Monitorday.com – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim, menegaskan bahwa Dewan Pimpinan Pusat tidak pernah mengajak masyarakat untuk memboikot produk-produk Prancis yang ada di Indonesia.
Namun, MUI tetap menganggap tindakan pemerintah Prancis yang melarang warganya untuk menggunakan hijab di ajang Olimpiade 2024 sebagai tindakan yang tidak terhormat.
“Tidak ada ajakan untuk boikot produk-produk Prancis. Tapi, tindakan pemerintah Prancis itu benar-benar tidak terhormat, merusak prinsip-prinsip Prancis yaitu liberty, equality, fraternity, dan merusak hak-hak dasar beragama umat Islam,” ujarnya dalam keterangan resminya, Kamis (8/8/2024).
Dia mengatakan, larangan penggunaan hijab bagi umat Islam termasuk dalam tindakan islamofobia, yang telah diakui oleh PBB melalui resolusi yang harus diperangi.
“Tindakan ini juga merusak prinsip-prinsip demokrasi yaitu menghormati kaum minoritas,” tukasnya.
Menurut Sudarnoto, pemerintah Prancis, dengan alasan apapun, tidak boleh mendiskriminasi dan memperlakukan orang Muslim secara negatif. Seharusnya, mereka memberikan serta melindungi hak-hak dasar warganya.
Ini bukan pertama kalinya pemerintah Prancis menunjukkan sikap islamofobia dan memperlakukan Muslim secara tidak adil dan tidak terhormat.
Kontroversi terkait pelarangan pemakaian hijab di Olimpiade Prancis muncul setelah Menteri Olahraga Prancis, Amelie Oudea-Castera, melarang penggunaan hijab untuk atlet Prancis di Olimpiade 2024.
Ia memastikan tidak boleh ada atlet tuan rumah yang memakai hijab selama ajang berlangsung. “Perwakilan delegasi kami dari tim Prancis tidak akan menggunakan kerudung,” katanya.
Amelie menyatakan sikap ini untuk mencegah ‘proselytism’, istilah yang diartikan sebagai tindakan mengajak orang lain untuk mengikuti ajaran agama atau sikap politik tertentu dengan gaya hidup sehari-hari.
“Terdapat pelarangan terhadap segala bentuk ‘proselytism’, karena netralitas pelayanan publik bersifat absolut,” ujarnya.
Menanggapi larangan tersebut, organisasi non-pemerintah Amnesty International langsung mengecam keputusan pemerintah Prancis itu.
“Larangan penggunaan hijab di Olimpiade 2024 tersebut melemahkan upaya menjadikan olahraga lebih inklusif dan membuktikan bahwa atlet Muslim berhijab di Prancis akan terus mendapat diskriminasi,” tulis organisasi ini.
Dalam laporan Amnesty International disebutkan bahwa Prancis adalah satu-satunya negara Eropa peserta Olimpiade yang melarang hijab untuk kontingennya di Olimpiade 2024 dan Paralimpiade 2024.
Selain itu, Prancis adalah satu-satunya pihak dari 38 negara di Eropa yang memboikot hijab di berbagai olahraga seperti sepak bola, basket, dan voli.
Komite Olimpiade Internasional (IOC) menyatakan bahwa tidak ada pelarangan serupa terhadap atlet negara lain di Olimpiade 2024. Namun, di satu sisi, pelarangan hijab bagi atlet disebut tidak sejalan dengan regulasi IOC dan tidak ada teguran kepada Prancis terhadap ini.
Selain itu, IOC memastikan tidak ada larangan bagi wanita berhijab selama berada di wisma atlet. Selama di sana, para peserta dibebaskan menunjukkan identitas agama dan budaya.
“Untuk wisma atlet hanya peraturan IOC yang berlaku. Tidak ada larangan menggunakan hijab atau simbol agama dan budaya,” tulis IOC.