Connect with us

Ruang Sujud

Inilah Tips Kelola Keuangan Ala Rasululah SAW

Published

on

Monitorday.com – Rasulullah SAW dikenal sebagai sosok yang cakap dalam mengatur keuangan dan juga pengusaha sukses. Beberapa cara yang dapat dicontohkan dalam mengelola keuangan ala Rasulullah SAW antara lain:

Mengeluarkan Sedekah
Rasulullah SAW mengajarkan bahwa sedekah tidak akan mengurangi harta, malah akan meningkatkan kemuliaan dan derajat seseorang. Dalam Al-Qur’an juga dijelaskan bahwa sedekah yang dikeluarkan di jalan Allah akan dilipatgandakan pahalanya, bahkan serupa dengan benih yang tumbuh menjadi tujuh bulir yang masing-masing berisi seratus biji.

Berusaha Mencari Rezeki
Rasulullah SAW mendorong umatnya untuk mencari rezeki dengan cara yang halal dan mandiri, seperti yang dijelaskan dalam hadits Bukhari bahwa lebih baik mencari rezeki sendiri daripada meminta-minta kepada orang lain.

Mencatat Pengeluaran
Rasulullah SAW menegaskan bahwa setiap amal perbuatan manusia akan dihisab di akhirat, termasuk pengelolaan harta. Hal ini menunjukkan pentingnya mencatat pengeluaran agar dapat terlihat dengan jelas bagaimana harta tersebut digunakan.

Menabung
Rasulullah SAW menyarankan umat Islam untuk menabung, karena itu akan memberikan keuntungan bagi kehidupan masa depan. Hadits Bukhari menegaskan bahwa menabung merupakan cara yang baik untuk merencanakan masa depan.

Hindari Berutang
Rasulullah SAW mengingatkan agar umat Islam berhati-hati dalam berutang. Jika terpaksa berutang, maka utang tersebut harus dibayar kembali dengan niat yang baik. Hal ini juga penting karena utang berkaitan dengan kehidupan dunia dan akhirat.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ruang Sujud

Pentingnya Komunikasi dalam Hubungan Pernikahan

Published

on

Monitorday.com – Pernikahan bukan hanya tentang pesta meriah atau foto-foto romantis di media sosial, melainkan tentang perjalanan panjang dua individu membangun kehidupan bersama.
Di perjalanan ini, salah satu pondasi terpenting adalah komunikasi.
Tanpa komunikasi yang sehat, hubungan sekuat apa pun perlahan bisa rapuh.
Komunikasi adalah jembatan yang menghubungkan dua hati, dua pikiran, dan dua dunia yang berbeda.
Kalau kamu ingin pernikahanmu awet dan penuh kebahagiaan, yuk pahami kenapa komunikasi itu sangat penting!

1. Komunikasi Membuka Ruang untuk Saling Memahami

Setiap orang punya latar belakang, kebiasaan, dan cara berpikir yang berbeda.
Tanpa komunikasi yang baik, perbedaan-perbedaan itu bisa menimbulkan salah paham yang berujung pada pertengkaran.
Dengan saling berbicara dari hati ke hati, pasangan bisa lebih memahami kebutuhan, keinginan, serta batasan masing-masing.
Komunikasi membuat kamu tahu kapan pasanganmu butuh didengar, kapan butuh ditemani, atau kapan ia hanya ingin ruang untuk dirinya sendiri.

2. Membantu Mengatasi Masalah Sejak Dini

Masalah dalam rumah tangga itu pasti ada, sekecil apa pun.
Yang membedakan pasangan bahagia dan tidak bahagia adalah bagaimana mereka mengelola masalah tersebut.
Komunikasi yang terbuka memungkinkan kamu dan pasangan mendeteksi masalah sejak kecil sebelum membesar dan jadi bom waktu.
Dengan berbicara jujur tentang apa yang dirasakan dan dipikirkan, solusi bisa ditemukan lebih cepat dan lebih efektif.

3. Menumbuhkan Rasa Saling Percaya

Kepercayaan adalah pilar utama dalam pernikahan, dan komunikasi adalah jalannya.
Ketika kamu jujur, terbuka, dan tidak menyembunyikan sesuatu dari pasangan, kepercayaan akan tumbuh secara alami.
Sebaliknya, kalau ada banyak rahasia, rasa curiga akan muncul dan perlahan menggerogoti hubungan.
Ingat, kepercayaan itu butuh waktu lama untuk dibangun, tapi bisa hancur hanya dalam hitungan detik kalau komunikasi tidak dijaga.

4. Meningkatkan Kualitas Kehidupan Seksual

Komunikasi bukan cuma soal obrolan sehari-hari atau diskusi keuangan, tapi juga soal kebutuhan emosional dan fisik, termasuk urusan seksual.
Banyak pasangan yang merasa tidak puas dalam hubungan karena mereka malu atau takut membicarakan hal-hal sensitif ini.
Padahal, dengan saling terbuka tentang keinginan, ketidaknyamanan, dan harapan di ranjang, hubungan menjadi lebih sehat, intim, dan memuaskan kedua belah pihak.

5. Membantu Menyelaraskan Harapan

Setiap orang membawa harapan tertentu ke dalam pernikahan, baik disadari maupun tidak.
Kalau harapan ini tidak dikomunikasikan, bisa terjadi ketidakpuasan atau bahkan kekecewaan.
Dengan berbicara terbuka tentang harapan masing-masing — seperti peran suami-istri, pembagian tugas rumah tangga, atau cara mendidik anak — hubungan akan lebih harmonis dan adil.
Komunikasi membuat segala sesuatu lebih jelas dan menghindarkan dari ekspektasi yang tidak realistis.

6. Membuat Hubungan Tetap Dekat Meski Waktu Berlalu

Banyak pasangan yang merasa semakin jauh satu sama lain seiring bertambahnya usia pernikahan.
Kesibukan kerja, urusan anak, dan tekanan hidup sering membuat komunikasi jadi jarang atau sekadar formalitas.
Padahal, berbicara tentang hal-hal sederhana — seperti apa yang terjadi di kantor hari ini, atau film apa yang ingin ditonton bersama — bisa menjaga keintiman emosional.
Komunikasi rutin, walau singkat, mempererat ikatan batin dan membuat hubungan terasa selalu baru.

7. Membantu Menyelesaikan Konflik dengan Sehat

Dalam setiap hubungan, konflik itu wajar.
Yang penting bukan menghindari konflik, tapi bagaimana cara mengelolanya.
Komunikasi yang efektif membantu menyelesaikan konflik tanpa saling menyakiti atau memperpanjang masalah.
Teknik seperti mendengarkan dengan empati, berbicara tanpa menyalahkan, dan mencari solusi bersama sangat berguna untuk menjaga hubungan tetap sehat di tengah perbedaan.

8. Menjadi Sarana untuk Saling Menghargai

Melalui komunikasi, pasangan bisa saling menunjukkan penghargaan, pujian, atau sekadar ucapan terima kasih.
Gestur kecil seperti “terima kasih sudah membantu”, “kamu keren hari ini”, atau “aku bangga sama kamu” mungkin terlihat sepele, tapi sangat berarti dalam memperkuat hubungan.
Komunikasi positif seperti ini membuat pasangan merasa dihargai, dicintai, dan termotivasi untuk terus memberikan yang terbaik dalam hubungan.

9. Mencegah Perasaan Kesepian dalam Hubungan

Ironisnya, banyak orang merasa kesepian bahkan setelah menikah.
Biasanya, ini terjadi karena komunikasi yang terputus.
Pasangan yang jarang berbicara dari hati ke hati akan merasa seperti dua orang asing di bawah satu atap.
Dengan menjaga komunikasi terbuka, pasangan bisa saling menjadi teman, sahabat, dan pendengar terbaik satu sama lain, menghapus rasa kesepian meski dunia di luar kadang terasa berat.

Penutup

Komunikasi adalah nafas dari sebuah pernikahan.
Tanpanya, hubungan akan terasa kaku, kosong, dan penuh kesalahpahaman.
Sebaliknya, dengan komunikasi yang sehat, sebuah pernikahan bisa menjadi ruang aman untuk tumbuh, belajar, dan berbagi kebahagiaan.
Jadi, jangan pernah berhenti berbicara, mendengarkan, dan memahami pasanganmu.
Karena dalam komunikasi yang tulus, kamu tidak hanya membangun hubungan, tapi juga memperkuat cinta yang akan bertahan seumur hidup.

Continue Reading

Ruang Sujud

Tips Memilih Pasangan Hidup yang Tepat

Published

on

Monitorday.com – Memilih pasangan hidup bukan keputusan kecil — ini adalah salah satu pilihan terbesar yang akan mempengaruhi kebahagiaan, kesehatan mental, dan masa depanmu.
Banyak orang jatuh cinta dan merasa semuanya akan berjalan lancar begitu menikah, tapi faktanya, cinta saja tidak cukup.
Pasangan hidup yang tepat bukan hanya yang membuatmu berbunga-bunga, tapi juga yang mampu menemanimu bertumbuh, menghadapi masalah, dan menjalani hidup dengan penuh makna.
Nah, supaya kamu nggak salah pilih, yuk simak beberapa tips penting dalam memilih pasangan hidup!

1. Kenali Diri Sendiri Dulu

Sebelum mencari pasangan, kamu harus benar-benar mengenal siapa dirimu, apa nilai-nilai yang kamu pegang, tujuan hidupmu, serta kekuatan dan kelemahanmu.
Kalau kamu belum tahu apa yang benar-benar kamu butuhkan, kamu akan lebih mudah tergoda dengan hal-hal yang hanya bersifat sementara, seperti ketampanan atau popularitas.
Memahami diri sendiri membantu kamu lebih selektif dan tahu pasangan seperti apa yang bisa melengkapi hidupmu, bukan sekadar memperindah feed Instagram-mu.

2. Cari yang Satu Visi dan Nilai Hidup

Cinta memang bisa menyatukan dua orang yang berbeda, tapi untuk jangka panjang, visi dan nilai hidup yang sejalan jauh lebih penting.
Apakah kamu dan dia punya pandangan yang sama tentang agama, keluarga, pendidikan anak, keuangan, dan kehidupan sosial?
Perbedaan visi bisa jadi bom waktu yang meledak saat kalian mulai membangun rumah tangga.
Cari seseorang yang mungkin berbeda karakter, tapi tetap satu frekuensi dalam hal prinsip hidup.

3. Perhatikan Karakter, Bukan Hanya Penampilan

Tampilan luar bisa memikat hati, tapi karakter adalah fondasi utama dalam sebuah hubungan.
Orang yang jujur, sabar, bertanggung jawab, dan bisa dipercaya jauh lebih berharga daripada sekadar good looking.
Ketika masa sulit datang — entah itu masalah finansial, kesehatan, atau keluarga — karakter pasanganmu lah yang akan menentukan bagaimana kalian melewatinya bersama.
Kalau cuma bermodalkan ganteng atau cantik tapi minim karakter, siap-siap saja banyak drama dalam perjalanan rumah tangga.

4. Lihat Cara Dia Memperlakukan Orang Lain

Sikap seseorang terhadap orang-orang di sekitarnya — terutama yang tidak berkepentingan dengannya, seperti pelayan restoran atau satpam — banyak mengungkapkan kepribadiannya.
Kalau dia sopan, sabar, dan menghormati orang lain, itu pertanda baik tentang bagaimana dia akan memperlakukanmu nantinya.
Sebaliknya, kalau dia suka merendahkan atau bersikap kasar kepada orang lain, jangan berharap dia akan selalu lembut padamu saat masalah datang.

5. Diskusikan Masa Depan Secara Terbuka

Jangan ragu untuk membahas topik-topik serius sejak awal, seperti keuangan, karier, anak, dan hubungan dengan keluarga besar.
Kalau dari awal sudah ada ketidakcocokan dalam hal-hal mendasar ini, lebih baik tahu sebelum semuanya terlanjur jauh.
Pasangan hidup yang tepat adalah orang yang bisa diajak berdiskusi terbuka tanpa drama, bukan yang menghindari pembicaraan penting.

6. Perhatikan Bagaimana Kamu Menjadi Diri Sendiri di Dekatnya

Pasangan yang tepat membuatmu merasa nyaman menjadi dirimu sendiri, tanpa harus berpura-pura atau menahan-nahan apa yang kamu pikirkan.
Kalau kamu merasa harus berubah menjadi orang lain agar diterima, itu pertanda hubungan tersebut mungkin tidak sehat untuk jangka panjang.
Pernikahan yang sehat dibangun atas dasar penerimaan, bukan paksaan untuk memenuhi ekspektasi yang tidak realistis.

7. Uji Hubungan Saat Masa Sulit

Masa sulit adalah ujian terbaik untuk melihat kualitas hubungan kalian.
Apakah pasanganmu tetap setia mendukung ketika kamu dalam keadaan sulit?
Apakah dia bisa tetap sabar saat kalian berbeda pendapat?
Kalau dia hanya hadir saat senang tapi menghilang saat kamu butuh dukungan, sebaiknya pikirkan lagi sebelum melangkah lebih jauh.

8. Dengarkan Intuisi dan Masukan Orang Terdekat

Seringkali, kita terlalu terbawa perasaan dan mengabaikan red flags yang sebenarnya sudah jelas.
Mendengarkan intuisi pribadi itu penting, tapi jangan abaikan juga masukan dari orang-orang terdekatmu, seperti keluarga dan sahabat.
Mereka mungkin melihat sesuatu yang tidak kamu sadari karena kamu sedang dibutakan oleh cinta.
Bukan berarti kamu harus selalu mengikuti pendapat orang lain, tapi setidaknya dengarkan dan pertimbangkan dengan bijak.

9. Bersiaplah Bertumbuh Bersama

Pasangan hidup bukan tentang mencari orang yang sempurna, melainkan tentang memilih seseorang yang mau bertumbuh bersama.
Kamu dan pasangan pasti akan berubah seiring waktu — entah karena usia, pengalaman, atau situasi hidup.
Pasangan yang tepat adalah yang bersedia berjalan berdampingan, saling belajar, saling menguatkan, dan terus memperbaiki hubungan dari waktu ke waktu.

Penutup

Memilih pasangan hidup adalah proses panjang yang butuh kesabaran, ketelitian, dan kejujuran pada diri sendiri.
Jangan buru-buru hanya karena tekanan sosial atau takut disebut “ketinggalan”.
Lebih baik sedikit lambat tapi tepat, daripada cepat tapi salah dan menyesal seumur hidup.
Ingat, pasangan hidupmu akan menjadi teman seperjalanan panjang — pastikan kamu memilih dengan hati dan pikiran yang jernih.

Continue Reading

Ruang Sujud

Kenapa Nikah Muda Bukan Cuma Soal Cinta?

Published

on

Monitorday.com – Di zaman sekarang, keputusan untuk menikah muda seringkali dipandang penuh romantisme. Banyak yang membayangkan kehidupan pernikahan muda sebagai perjalanan seru berdua, penuh cinta dan petualangan. Tapi di balik semua itu, ada banyak hal serius yang perlu dipikirkan. Nikah muda bukan cuma soal cinta semata, melainkan soal kesiapan menghadapi realita kehidupan. Tanpa persiapan yang matang, cinta saja tidak cukup untuk membuat pernikahan bertahan lama.

Cinta Itu Penting, Tapi Tidak Cukup

Tidak ada yang salah dengan cinta, tentu saja. Cinta adalah pondasi awal dari sebuah hubungan. Tapi dalam kehidupan pernikahan, cinta harus dibarengi dengan tanggung jawab, pengertian, dan ketahanan menghadapi masalah.
Banyak pasangan muda yang awalnya penuh cinta, namun ketika dihadapkan dengan kenyataan seperti masalah ekonomi, perbedaan karakter, dan tekanan dari luar, cinta itu perlahan mulai goyah.
Nikah muda yang hanya berlandaskan perasaan tanpa dibarengi kesiapan mental dan emosional bisa membuat pernikahan menjadi rentan terhadap konflik, bahkan perceraian.

Kesiapan Mental Adalah Kunci

Saat menikah muda, banyak tantangan yang harus dihadapi bersama, mulai dari penyesuaian karakter hingga tanggung jawab baru yang tidak pernah diajarkan di sekolah.
Kesiapan mental berarti kamu dan pasangan mampu menyelesaikan masalah tanpa saling menyalahkan, bisa berkomunikasi dengan baik, serta mampu menerima perubahan hidup dengan lapang dada.
Dalam pernikahan, kamu akan menemukan banyak hal kecil yang sebelumnya tidak kamu sadari. Misalnya, bagaimana cara pasangan mengelola emosi, mengatur uang, hingga mengurus rumah tangga.
Tanpa kesiapan mental yang kuat, hal-hal sepele bisa menjadi sumber pertengkaran yang besar.

Kemandirian Finansial Itu Wajib

Cinta memang membahagiakan, tapi cinta tidak bisa membayar listrik, cicilan rumah, atau belanja bulanan.
Menikah muda artinya kamu harus siap secara finansial. Tidak harus kaya raya, tapi minimal sudah mampu memenuhi kebutuhan dasar rumah tangga tanpa terlalu bergantung pada orang tua.
Merencanakan keuangan bersama, menetapkan prioritas, dan belajar hidup hemat adalah keterampilan penting dalam membangun keluarga muda.
Jika tidak dipersiapkan sejak awal, tekanan finansial bisa menggerogoti hubungan, bahkan cinta yang paling kuat sekalipun.

Komitmen Bukan Sekadar Kata-kata

Menikah berarti berkomitmen untuk tetap bersama dalam kondisi apapun: sehat ataupun sakit, kaya ataupun miskin, bahagia ataupun sedih.
Komitmen ini lebih dalam dari sekadar janji saat akad nikah atau ucapan manis saat pacaran.
Komitmen artinya berusaha memperbaiki hubungan saat terjadi masalah, bukan lari atau menyerah.
Nikah muda yang hanya didasari emosi sesaat tanpa memahami beratnya komitmen seringkali membuat pasangan mudah menyerah saat badai pertama datang menghantam.

Dukungan Keluarga dan Lingkungan

Dalam pernikahan muda, dukungan keluarga dan lingkungan sekitar sangat berpengaruh terhadap keberhasilan membangun rumah tangga.
Keluarga yang suportif bisa menjadi tempat bertanya, berbagi beban, atau bahkan membantu memberikan arahan saat pasangan muda kebingungan menghadapi masalah baru.
Sebaliknya, tekanan atau ketidaksetujuan dari keluarga bisa menjadi beban tambahan yang memperumit situasi.
Karena itu, sebelum menikah muda, penting untuk membicarakan rencana pernikahan dengan keluarga, mencari restu, dan memastikan ada sistem pendukung yang kuat.

Menyadari Bahwa Tumbuh Itu Proses Bersama

Menikah muda berarti kamu dan pasangan akan bertumbuh bersama. Tidak ada yang langsung sempurna saat hari pertama menjadi suami atau istri.
Kamu akan belajar banyak hal baru tentang kehidupan, tentang pasanganmu, dan tentang dirimu sendiri.
Karena itu, fleksibilitas, rasa sabar, dan kemauan untuk terus belajar sangat penting.
Jangan berharap pasanganmu langsung tahu segalanya atau bisa membaca pikiranmu. Nikah muda sukses ketika kedua belah pihak mau saling mendukung dalam proses bertumbuh ini.

Penyesuaian Gaya Hidup

Menikah berarti tidak lagi memikirkan diri sendiri, tetapi juga memikirkan pasangan. Gaya hidup yang dulu bebas harus disesuaikan dengan kebutuhan bersama.
Kamu tidak bisa lagi membuat keputusan sepihak atau menghabiskan uang untuk hobi pribadi tanpa mempertimbangkan kebutuhan keluarga.
Nikah muda mengharuskan kamu belajar menyeimbangkan antara kebutuhan pribadi dan kebutuhan rumah tangga.
Kalau tidak siap berkompromi, pernikahan bisa terasa seperti beban, bukan kebahagiaan.

Penutup

Nikah muda memang indah, tapi bukan sekadar tentang cinta dan euforia sesaat. Ini tentang kesiapan mental, finansial, emosional, serta komitmen untuk bertumbuh bersama.
Cinta tetap menjadi bahan bakar utama, tetapi cinta yang disertai kesiapan yang matang akan membuat perjalanan pernikahan menjadi lebih kuat dan indah.
Jadi, jika kamu berpikir untuk menikah muda, pastikan kamu siap bukan hanya mencintai, tapi juga membangun dan bertahan dalam kehidupan nyata yang penuh warna.

Continue Reading

Ruang Sujud

5 Hal yang Harus Dipersiapkan Sebelum Menikah

Published

on

Monitorday.com – Menikah adalah salah satu keputusan besar dalam hidup yang membawa banyak kebahagiaan, tantangan, dan tanggung jawab baru. Namun, seringkali semangat untuk segera menikah membuat banyak orang lupa bahwa pernikahan bukan hanya tentang pesta yang meriah atau status baru, melainkan tentang membangun kehidupan bersama. Sebelum mengambil langkah besar ini, ada beberapa hal penting yang wajib dipersiapkan agar perjalanan rumah tangga bisa dimulai dengan pondasi yang kuat. Berikut lima hal utama yang perlu kamu siapkan sebelum menikah.

1. Kesiapan Mental dan Emosional

Menikah berarti siap berbagi hidup dengan orang lain, dalam suka maupun duka. Ini membutuhkan kesiapan mental dan emosional yang matang. Kamu harus mampu mengelola emosi, menyelesaikan konflik dengan dewasa, serta siap untuk berkomitmen jangka panjang.
Jangan sampai masuk ke pernikahan hanya karena tekanan sosial, usia, atau karena “semua teman sudah menikah”. Pastikan kamu benar-benar siap menerima pasangan apa adanya, termasuk kekurangannya.
Penting juga untuk menyadari bahwa pernikahan bukanlah akhir dari masalah hidup, melainkan awal dari perjalanan baru yang penuh tantangan. Komunikasi yang terbuka, kepercayaan, dan kesabaran menjadi kunci untuk menjaga hubungan tetap harmonis.

2. Kematangan Finansial

Masalah keuangan adalah salah satu sumber konflik terbesar dalam rumah tangga. Oleh karena itu, sebelum menikah, penting untuk memiliki perencanaan keuangan yang matang.
Diskusikan secara terbuka tentang penghasilan, utang, tabungan, serta bagaimana kalian berdua akan mengelola keuangan setelah menikah. Apakah akan digabung, dipisah, atau campuran keduanya?
Tidak harus kaya raya dulu untuk menikah, tapi pastikan ada kestabilan keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar bersama. Selain itu, memiliki tujuan keuangan bersama seperti menabung untuk rumah, kendaraan, atau pendidikan anak juga sangat membantu dalam membangun masa depan keluarga.

3. Kesiapan Fisik dan Kesehatan

Menikah juga berarti membangun keluarga, dan hal ini sangat berkaitan dengan kesehatan fisik. Sebelum menikah, lakukan pemeriksaan kesehatan bersama pasangan, termasuk cek kesehatan reproduksi.
Beberapa penyakit atau kondisi tertentu bisa mempengaruhi perencanaan keluarga di masa depan. Dengan mengetahui kondisi kesehatan masing-masing sejak awal, kamu dan pasangan bisa saling memahami, mendukung, dan membuat keputusan terbaik untuk masa depan.
Selain itu, memulai gaya hidup sehat bersama sebelum menikah, seperti olahraga rutin dan menjaga pola makan, akan membantu memperkuat kualitas hidup setelah berumah tangga.

4. Penyamaan Visi dan Nilai Hidup

Salah satu hal yang sering diabaikan tapi sangat krusial adalah penyamaan visi dan nilai hidup.
Sebelum menikah, luangkan waktu untuk membicarakan hal-hal penting: apa tujuan hidup masing-masing, bagaimana pandangan tentang anak, pendidikan, karier, keluarga besar, dan lain sebagainya.
Jika visi hidup kalian sangat bertolak belakang, konflik besar bisa muncul di masa depan. Menyatukan dua individu dengan latar belakang berbeda memang tidak mudah, tapi dengan komunikasi yang baik dan kompromi, kalian bisa menemukan jalan tengah.
Penting juga untuk memahami nilai-nilai yang dipegang pasangan, seperti pandangan soal agama, prinsip moral, dan budaya. Ini akan menjadi fondasi penting dalam membangun keluarga yang harmonis.

5. Belajar Ilmu Rumah Tangga

Banyak orang berpikir, urusan rumah tangga bisa dipelajari sambil jalan. Memang benar, tapi mempersiapkan diri dari awal akan membuat proses adaptasi lebih mudah.
Belajar tentang manajemen rumah tangga, cara mengatur keuangan keluarga, cara berkomunikasi efektif dengan pasangan, bahkan ilmu tentang pengasuhan anak sejak dini sangat bermanfaat.
Saat ini banyak buku, seminar, atau kelas pranikah yang bisa diikuti untuk menambah wawasan. Jangan malu untuk belajar, karena menikah bukan hanya tentang cinta, tapi juga tentang kerja sama tim dalam membangun kehidupan bersama.
Semakin banyak ilmu yang kamu miliki sebelum menikah, semakin siap kamu menghadapi dinamika yang akan datang.

Penutup

Menikah adalah ibadah sekaligus perjalanan panjang yang membutuhkan kesiapan di berbagai aspek kehidupan. Bukan sekadar berbagi suka, tetapi juga siap mendukung satu sama lain dalam menghadapi berbagai tantangan.
Dengan mempersiapkan mental, finansial, kesehatan, visi hidup, dan ilmu rumah tangga, kamu dan pasangan dapat membangun fondasi yang kokoh untuk masa depan yang bahagia dan penuh berkah.
Jadi, sebelum mengucap janji suci, pastikan kamu sudah benar-benar siap, bukan hanya untuk menikah, tetapi juga untuk menjalani kehidupan berumah tangga dengan sepenuh hati.

Continue Reading

Ruang Sujud

Munafik: Penyakit Hati yang Merusak Masyarakat

Published

on

Monitorday.com – Kemunafikan bukanlah sekadar dosa individu, tapi juga penyakit sosial yang menggerogoti akar-akar kepercayaan dalam masyarakat. Dalam Islam, munafik tidak hanya dipandang sebagai pribadi yang berbahaya bagi dirinya sendiri, tetapi juga sebagai ancaman serius bagi kesatuan dan stabilitas umat. Ketika seseorang menyembunyikan niat buruk di balik wajah manis, kerusakan pun bisa menyebar tanpa disadari.

Pengertian Munafik dalam Islam

Munafik berasal dari kata nifaq, yaitu menampakkan sesuatu yang berbeda dengan yang tersembunyi dalam hati. Dalam konteks Islam, munafik adalah orang yang berpura-pura beriman, namun hatinya ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka mungkin rajin beribadah di depan publik, ikut dalam kegiatan keislaman, bahkan tampak alim dan dermawan, tetapi semua itu hanya topeng untuk menutupi kebusukan hati.

Dalam Surah Al-Baqarah ayat 8-9, Allah berfirman:

“Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian,’ padahal mereka sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri dan mereka tidak sadar.” (QS. Al-Baqarah: 8–9)

Munafik seolah berjalan di dua dunia: mereka ingin mendapatkan keuntungan dari kaum beriman, namun dalam hati mereka tidak menginginkan kebaikan agama.

Ciri-Ciri Munafik dalam Hadis

Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan umatnya tentang bahaya munafik dan memberikan indikator-indikatornya agar umat Islam dapat waspada. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda:

“Tanda orang munafik ada tiga: apabila berbicara, ia berdusta; apabila berjanji, ia mengingkari; dan apabila dipercaya, ia berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tiga tanda tersebut adalah dasar dalam membentuk kepercayaan sosial. Jika kebohongan, ingkar janji, dan pengkhianatan menjadi hal biasa dalam masyarakat, maka hubungan antarmanusia akan rapuh dan penuh kecurigaan.

Dampak Munafik dalam Kehidupan Sosial

Kemunafikan merusak sendi-sendi sosial. Orang munafik menciptakan kegaduhan, memecah belah komunitas, dan menyulut fitnah. Mereka sering berkata manis namun menyimpan racun, mendukung di depan tetapi menikam dari belakang. Dalam organisasi, komunitas, bahkan rumah tangga, kehadiran orang munafik bisa menjadi benih perpecahan yang sulit diatasi.

Sejarah Islam mencatat bagaimana kaum munafik di Madinah menjadi penghalang bagi kemajuan dakwah Rasulullah. Mereka berpura-pura mendukung, tetapi menyebarkan keraguan di tengah kaum Muslimin. Abdullah bin Ubay bin Salul adalah contoh nyata pemimpin munafik yang dengan licik menabur benih permusuhan dan fitnah dalam barisan umat Islam.

Bayangkan jika sifat seperti itu menjalar di zaman sekarang—dalam dunia kerja, lembaga sosial, atau bahkan dalam politik—maka kehancuran moral akan menjadi harga yang harus dibayar.

Munafik Modern: Ancaman Zaman Sekarang

Di era digital, kemunafikan bisa tampil dalam bentuk yang lebih halus namun tetap merusak. Media sosial memberi ruang bagi siapa pun untuk menampilkan citra diri yang palsu. Banyak yang tampak religius atau peduli terhadap isu sosial, tetapi hanya demi popularitas atau keuntungan pribadi.

Kita juga melihat bagaimana manipulasi informasi, pencitraan palsu, dan perilaku tak konsisten menjadi hal yang lumrah. Orang bisa berdakwah dengan semangat tinggi, namun di saat yang sama melakukan penipuan, menyebarkan kebencian, atau menindas yang lemah.

Ini adalah bentuk kemunafikan zaman modern yang jauh lebih sulit dikenali, tetapi tak kalah bahayanya. Jika tidak waspada, masyarakat bisa terjebak dalam budaya kepura-puraan, di mana kebaikan hanya menjadi formalitas dan kejujuran tidak lagi dihargai.

Mencegah dan Mengobati Kemunafikan

Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa introspeksi dan menjaga hati. Salah satu cara utama mencegah kemunafikan adalah dengan menanamkan keikhlasan dalam setiap perbuatan. Beribadahlah karena Allah, bukan karena ingin dipuji. Berkatalah yang jujur, sekalipun pahit. Dan jangan pernah mengkhianati kepercayaan yang diberikan.

Nabi SAW bersabda:

“Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Penyembuhan kemunafikan harus dimulai dari hati. Perbanyak dzikir, membaca Al-Qur’an, berkumpul dengan orang-orang saleh, dan terus belajar memperbaiki diri. Jangan sampai kemunafikan menjangkiti hati tanpa disadari.

Penutup: Jadilah Muslim yang Tulus dan Konsisten

Kemunafikan adalah penyakit hati yang bisa merusak individu dan menghancurkan masyarakat. Ia tak selalu tampak jelas, tetapi dampaknya sangat besar. Islam memerintahkan umatnya untuk menjaga integritas, berkata jujur, menepati janji, dan memegang amanah.

Jika umat Islam menjauhi kemunafikan dan memegang teguh nilai-nilai kejujuran serta keikhlasan, maka masyarakat akan menjadi tempat yang aman, damai, dan saling percaya. Namun jika kemunafikan dibiarkan tumbuh, maka kerusakan moral dan sosial akan menjadi kenyataan yang menyakitkan.

Marilah kita menjadikan Islam bukan hanya sebagai identitas, tetapi sebagai jalan hidup yang dijalani dengan tulus dan konsisten, demi terciptanya masyarakat yang sehat dan penuh keberkahan.

Continue Reading

Ruang Sujud

Munafik dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadis

Published

on

Monitorday.com – Dalam ajaran Islam, keimanan sejati bukan hanya diucapkan dengan lisan, tetapi dibuktikan dengan keyakinan di hati dan diamalkan dalam perbuatan. Namun, tidak semua yang mengaku beriman benar-benar beriman. Sebagian hanya berpura-pura mengikuti ajaran Islam, sementara hati mereka menyimpan kekufuran dan niat buruk. Orang-orang semacam ini disebut sebagai munafik.

Istilah “munafik” berasal dari kata nifaq yang berarti kemunafikan atau kepura-puraan. Munafik adalah orang yang menampakkan keislaman namun menyembunyikan kekafiran. Mereka berpura-pura menjadi bagian dari umat Islam, padahal pada hakikatnya mereka tidak meyakini Islam sebagai agama yang benar. Dalam pandangan Al-Qur’an dan hadis, munafik adalah sosok yang sangat berbahaya dan mendapat ancaman keras dari Allah SWT.

Ciri-Ciri Munafik dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an secara tegas menggambarkan ciri dan sifat orang-orang munafik dalam berbagai ayat. Salah satu ciri utama mereka adalah suka menipu orang-orang beriman dan bahkan merasa bisa menipu Allah.

Dalam Surah Al-Baqarah ayat 8-10, Allah SWT berfirman:

“Dan di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian,’ padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakit itu; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (QS. Al-Baqarah: 8–10)

Munafik juga digambarkan sebagai orang yang malas melaksanakan ibadah, terutama salat. Dalam Surah An-Nisa ayat 142, Allah berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu hendak menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (pamer) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa: 142)

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa kemunafikan bukan hanya tentang keyakinan tersembunyi, tapi juga tercermin dari sikap dan perilaku sehari-hari yang tidak konsisten dengan nilai-nilai Islam.

Tiga Ciri Munafik Menurut Hadis

Rasulullah SAW memberikan penjelasan lebih rinci tentang ciri-ciri orang munafik melalui sabda-sabdanya. Dalam sebuah hadis shahih, beliau bersabda:

“Tanda orang munafik ada tiga: apabila berkata, ia berdusta; apabila berjanji, ia mengingkari; dan apabila diberi amanah, ia berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa kemunafikan tidak hanya berada di dalam hati, tetapi juga terlihat dari akhlak seseorang. Kebohongan, pengingkaran janji, dan pengkhianatan adalah perilaku yang tidak sejalan dengan keimanan sejati.

Dalam hadis lain, Rasulullah menambahkan ciri keempat:

“Empat perkara, barang siapa yang ada padanya salah satu darinya, maka dia memiliki sifat munafik, hingga ia meninggalkannya: apabila dipercaya, ia berkhianat; apabila berbicara, ia berdusta; apabila berjanji, ia mengingkari; dan apabila berselisih, ia berlaku curang.” (HR. Muslim)

Ciri-ciri ini sangat relevan dalam kehidupan sosial. Kemunafikan tidak hanya merusak hubungan dengan Allah, tetapi juga menghancurkan kepercayaan dan keharmonisan dalam masyarakat.

Hukuman bagi Orang Munafik

Dalam Surah An-Nisa ayat 145, Allah SWT menyebutkan bahwa tempat bagi orang munafik adalah neraka yang paling bawah:

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (QS. An-Nisa: 145)

Ini merupakan hukuman yang sangat keras. Bahkan, derajat siksa untuk orang munafik lebih rendah daripada orang kafir biasa. Hal ini karena pengkhianatan dan kebohongan orang munafik jauh lebih merusak daripada kekafiran yang terang-terangan.

Munafik pada Zaman Nabi

Salah satu tokoh paling terkenal dalam sejarah kemunafikan adalah Abdullah bin Ubay bin Salul. Di hadapan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat, ia pura-pura memeluk Islam. Namun di balik itu, ia sering menabur kebencian, menyebarkan fitnah, dan mencoba melemahkan barisan umat Islam dari dalam.

Salah satu fitnah terbesarnya adalah saat ia menyebarkan berita bohong tentang Aisyah r.a. dalam peristiwa Ifk (fitnah), yang hampir mengguncang rumah tangga Rasulullah SAW. Dari kisah ini, kita belajar bahwa kemunafikan bisa menyebabkan kerusakan besar jika tidak dikenali dan diwaspadai.

Munafik Kontemporer

Kemunafikan bukan hanya fenomena masa lalu. Di zaman modern, sifat munafik bisa hadir dalam berbagai bentuk. Ada orang yang terlihat alim dan religius, namun dalam bisnisnya suka menipu. Ada yang pandai berbicara soal moralitas, namun tindakannya tidak mencerminkan nilai-nilai yang diucapkannya.

Bahkan di dunia maya, kemunafikan bisa muncul lewat konten yang tampak islami tapi diselipi ujaran kebencian, manipulasi opini, atau fitnah yang merusak ukhuwah. Di sinilah pentingnya kesadaran spiritual agar kita tidak terjerumus menjadi pelaku kemunafikan modern tanpa sadar.

Penutup: Waspada dan Introspeksi

Munafik adalah ancaman bagi keimanan individu dan stabilitas umat. Dalam Al-Qur’an dan hadis, sifat ini sangat dikecam dan pelakunya diancam dengan azab yang paling pedih. Sebagai Muslim, kita dituntut untuk jujur, amanah, dan konsisten antara ucapan dan perbuatan.

Alih-alih mencari siapa yang munafik di luar sana, lebih baik kita mulai dengan introspeksi diri. Apakah kita sudah jujur dalam berkata? Apakah kita menepati janji dan menjaga amanah? Karena jika tidak berhati-hati, sifat munafik bisa tumbuh di dalam hati siapa pun tanpa kita sadari.

Mari kita mohon kepada Allah agar senantiasa diberi keikhlasan dan dijauhkan dari segala bentuk kemunafikan, baik dalam ucapan, perbuatan, maupun niat yang tersembunyi.

Continue Reading

Ruang Sujud

Bahaya Sifat Munafik: Musuh Dalam Selimut Umat Islam

Published

on

Monitorday.com – Dalam sejarah Islam, musuh paling berbahaya bukan hanya mereka yang menyerang dari luar, tapi juga yang menyusup ke dalam barisan umat. Mereka tidak terlihat sebagai musuh secara kasat mata, bahkan tampak seperti bagian dari kaum beriman. Namun, di balik penampilan tersebut tersembunyi niat dan hati yang penuh kebohongan. Mereka inilah yang disebut orang-orang munafik, musuh dalam selimut yang keberadaannya sangat membahayakan umat Islam.

Munafik berasal dari kata nifaq yang berarti berpura-pura. Dalam konteks agama, orang munafik adalah mereka yang menampakkan keimanan, tetapi menyembunyikan kekafiran. Bahaya dari orang munafik tidak hanya merusak dirinya sendiri, tapi juga melemahkan barisan umat dari dalam. Oleh karena itu, memahami dan mewaspadai sifat munafik menjadi sangat penting bagi setiap Muslim.

Sifat Munafik dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an memberikan perhatian besar terhadap kaum munafik. Dalam banyak ayat, Allah SWT menjelaskan karakter mereka, peringatan tentang bahaya mereka, dan hukuman yang akan mereka terima. Bahkan, dalam Surah Al-Baqarah ayat 8–10, Allah berfirman:

“Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman kepada Allah dan Hari Akhir,’ padahal mereka sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri sedang mereka tidak sadar.” (QS. Al-Baqarah: 8–9)

Orang munafik hidup dalam kepura-puraan. Mereka tidak sungguh-sungguh beriman, tapi berpura-pura menjadi bagian dari kaum beriman untuk mendapatkan keuntungan dunia. Di depan orang-orang saleh, mereka terlihat taat dan santun. Namun di belakang, mereka menjadi sumber fitnah, pengkhianatan, dan perpecahan.

Bahaya Munafik Lebih Besar dari Kafir

Mengapa Islam memberikan peringatan yang lebih keras terhadap orang munafik dibandingkan orang kafir? Sebab orang kafir menyatakan permusuhannya secara terbuka. Kita tahu posisi mereka dengan jelas. Sementara orang munafik menyusup dalam barisan kaum Muslimin dan menghancurkan dari dalam. Inilah mengapa dalam Surah An-Nisa ayat 145 disebutkan:

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (QS. An-Nisa: 145)

Ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman dari kemunafikan. Seseorang bisa terlihat sebagai bagian dari umat Islam, tetapi diam-diam membawa agenda pribadi yang merusak. Mungkin ia menyebarkan fitnah, memecah belah jamaah, atau mencari keuntungan duniawi dengan mengatasnamakan agama.

Tiga Ciri Utama Munafik

Dalam banyak hadis, Rasulullah SAW menjelaskan tanda-tanda orang munafik, antara lain:

  1. Jika berbicara, ia berdusta.
    Kebohongan adalah senjata utama orang munafik. Mereka menggunakan kata-kata manis untuk menipu orang lain dan menyembunyikan kebusukan hatinya.
  2. Jika berjanji, ia mengingkari.
    Janji hanya dijadikan alat untuk mengambil hati orang lain. Tapi setelah itu, mereka tidak menepatinya, bahkan mengingkarinya dengan sengaja.
  3. Jika diberi amanah, ia berkhianat.
    Amanah yang seharusnya dijaga justru dikianati. Mereka menyalahgunakan kepercayaan demi kepentingan pribadi.

Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dan menjadi rujukan utama dalam mengenali kemunafikan. Jika seseorang memiliki tiga ciri ini secara konsisten, Rasulullah menyebutnya sebagai munafik sejati.

Contoh Bahaya Munafik dalam Sejarah Islam

Pada masa Rasulullah SAW, terdapat tokoh munafik terkenal bernama Abdullah bin Ubay bin Salul. Di depan Nabi, ia tampak seperti sahabat yang setia. Namun di belakang, ia menyebarkan fitnah, meragukan kepemimpinan Rasul, dan bahkan mencoba menggagalkan Perang Uhud dengan menarik pasukannya di tengah jalan. Ulahnya hampir memecah belah umat dan membuat fitnah besar di tengah masyarakat Madinah.

Kisah ini menunjukkan bagaimana satu orang munafik bisa menyebabkan kerusakan besar jika tidak diwaspadai. Oleh karena itu, sikap waspada dan hati-hati sangat diperlukan dalam menjaga ukhuwah dan soliditas umat Islam.

Munafik Modern: Lebih Halus, Lebih Licik

Di zaman sekarang, kemunafikan mungkin tidak tampak seperti zaman dulu. Namun bahayanya tetap sama. Bahkan, bisa jadi lebih halus dan tersembunyi. Munafik modern bisa hadir dalam bentuk tokoh publik yang sering mengucapkan kalimat-kalimat agamis, tapi tindakannya bertentangan. Mereka bisa memanfaatkan label “islami” untuk mencari popularitas, kekuasaan, atau keuntungan pribadi.

Di media sosial, seseorang bisa tampil religius dan puitis, tetapi kontennya digunakan untuk menipu, memfitnah, atau menyebarkan informasi palsu. Munafik hari ini tidak lagi hanya soal aqidah tersembunyi, tapi juga menyangkut perilaku, etika, dan kejujuran yang bisa dilihat dari keseharian.

Bagaimana Menghindari Kemunafikan?

  1. Jujur dalam setiap ucapan. Jangan biasakan berdusta, sekecil apapun itu. Latih diri untuk berkata benar, meskipun pahit.
  2. Tepati janji yang telah dibuat. Jangan mudah mengumbar janji jika tidak sanggup menepatinya.
  3. Jaga setiap amanah. Jika dipercaya, tunaikan dengan sebaik-baiknya. Jangan menyalahgunakan kepercayaan orang lain.
  4. Perbanyak introspeksi diri. Jangan terlalu sibuk menilai orang lain, tapi periksa hati sendiri. Bisa jadi sifat munafik justru ada dalam diri kita tanpa kita sadari.
  5. Berdoa kepada Allah. Rasulullah SAW sendiri senantiasa berdoa agar dijauhkan dari kemunafikan. Ini menunjukkan bahwa tidak ada yang aman dari sifat ini kecuali dengan pertolongan Allah.

Penutup

Sifat munafik adalah ancaman nyata bagi umat Islam. Ia bisa merusak kepercayaan, menimbulkan fitnah, dan menghancurkan solidaritas umat dari dalam. Karena itu, mengenali dan menghindarinya bukan hanya tugas para ulama, tapi kewajiban setiap Muslim. Mari kita jaga hati, lisan, dan perilaku kita agar tidak tergelincir ke dalam kemunafikan. Jadilah pribadi yang jujur, amanah, dan bisa dipercaya—itulah wujud nyata keimanan sejati.

Continue Reading

Ruang Sujud

Tiga Ciri Orang Munafik dalam Islam: Jangan Sampai Kita Termasuk!

Published

on

Monitorday.com – Munafik bukanlah sekadar istilah yang sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari. Dalam Islam, munafik adalah salah satu sifat yang sangat berbahaya, baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Kata “munafik” berasal dari bahasa Arab nifaq, yang berarti berpura-pura. Orang munafik adalah mereka yang menampakkan keislaman, tetapi menyembunyikan kekafiran dalam hati. Mereka berpura-pura beriman, padahal hati mereka penuh kebohongan dan niat jahat.

Sifat munafik ini mendapat perhatian khusus dalam Islam. Bahkan, Allah SWT menyebutkan dalam Al-Qur’an bahwa orang-orang munafik akan menempati tingkatan neraka yang paling bawah (QS. An-Nisa: 145). Artinya, bahayanya tidak main-main. Rasulullah SAW pun memberikan peringatan tegas tentang ciri-ciri orang munafik agar umat Islam bisa mengenal dan menghindarinya. Lantas, apa saja ciri-ciri orang munafik itu?

1. Jika Berbicara, Ia Berdusta

Ciri pertama yang dijelaskan Rasulullah SAW dalam hadis adalah berbohong ketika berbicara. Hadisnya berbunyi: “Tanda orang munafik ada tiga: jika berkata, ia berdusta; jika berjanji, ia ingkari; dan jika diberi amanah, ia khianat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Berbohong bukan hanya sekadar berkata yang tidak sesuai fakta, tapi juga menyangkut manipulasi kebenaran dan menyembunyikan niat buruk. Orang munafik bisa terlihat ramah dan meyakinkan, namun kata-katanya tidak bisa dipercaya. Ia mengatakan sesuatu untuk mendapatkan keuntungan pribadi, menjatuhkan orang lain, atau menjaga citra yang tidak sesuai kenyataan.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa menemui bentuk-bentuk dusta ini dalam banyak hal: menyebarkan gosip yang tidak benar, memanipulasi informasi di media sosial, atau berpura-pura baik di depan tapi menusuk dari belakang. Sekilas tampak biasa, tapi jika dilakukan terus-menerus, ini adalah tanda serius dari kemunafikan.

2. Jika Berjanji, Ia Mengingkari

Ciri kedua adalah tidak menepati janji. Janji dalam Islam bukanlah hal sepele. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawaban.” (QS. Al-Isra: 34)

Orang munafik gemar mengobral janji, terutama saat berada dalam posisi yang ingin mendapatkan kepercayaan. Tapi setelah mendapatkan apa yang diinginkan, janjinya dilupakan. Sikap seperti ini sangat merusak kepercayaan dan membahayakan hubungan antarindividu, baik dalam lingkup keluarga, pekerjaan, maupun kehidupan bermasyarakat.

Dalam dunia politik, misalnya, banyak orang tampak alim dan berkomitmen saat kampanye, namun setelah mendapat jabatan, mereka lupa janji-janji itu. Dalam konteks pribadi, bisa jadi kita pernah berjanji kepada teman untuk membantu, tapi justru menghindar tanpa alasan jelas. Jika ini menjadi kebiasaan, hati-hati, bisa jadi kita sedang menyerupai sifat orang munafik.

3. Jika Diberi Amanah, Ia Khianat

Ciri terakhir adalah mengkhianati amanah. Amanah adalah tanggung jawab yang diberikan seseorang kepada kita, baik dalam bentuk barang, tugas, kepercayaan, atau jabatan. Orang munafik tidak menjaga amanah, bahkan sering menyalahgunakannya demi kepentingan pribadi.

Mengkhianati amanah bisa berarti banyak hal: menyelewengkan dana yang dipercayakan, membocorkan rahasia yang seharusnya dijaga, atau menyalahgunakan posisi kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Nabi SAW bersabda, “Tidak beriman orang yang tidak amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji.” (HR. Ahmad)

Sifat ini bisa sangat merusak. Dalam skala kecil, bisa membuat orang lain kehilangan kepercayaan kepada kita. Dalam skala besar, bisa merusak struktur masyarakat dan menyebabkan krisis kepercayaan yang meluas.

Mengapa Sifat Ini Sangat Berbahaya?

Sifat munafik sangat berbahaya karena orang munafik adalah musuh dalam selimut. Mereka tampak seperti bagian dari umat, namun sebenarnya menjadi sumber perpecahan. Dalam sejarah Islam, kaum munafik di Madinah sering menjadi penghasut, memecah belah umat, dan bahkan bersekongkol dengan musuh Islam seperti kaum Quraisy dalam perang Ahzab.

Lebih mengerikannya lagi, kemunafikan sering kali tidak disadari oleh pelakunya sendiri. Ia merasa benar, merasa pintar, merasa punya alasan, tapi ternyata telah jauh dari nilai-nilai kejujuran dan keikhlasan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu melakukan introspeksi dan mengevaluasi sikap serta niat dalam setiap tindakan.

Bagaimana Cara Menghindarinya?

Menghindari sifat munafik dimulai dari kejujuran dalam hati. Niat harus lurus karena Allah, bukan demi kepentingan duniawi. Selain itu, membiasakan diri untuk berkata benar, menepati janji, dan menjaga amanah adalah latihan harian yang harus dijaga.

Berdoalah kepada Allah agar dijauhkan dari sifat munafik. Rasulullah SAW sendiri selalu berdoa agar hatinya dijaga dari kemunafikan. Salah satu doanya adalah:

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat nifak, dari amal yang tidak ikhlas, dan dari hati yang tidak khusyuk.”

Penutup

Tiga ciri orang munafik yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW—berdusta saat berbicara, mengingkari janji, dan mengkhianati amanah—bukan hanya tanda, tapi peringatan. Kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari tampilan luar atau seberapa fasih ia berbicara tentang agama. Yang penting adalah ketulusan hati dan konsistensi dalam amal.

Mari kita jaga diri dan hati kita dari sifat-sifat tersebut. Jangan sampai kita termasuk golongan orang-orang yang celaka di akhirat karena kemunafikan yang tak disadari. Jadilah pribadi yang jujur, amanah, dan konsisten—karena itulah ciri sejati seorang Muslim yang beriman.

Continue Reading

Ruang Sujud

Ghaddul Bashar: Menjaga Pandangan, Menjaga Hati dalam Islam

Published

on

Monitorday.com – Dalam kehidupan sehari-hari, mata adalah salah satu jendela utama yang menghubungkan kita dengan dunia luar. Namun dalam Islam, pandangan bukan hanya tentang melihat, tapi juga tentang menjaga. Inilah yang dikenal dengan konsep ghaddul bashar—menundukkan atau menjaga pandangan.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah An-Nur ayat 30-31 yang artinya:
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.'”

Perintah ini tak hanya ditujukan kepada laki-laki, tapi juga kepada perempuan. Ini menunjukkan bahwa menjaga pandangan adalah bentuk tanggung jawab spiritual bagi semua muslim, tanpa terkecuali.

Tapi kenapa pandangan harus dijaga? Karena dari pandangan bisa tumbuh berbagai rasa di hati. Dari sekadar melihat, bisa muncul ketertarikan, dari ketertarikan bisa jadi godaan, lalu bisa berujung pada tindakan yang tidak dibenarkan. Islam mengajarkan ghaddul bashar sebagai bentuk penjagaan pertama sebelum hati dan pikiran terbawa lebih jauh.

Menjaga pandangan bukan berarti kita harus berjalan dengan mata tertutup. Bukan. Tapi kita diajarkan untuk selektif, sadar, dan bertanggung jawab atas apa yang kita lihat. Di era digital seperti sekarang, ini makin penting. Dengan sekali scroll saja, kita bisa terpapar pada gambar atau video yang bisa mengganggu hati dan iman. Maka ghaddul bashar tak hanya berlaku di dunia nyata, tapi juga di dunia maya.

Menundukkan pandangan juga punya manfaat luar biasa bagi ketenangan batin. Mata yang dijaga akan membawa ketenangan pada hati. Hati yang tenang akan lebih mudah menerima petunjuk Allah. Bahkan, ulama mengatakan bahwa menjaga pandangan adalah awal dari kemuliaan jiwa.

Bukan perkara mudah memang. Tapi setiap usaha menjaga diri adalah bentuk ibadah. Dan setiap ibadah akan dibalas dengan pahala. Rasulullah ﷺ bersabda, “Pandangan adalah anak panah beracun dari panah-panah Iblis. Barangsiapa yang menundukkan pandangannya karena Allah, maka Allah akan memberikan kelezatan iman yang manisnya ia rasakan dalam hatinya.” (HR. Al-Hakim)

Akhirnya, ghaddul bashar bukan hanya soal memalingkan mata, tapi tentang memilih jalan untuk menjaga kesucian hati. Dalam dunia yang penuh godaan visual, ghaddul bashar adalah bentuk keberanian dan komitmen seorang muslim dalam memelihara dirinya dari hal-hal yang bisa menjauhkan dari Allah.

Mari belajar menjaga pandangan, demi menjaga hati. Karena hati yang bersih adalah jalan menuju ridha Ilahi.

Continue Reading

Ruang Sujud

Pandangan yang Terjaga: Hikmah dan Manfaat Ghaddul Bashar bagi Kehidupan Sehari-hari

Published

on

Monitorday.com – Pernah nggak kamu merasa hati jadi nggak tenang cuma karena lihat sesuatu yang sebenarnya nggak perlu dilihat? Dalam Islam, ada konsep indah yang bisa jadi solusi: ghaddul bashar—menundukkan pandangan.

Menjaga pandangan bukan cuma soal menghindari hal-hal yang haram, tapi juga soal memelihara hati dari hal-hal yang mengganggu ketenangan jiwa. Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nur ayat 30-31, bahwa laki-laki dan perempuan yang beriman diperintahkan untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Ini bukan sekadar larangan, tapi bentuk penjagaan diri yang luar biasa.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita nggak bisa lepas dari visual. Di jalan, di TV, apalagi di media sosial—semuanya berlomba-lomba menampilkan hal-hal yang kadang bisa memicu syahwat atau memancing rasa iri dan cemas. Dengan ghaddul bashar, kita belajar memilih mana yang layak dilihat, dan mana yang lebih baik dihindari.

Salah satu hikmah dari menjaga pandangan adalah menjaga hati dari keruhnya pikiran negatif. Saat mata nggak liar, hati jadi lebih tenang. Kamu bisa lebih fokus, lebih damai, bahkan lebih percaya diri karena nggak terus-terusan membandingkan diri dengan apa yang kamu lihat.

Selain itu, ghaddul bashar juga punya manfaat sosial. Orang yang menjaga pandangannya akan lebih dihormati, terlihat sopan, dan terhindar dari fitnah. Ini juga menjadi bentuk penghormatan terhadap sesama. Nggak heran, orang-orang saleh zaman dulu sangat menjaga mata mereka, karena mereka tahu betul, satu pandangan bisa mengantar pada dosa, tapi juga bisa jadi awal dari keberkahan jika dijaga karena Allah.

Menjaga pandangan juga bisa memperkuat hubungan kita dengan Allah. Ketika kita sadar bahwa setiap pandangan kita diperhatikan oleh-Nya, kita jadi lebih berhati-hati dan makin merasa dekat dengan-Nya. Ini bentuk muraqabah—merasa diawasi oleh Allah dalam setiap detik kehidupan.

Tentu, menjaga pandangan bukan perkara gampang. Tapi setiap perjuangan pasti ada ganjarannya. Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda, “Tidaklah seorang hamba menundukkan pandangannya karena Allah, kecuali Allah akan memberikan keimanan yang ia rasakan manisnya dalam hatinya.” (HR. Ahmad)

Jadi, jangan anggap enteng ghaddul bashar. Di balik tindakan kecil ini, tersembunyi hikmah besar yang bisa membuat hidup kita lebih bersih, lebih damai, dan lebih dekat kepada Allah. Pandangan yang terjaga bukan sekadar soal mata, tapi juga tentang kualitas hidup dan kebeningan hati.

Continue Reading

Monitor Saham BUMN