Monitorday.com – Dalam kehidupan sosial yang kompleks dan penuh perbedaan, sikap saling menghormati menjadi kunci harmoni. Namun tak jarang, kita menjumpai perilaku yang justru bertentangan dengan nilai tersebut—seperti istihza’, yaitu mengejek atau memperolok hal-hal yang dianggap suci dalam Islam. Dalam pandangan syariat, istihza’ bukan hanya bentuk keburukan akhlak, tapi bisa menjadi ancaman serius terhadap keimanan seorang muslim.
Apa Itu Istihza’?
Secara bahasa, istihza’ berasal dari kata hazaa-a yang berarti mengejek, memperolok, atau merendahkan sesuatu dengan maksud menghina. Dalam konteks Islam, istihza’ merujuk pada tindakan meremehkan atau mempermainkan ajaran agama, baik itu Al-Qur’an, hadis, Allah, Rasul-Nya, syariat, maupun simbol-simbol keagamaan lainnya.
Istihza’ bisa muncul dalam berbagai bentuk, seperti ucapan yang mengejek ajaran agama, mimik wajah yang menghina praktik keislaman, bahkan konten humor atau meme yang menyindir simbol-simbol Islam secara tidak pantas. Meskipun kadang dikemas dalam bentuk candaan, tindakan ini tetap dianggap serius dalam Islam.
Dalil dan Penegasan dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an secara tegas mencela perilaku istihza’. Salah satu ayat yang sering dijadikan rujukan adalah firman Allah dalam Surah At-Taubah ayat 65-66:
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka katakan), niscaya mereka akan menjawab: ‘Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.’ Katakanlah: ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.”
Ayat ini turun berkenaan dengan sekelompok munafik yang mengejek Rasulullah dan para sahabat. Mereka beralasan bahwa apa yang mereka katakan hanyalah candaan, namun Allah menegaskan bahwa ejekan terhadap agama tidak bisa dianggap sepele. Bahkan, Allah menyatakan bahwa tindakan tersebut bisa menggugurkan keimanan seseorang.
Hukum Istihza’ dalam Islam
Mayoritas ulama sepakat bahwa istihza’ terhadap Allah, Rasul, Al-Qur’an, ataupun syariat Islam termasuk kufur akbar, yakni kekafiran besar yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Ini menunjukkan betapa beratnya konsekuensi dari tindakan istihza’, meskipun pelakunya tidak berniat untuk keluar dari Islam.
Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa memperolok agama, baik dengan sungguh-sungguh maupun dalam bentuk candaan, tetap masuk dalam kategori kekufuran. Karena dalam hal ini, niat tidak menjadi pertimbangan utama—yang dilihat adalah objek dan substansi olok-oloknya.
Bentuk-Bentuk Istihza’ di Era Modern
Di zaman media sosial, istihza’ bisa menyebar dalam bentuk konten viral yang tampak lucu namun sebenarnya merendahkan agama. Contohnya adalah meme yang memperolok bacaan shalat, video yang menertawakan adzan, atau candaan tentang hukum-hukum fikih. Ironisnya, hal ini sering kali dikonsumsi oleh umat Islam sendiri tanpa kesadaran akan bahayanya.
Tak hanya itu, sebagian orang yang merasa ‘bebas berekspresi’ juga berani menyampaikan kritik terhadap agama dengan nada ejekan, seperti mempertanyakan ajaran poligami, jihad, atau jilbab dengan nada sinis dan menyudutkan. Kritik semacam ini bisa berubah menjadi istihza’ jika dilakukan dengan niat merendahkan dan memperolok.
Mengapa Istihza’ Berbahaya?
Istihza’ merusak dua hal penting dalam Islam: adab dan akidah. Dari sisi adab, mengejek hal-hal suci menunjukkan hilangnya rasa hormat terhadap sesuatu yang seharusnya diagungkan. Dari sisi akidah, istihza’ dapat menjadi tanda lemahnya iman, bahkan indikasi kemunafikan.
Lebih dari itu, istihza’ memiliki efek sosial yang destruktif. Ia bisa memicu kebencian antarumat beragama, memunculkan ketegangan sosial, dan membentuk opini negatif terhadap Islam. Maka, menjaga lisan dan etika komunikasi adalah bagian dari menjaga stabilitas sosial dan harmoni antarumat manusia.
Solusi dan Sikap Seorang Muslim
Seorang muslim hendaknya memiliki ghirah (kecemburuan) terhadap agamanya. Ketika mendengar ada yang mengejek ajaran Islam, ia tidak boleh diam atau ikut-ikutan. Sikap yang tepat adalah menegur dengan bijak, menjelaskan dengan hikmah, dan jika tidak mampu, maka menjauh dari majelis tersebut sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an:
“Dan sungguh, Dia telah menurunkan kepada kamu di dalam Kitab (Al-Qur’an) bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk bersama mereka sampai mereka membicarakan pembicaraan yang lain.” (QS. An-Nisa: 140)
Selain itu, penting bagi para dai, guru, dan pembina umat untuk menyampaikan pendidikan akidah dan adab kepada generasi muda. Media sosial harus dijadikan ruang edukasi, bukan ruang olok-olokan terhadap ajaran agama.
Penutup
Istihza’ bukanlah sekadar candaan atau ekspresi bebas. Dalam Islam, istihza’ adalah tindakan yang sangat serius karena menyangkut kehormatan agama, kebenaran wahyu, dan akidah seorang muslim. Setiap individu dituntut untuk menjaga lisannya, menghormati hal-hal yang suci, dan tidak menjadikan ajaran agama sebagai bahan olok-olokan. Sebab dalam pandangan Islam, iman dan ejekan terhadap agama tidak akan pernah bisa berdampingan.