Connect with us

Fokus

Meniti Asa di Ruang Kelas yang Retak

Ma'ruf Mtq

Published

on

Program revitalisasi sekolah senilai Rp20,3 triliun digagas Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Perbaikan infrastruktur, kolaborasi lintas stakeholder, dan digitalisasi menjadi kunci sukses memperkuat masa depan pendidikan.

LANGIT pagi menggantung kelabu di Desa Rumpin, Kabupaten Bogor. Dari wajah-wajah mungil para pelajar SDN Leuwibatu 02 dan SDN Leuwibatu 03, sekilas tampak gurat kegembiraan. Bocah-bocah itu menampakkan ekspresi ceria ketika menyapu dan mengepel lantai kelas yang berdebu. Tawa sesekali pecah di antara mereka, seolah menutupi keadaan sebenarnya: atap yang menganga, bangku retak, dan jendela reot yang rentan copot kapan saja.

Jika ditelisik lebih dalam—tatapan mata guru yang terpaksa beralih dari papan tulis ke plafon rapuh, senyum tipis orang tua murid yang menyiratkan kekhawatiran—semua menunjukkan ekspresi kegelisahan. Betapa tidak, di balik canda anak-anak, bayang-bayang penyangga atap yang bisa runtuh pada musim hujan menjadi ancaman nyata. Ironisnya, jarak ke pusat pemerintahan tak sejauh yang dibayangkan. Hanya 21 kilometer dari Istana Bogor dan 64 kilometer dari Istana Negara, sekolah-sekolah ini tetap saja seperti diabaikan.

Salah satu guru, Djoko, dengan nada datar namun wajah sarat keprihatinan, mengungkapkan betapa sulitnya menyiasati kekurangan ruang dan peralatan belajar. “Kami harus menyiasati agar hak belajar anak-anak kami tidak hilang. Kekurangan ruang. Akhirnya, tidak semua (siswa) bisa masuk pagi pukul 07.00 (WIB). Ruang kelas berbagi,” ujar Djoko, guru SDN Leuwibatu 03. 

Pergantian jadwal belajar pun terpaksa dilakukan; beberapa kelas selesai lebih cepat, sementara kelas lainnya baru dimulai mendekati siang. Djoko menambahkan, “Kami maunya ada kelas di atas pukul 13.00 untuk menyiasati kekurangan kelas, tetapi itu susah terlaksana karena di Bogor sini anak-anak lanjut sekolah agama setelah sekolah (formal).”

Di sela-sela keriuhan anak-anak menyapu lantai—seraya merasakan debu yang menempel di ujung sepatu—tersirat satu pertanyaan: sejauh mana kita, sebagai bangsa, menaruh perhatian pada sarana belajar generasi penerus?

Kondisi Sekolah [Data BPS]
Kondisi SDN Leuwibatu 02 dan SDN Leuwibatu 03 hanyalah sekelumit dari luasnya bentangan persoalan. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun ajaran 2021/2022, hampir di semua jenjang pendidikan mengalami peningkatan kerusakan sarana sekolah. Tercatat 60,60 persen ruang kelas SD dalam kondisi rusak ringan atau sedang pada tahun ajaran 2021/2022—angka ini lebih tinggi 3,47 persen dibandingkan setahun sebelumnya.

Sementara itu, di jenjang SMP, ruang kelas yang mengalami rusak ringan atau sedang mencapai 53,30 persen, naik 2,74 persen dari tahun ajaran 2020/2021. Keadaan serupa pun terlihat di SMA: 45,03 persen ruang kelas rusak ringan atau sedang. Persentasenya naik 2,16 persen poin dibandingkan setahun sebelumnya.

Angka-angka tersebut bukan sekadar statistik, melainkan representasi kerikil-kerikil tajam di jalan panjang pendidikan nasional. Bagaimana anak-anak dapat menuntut ilmu dengan tenang, jika bangunan fisiknya pun tak mendukung? Rerie, Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem, menegaskan bahwa kondisi fisik sekolah harus menjadi perhatian serius. Menurutnya, sarana dan prasarana publik, termasuk sekolah, mesti memiliki kualitas terbaik demi keamanan serta kenyamanan para murid.

Harapan membuncah agar proses pembangunan di sektor pendidikan bisa dilakukan secara benar dan transparan. Pasalnya, sekolah tak hanya menjadi tempat belajar akademis, tetapi juga lahan subur tempat benih karakter bangsa ditabur.

Revitalisasi Sekolah
Di tengah kegelisahan tersebut, secercah harapan muncul melalui rencana revitalisasi sekolah yang dikemukakan Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Pada salah satu kesempatan, Prabowo mengungkapkan bahwa pada 2025 pemerintah akan mengalokasikan dana Rp17,15 triliun untuk merehabilitasi 10.440 sekolah negeri maupun swasta. 

Gayungpun bersamput, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengamini dan bahkan menggenapkan anggaran tersebut menjadi sebesar Rp20,3 triliun. “Bapak Presiden Terpilih [Prabowo Subianto] meminta supaya revitalisasi sekolah ditekankan. Kami alokasikan Rp20,3 triliun untuk kualitas sekolah utamanya bangunan.”

Angka sebesar itu menandakan keseriusan pemerintah. Pada 2025, pemerintahan mendatang berencana merehabilitasi sedikitnya 22.000 sekolah umum maupun keagamaan di seluruh Indonesia. Selain memperbaiki infrastuktur, alokasi anggaran pendidikan yang mencapai Rp722,6 triliun juga akan digunakan untuk peningkatan akses, penguatan kompetensi guru, hingga penguatan pendidikan vokasi. Hal ini diharapkan dapat memantik multiplier effect—dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 178.000 orang serta pertumbuhan ekonomi yang berpotensi meningkat berkat keterlibatan perusahaan konstruksi lokal.

Tentu saja, pertanyaan yang tak terelakkan kemudian mencuat: apakah Rp20 triliun itu cukup? Melihat skala kerusakan yang menimpa ribuan, bahkan puluhan ribu ruang kelas, dana tersebut mungkin hanya menjadi tahap awal. Faktor lokasi, tingkat kerusakan (ringan, sedang, berat), hingga perlunya sarana pendukung (laboratorium, perpustakaan, sanitasi) membuat realisasi perbaikan memerlukan kolaborasi lebih luas.

Semesta Partisipatif
Saat menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi X Dewa Perwakilan Rakyat republik Indonesia (DPR RI) di Jakarta, Rabu (6/11) Mendikdasmen Abdul Mu’ti sempat menyinggung soal pentingnya peran stakeholder lain dalam memajukan pendidikan [semesta partisipatif]. Yakni sebuah gerakan kolaboratif yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dunia usaha, organisasi keagamaan, dan sektor lainnya. Terlebih, persoalan yang rumit tidak cukup diselesaikan dengan alokasi anggaran semata. Perlu ada pengawasan ketat dan keterbukaan informasi, agar setiap rupiah benar-benar bertransformasi menjadi bangunan sekolah yang kokoh, ruang kelas yang layak, dan fasilitas penunjang yang memadai.

Pentingnya semesta partisipatif kian terasa apabila kita menilik peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perusahaan swasta, filantropi, hingga pengusaha lokal. BUMN bisa menyisihkan dana tanggung jawab sosial (CSR) untuk pembangunan infrastruktur sekolah atau penyediaan laboratorium sains. Swasta dan para pengusaha pun memiliki kelenturan finansial yang dapat berkontribusi dalam proyek rehabilitasi sekolah—mulai dari penyediaan material bangunan, pemberian beasiswa, hingga pelatihan guru-guru di area terpencil. Serupa halnya dengan gerakan filantropi yang kerap menggerakkan relawan, baik untuk renovasi fisik maupun pendampingan belajar.  

Namun, keterlibatan para stakeholder ini mesti berlandaskan dua pilar utama: data dan keberlanjutan. Pertama, data yang akurat dan terperinci diperlukan agar bantuan bisa tepat sasaran. Dengan memetakan lokasi sekolah, tingkat kerusakan, dan kebutuhan prioritas (seperti ruang kelas, sanitasi, atau perangkat TIK), setiap sumber daya akan teralokasi sesuai urgensi di lapangan. Kedua, keberlanjutan menjadi isu krusial. Seringkali, bangunan sekolah atau rumah ibadah mendapat donasi sekali saja, namun tak dilanjutkan dengan perawatan atau monitoring berkala. Akibatnya, infrastruktur yang sudah dibangun mangkrak karena tak ada anggaran pemeliharaan, tak ada tenaga ahli, atau tak ada mekanisme supervisi.  

Di sinilah pentingnya sinergi lintas sektor. Pemerintah—melalui kebijakan dan sistem pengawasan—dapat memastikan berjalannya program perbaikan jangka panjang. Pihak BUMN maupun swasta, yang mengucurkan dana CSR, bisa menyertai bantuan dengan pelatihan manajemen sekolah, panduan pemeliharaan sarana, hingga dukungan teknologi digital. Sementara itu, komunitas dan organisasi sosial bisa menghadirkan program sukarelawan yang memantau progres pembangunan, mengevaluasi pemanfaatan fasilitas, serta memberikan masukan untuk tahap berikutnya. Dengan cara inilah cita-cita semesta partisipatif benar-benar dapat diwujudkan, sehingga revitalisasi sekolah tidak berhenti pada momentum bantuan, tetapi terus berdenyut sepanjang masa.

Di era serba digital, proses revitalisasi sekolah tidak bisa lagi bersandar pada pendekatan konvensional. Digitalisasi menjadi penentu keberhasilan jangka panjang. Mulai dari pendataan sarana prasarana hingga sistem pengawasan progres pembangunan, semua perlu terintegrasi dalam platform berbasis teknologi. Hal ini juga menyentuh pembelajaran di kelas. Ruang-ruang kelas yang baru, idealnya dilengkapi infrastruktur internet dan perangkat teknologi pembelajaran, supaya kualitas mengajar bisa turut meningkat.

Kembali ke SDN Leuwibatu 02 dan SDN Leuwibatu 03, anak-anak di sana barangkali belum mengerti rencana ambisius pemerintah. Namun mereka tahu persis bagaimana langit bocor di atas kepala, dan lantai berdebu di bawah kaki. Kita bisa membayangkan masa depan di mana anak-anak tidak lagi perlu bergantian ruang kelas, tak perlu takut atap ambruk, dan dapat menyongsong pagi dengan senyum tulus tanpa dibayangi kekhawatiran. Semua itu hanya mungkin terjadi jika janji revitalisasi sekolah dijalankan sungguh-sungguh, dikawal transparansi, dan didorong partisipasi semesta—bersama spirit digitalisasi yang menuntun kita melangkah lebih jauh.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Monitor Saham BUMN



Review8 minutes ago

Pendidikan Agama, Kunci Generasi Berkarakter

Review1 hour ago

Pendidikan Agama di Sekolah, Hak atau Kewajiban?

Sportechment6 hours ago

Loh Kok Tum Band Siap Gelar Tur 10 Kota di 2025

News7 hours ago

Kemendikdasmen Dukung Keputusan MK Wajibkan Pendidikan Agama di Sekolah

Sportechment7 hours ago

Berkat Taktik Ini Conceicao Sukses Antar AC Milan ke Final Piala Super Italia 2024

News9 hours ago

Songsong Indonesia Emas: Menteri KKP Sukses Capai 30 Persen PNBP Perikanan Tangkap

Keuangan10 hours ago

Langkah Gigih Menteri BUMN: Menyulam BTN Menjadi Raksasa Finansial

News10 hours ago

Rayakan Usia ke-13 Tahun, Pelindo Marine Menyulap Desa dengan Toilet Sehat

News11 hours ago

Mudah dan Nyaman, Stasiun Banyuwangi Kota Siap Sambut Perjalanan ke Surga Alam Jawa Timur

News14 hours ago

Program Cek Kesehatan Gratis Mulai Digelar Februari 2025

News14 hours ago

Menteri Yandri Fokuskan 20 Persen Dana Desa 2025 untuk Makan Bergizi Gratis

Sportechment16 hours ago

Pemain Vietnam Bakal Dibanjiri Bonus Miliaran Jika Juara ASEAN Cup 2024

News17 hours ago

Stasiun Whoosh Karawang Beri Manfaat Positif pada Aktivitas Ekonomi

Keuangan17 hours ago

Lima Jurus BNI Hadapi Tantangan 2025

Sportechment18 hours ago

Erick Thohir Temui Menpora Dito Ariotedjo, Bahas Apa?

News19 hours ago

Ini Profil 4 Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Penggugat Presidential Threshold yang Dikabulkan MK

Asuransi20 hours ago

Jamkrindo Rilis Program Pemberdayaan untuk Warga Binaan di Lapas Tangerang

News1 day ago

Langsung Cair! Cara Mudah Klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan Via JMO

Infrastruktur1 day ago

Dukung Program 3 Juta Rumah, Perumnas Sediakan Hunian Terjangkau dan Berkualitas

News1 day ago

Diskon Token Listrik 50 Persen Mulai Januari 2025, Baca Cara Belinya