir ini adalah upaya para professor yang sudah mengikuti prosedur dalam pencapaian gelar ini di satu sisi dan professor ‘jadi-jadian’ di sisi lain. Profesor sesungguhnya adalah pribadi-pribadi yang mengedepankan etika akademik sementara professor ‘jadi-jadian’ adalah pribadi pragmatis dan bergerak otomatis untuk menjadi ‘sekan-akan’ seorang ahli.

Kondisi yang miris jika melihat sisi Profesor sesungguhnya adalah mereka sebagai gawang utama untuk menancapkan nilai-nilai moral, fondasi peradaban, dan teladan bagi Masyarakat. Namun, kini gelar akademik itu tercerabut oleh kepentingan tertentu yang membutuhkan legitimasi moral yang ada dalam diri professor. Nilai yang terbalik antara penegak dan perusak etika. Hal ini seakan topeng yang digunakan oleh seseorang untuk mampu memainkan karakter topeng itu akan tetapi digunakan oleh orang yang salah karena tidak memahami karakter topeng itu sendiri.  

Profesor; Penyeimbang Masa Depan

Kehadiran professor sesungguhnya sebagai penyeimbang kehidupan. Apapun sebutan orang-orang yang berilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum; Profesor, Kyai, Ustad, Guru, dan sebutan-sebutan lainnya, merupakan identitas luhur yang sangat dikagumi Masyarakat/ummat/pengikut. Dalam segala percaturan kehidupan, dengan segala riuh rendahnya kepolitikan, masalah ekonomi, maupun sosial lainnya, sebagai penyeimbang dari semua itu dibutuhkan ketokohan yang mampu berfikir dan bertindak jernih dalam pengambilan Keputusan yang bijak untuk semua. Tindakan bijak itu tentu ada pada kaum akademik yang senantiasa melihat segala sesuatu dari sisi kemaslahatan untuk semua, tidak untuk kepentingan sepihak dan sesaat.

Penyeimbang dimaknai sebagai pribadi yang berani mengambil resiko atas keputusannya yang berdampak pada serangan kaum penguasa maupun pihak-pihak yang berkepentingan hanya untuk dirinya. Penyeimbang itu juga berwujud dalam perilaku kritis harmonis, kritis strategis, maupun kritis dinamis.

Ketiga karakter itu dapat dilihat dalam bentuk responsive seorang professor terhadap masalah-masalah public, memberikan tawaran Solusi, dan membersamai dalam melakukan eksekusi. Inilah ruh penyeimbang sesungguhnya. Karena professor lahir dari Rahim akademik, maka pendekatan akademik itulah sebagai sandaran utamanya. Diluar sandaran akademik, maka professor bukanlah professor, namun ia hanya sebatas ‘pengguna label’ yang akan diuji oleh Masyarakat.

Oleh

Nanan Abdul Manan

Ketua ICMI ORDA Kabupaten Kuningan

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Monitor Saham BUMN



News19 minutes ago

Mendikdasmen Soal Kelas Coding Jadi Mata Pelajaran Pilihan

Sportechment29 minutes ago

Erick Thohir: Timnas Indonesia Raksasa yang Tertidur

Migas40 minutes ago

Perkuat Ketahanan Energi, Pertamina Rampungkan Terminal LPG Bima

Sportechment3 hours ago

Kenapa Mobil Hybrid Tak Diberi Intensif? Ini Alasan Kemenkeu

Ruang Sujud4 hours ago

Islamofobia Meningkat, Muslim Inggris Banyak Yang Ingin Pindah

News4 hours ago

Resmi Jadi Ketua KPK, Intip Profil Singkat Setyo Budiyanto

Logistik7 hours ago

Sumbangsih Nyata PT KAI untuk Ribuan Putra-Putri TNI/Polri, Apa Saja?

Ruang Sujud7 hours ago

Resah Karena Ujian Hidup, Begini Nasehat Ustadz Adi Hidayat

News7 hours ago

Budi Gunawan: 97 Ribu Anggota TNI-Polri Diduga Main Judi Online

Logistik8 hours ago

Transformasi Pelindo Dukung Biaya Logistik Kompetitif

News8 hours ago

Pesona Peci Hitam: Gaya Diplomasi Unik Presiden Prabowo di Kancah Internasional

Ruang Sujud10 hours ago

Terjadi Lagi! Amerika Serikat Veto Penolakan Gencatan Senjata Di Gaza

Ruang Sujud13 hours ago

Terjadi Penjarahan Makanan Untuk Pengungsi, Hamas Ambil Langkah Ini

News16 hours ago

Siap-siap! Mendikdasmen Bakal Tempatkan Guru PPPK di Sekolah Swasta

Sportechment16 hours ago

Duduki Posisi 4 Klasemen Sementara, Brasil Optimis Lolos ke Piala Dunia 2026

Sportechment17 hours ago

Deretan Pemenang Piala Citra FFI 2024, “JESEDEF” Borong 6 Piala

Sportechment17 hours ago

Berkat Film Ini Nirina Zubir Sabet Piala Citra 2024 sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik

Sportechment1 day ago

Ivar Jenner Sebut 3 Pemain Timnas Indonesia Ini Layak Berkarier di Eropa

Sportechment1 day ago

Diundang Raffi Ahmad ke Andara, Nathan Tjoe A-On Ajak Rafathar Main Bola

Ruang Sujud1 day ago

Tegas! Ini Pernyataan Wamenlu Di Depan Negara Muslim Terkait Palestina