News
Soft Diplomacy Direktorat POA di Australia, Bahas Isu Monumental
Published
1 month agoon
By
Natsir AmirMonitorday.com – Kunjungan Direktorat Pengendalian Operasi Armada (POA) Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan (PSDKP) Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) ke sejumlah Institusi Australia yang berkaitan dengan sumber daya kelautan dan perikanan adalah wujud konkrit soft diplomacy monumental.
Plt Direktur POA, Saiful Umam S.St.Pi.,M.M mengatakan, sesuai atensi pimpinan, kerja-kerja besar PSDKP yang bekerjasama dengan lintas sektoral, baik dalam dan luar negeri perlu diketahui publiK.
Untuk itu, POA menghadiri Capacity Building Workshop on Risk-based National Compliance and Enforcement Strategy di sejumlah institusi Australia seperti 1) Kantor Australian Fisheries Management Authority (AFMA), 2) Maritime Border Command (MBC), 3) Departement of Agriculture, Fisheries and Forestry (DAFF) dan 4) Departement of Foreign Affairs and Trade (DAFT) di Canberra-Australia, Rabu – Jum’at, (16-18/10/2024).
” Atensi Pak Dirjen PSDKP, Dr. Pung Nugroho Saksono agar Strategi pengawasan berbasis risiko yang merupakan pendekatan penting dalam mendukung penerapan ekonomi biru di Indonesia, terutama dalam konteks penangkapan ikan terukur sangat tepat dilakukan. Kami mendapat banyak insight dari workshop ini,” ujar Saiful seraya mengapresiasi sambutan hangat dari Chief Executive Office AFMA, Wez Norris dan Chief of Operation MBC, Troy Van Tienhoven.
Lebih lanjut, Saiful menerangkan, tujuan kunjungan in yakni 1) Mengembangkan kebijakan nasional tentang strategi pengawasan berbasis risiko guna mendukung penerapan ekonomi biru, termasuk penangkapan ikan yang terukur, 2) Meningkatkan kapasitas petugas pengawasan perikanan Indonesia dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan merencanakan pengawasan berbasis risiko, 3) Menghasilkan dokumen kebijakan nasional yang menjadi referensi bagi pelaksanaan pengawasan kepatuhan berbasis risiko oleh Ditjen PSDKP.
” Strategi kepatuhan dan penegakan hukum berbasis risiko (Risk-based National Compliance and Enforcement Strategy) adalah pendekatan yang semakin penting dalam pengelolaan kebijakan publik dan regulasi yang berfokus pada identifikasi dan penanganan risiko. Pendekatan ini memungkinkan Institusi untuk mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien dan efektif,” ujar Saiful.
Saiful menyoroti sejumlah isu penting seperti pengenalan dan pengelolaan perikanan berbasis kuota, termasuk perangkat MCS untuk mendukung pengelolaan perikanan yang disampaikan secara bergantian oleh pihak AFMA dan KKP untuk memaparkan kondisi yang telah dilaksanakan di masing-masing negara.
Kemudian, studi kasus pengelolaan perikanan berbasis kuota di Australia, AFMA menyampaikan tentang pengelolaan Eastern Tuna and Billfish Fishery including Southern Bluefin Tuna. AFMA juga memberlakukan kebijakan untuk penegakan kepatuhan pengelolaan perikanan di Australia dengan menerapkan unsur-unsur meliputi i) penggunaan Vessel Monitoring System (VMS), ii) E Monitoring System (sistem menggunakan kamera untuk verifikasi akurasi data logbook dan mengidentifikasi jenis ikan yang tertangkap), iii) logbook penangkapan harian, dan iv) Catch Disposal Records (pencatatan data tangkapan).
Tim KKP juga turut menyambangi Maritime Border Centre (MBC) sekaligus mengikuti paparan dari Lembaga tersebut soal institusi, sarana dan prasarana, ancaman dan kerawanan di wilayah laut Australia, mekanisme pengawasan dan upaya yang dilakukan dalam pengawasan terpadu di laut baik internal maupun melalui operasi bersama dengan negara tetangga.
MBC memberikan apresasi atas kerjasama dengan pihak Indonesia dalam penanganan permasalahan illegal fishing terutama di wilayah perbatasan dan kerjasama operasi yang di laut yang secara rutin dilakukan dalam operasi Gannet dan Jawline Arafuru. Pihak MBC menyampaikan apresiasi atas kesuksesan dalam operasi Jawline Arafuru bulan September lalu.
Saiful menyampaikan, Ditjen PSDKP berterima kasih atas dukungan MBC dalam penanganan illegal fishing, terutama pada saat penangkapan Run Zeng 03, dukungan logistik untuk operasi Jawline Arafuru. Indonesia juga mengupdate upaya dalam pencegahan dan penanggulangan people smuggling, yang dibuktikan dengan People Smunggling di Kupang pada Bulan Agustus 2024.
Selain MBC, Saiful beserta rombongan di terima oleh Assistant Secretary for South East Asia Strategy and Development Division DFAT dan Diplomat yang khusus menangani kerjasama dengan Pemerintah RI. DFAT menyampaikan dukungan terhadap penanganan upaya Indonesia dalam pemberantasan IUU Fishing dan harapan untuk peningkatan dalam kerjasamanya. Secara khusus, DFAT juga menyampaikan komitmen dari Pemerintah RI terkait nelayan pelintas batas yang masih menjadi permasalahan di perbatasan.
KKP menyampaikan apresiasi kepada DFAT atas dukungan dalam Public Information Campaign di wilayah NTT dan peningkatan kapasitas SDM melalui pemberian beasiswa. Upaya untuk menyelesaikan nelayan pelintas batas di NTT dapat dilakukan dengan pemberian bantuan akses permodalan dan sarana prasarana produksi (livelihood) sehingga nelayan pelintas batas dapat beralih mata pencaharian.
Terakhir, Saiful kembali menegaskan bahwa workshop ini memberikan implikasi signifikan terhadap Indonesia-Australia, khususnya pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, sekaligus memperkuat hubungan baik kedua negara.