Ketika pasukan Islam bersiap-siap untuk berangkat, masyarakat Madinah berkumpul untuk melepas kepergian para panglima Rasulullah. Mereka memberi salam kepada mereka, mengucapkan doa-doa, dan menyemangati para pejuang. Namun, di tengah-tengah momen ini, ada satu panglima, Abdullah bin Rawahah, yang mencurahkan air mata.
Tentu saja, mereka semua penasaran dan bertanya, “Apakah yang membuatmu menangis?”
Abdullah bin Rawahah menjawab dengan suara yang terisak, “Demi Allah, air mata ini bukanlah tanda cinta saya pada dunia, dan bukan pula rindu saya pada kalian. Saya menangis karena mendengar Rasulullah membaca ayat dari kitabullah yang mengingatkan kita tentang neraka.”
Ia melanjutkan dengan gemetar, “Dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.” (Surah Maryam: 71)
Para sahabatnya yang mendengar ini pun mulai merenung, dan satu di antara mereka bertanya, “Bagaimana kita bisa keluar darinya setelah memasukinya?”
Abdullah bin Rawahah hanya bisa menggigil, dan para sahabatnya mulai berdoa, “Semoga Allah menyertai kita dengan keselamatan, melindungi kita, dan mengembalikan kita kepada saudara-saudara kita dalam keadaan sehat dan sebagai pemenang.”
Abdullah bin Rawahah kemudian menyanyikan bait-bait berikut,
Namun ku mohon maghfirah dari ar-Rahman,
Tebasan menganga yang menyemburkan kotoran
Atau tikaman cepat dengan kedua tangan yang tiada henti
Dengan tombak yang menembus isi perut dan hati
Saat mereka bergerak maju, melewati kuburan-kuburan, dia bertanya pada dirinya sendiri, “Duhai pejuang yang mendapat petunjuk dari Allah.”
Kisah Abdullah bin Rawahah menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya takwa dan kekhawatiran akan akhirat. Bahkan dalam keberangkatan untuk melindungi agama dan berjuang di jalan Allah, mereka tidak melupakan nasib akhirat mereka. Itu adalah cerminan iman yang dalam dan kesadaran akan akhirat yang sejati. Semoga kita juga bisa mempertahankan keimanan dan takwa sebagaimana mereka.