Monitorday.com – Pakar ilmu politik dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Ardli Johan Kusuma, menyebutkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan di Pilkada 2024 merupakan sebuah kejutan positif bagi proses demokrasi di Indonesia.
“Putusan MK mengenai ambang batas perolehan suara partai sebagai syarat pencalonan kepala daerah ini adalah sebuah kejutan yang berdampak positif bagi demokrasi kita,” ujar Ardli, kepada wartawan, Selasa (20/8).
Ia menjelaskan bahwa salah satu dampak positif dari putusan tersebut adalah penurunan ambang batas minimal bagi partai politik untuk mencalonkan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Menurut Ardli, penurunan ini akan memudahkan lebih banyak partai politik untuk mengusung kandidat dalam Pilkada.
“Jika sebelumnya partai politik harus memenuhi minimal 25 persen suara, baik dari satu partai atau gabungan beberapa partai, kini persyaratannya diturunkan. Untuk daerah dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) 6-12 juta jiwa, ambang batasnya menjadi 7,5 persen, dan untuk daerah dengan DPT lebih dari 12 juta jiwa, ambang batasnya turun menjadi 6,5 persen,” jelasnya.
Sebelumnya, MK menetapkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mencalonkan pasangan gubernur dan wakil gubernur jika telah memenuhi persyaratan tertentu berdasarkan jumlah penduduk di daerah tersebut.
Ambang batas ini bervariasi tergantung pada jumlah pemilih tetap di setiap provinsi, kabupaten, atau kota, dengan persentase yang lebih rendah dari ketentuan sebelumnya.