KEHILANGAN Rasulullah merupakan pengalaman pahit yang dirasakan oleh Aisyah dan seluruh keluarga serta para sahabatnya. Namun, di tengah kesedihan itu, Aisyah merenung dalam syukur atas kehormatan yang telah Allah Swt. anugerahkan padanya, serta berterimakasih atas segala nikmat yang telah diberikan oleh-Nya.
Aisyah berkata, “Salah satu nikmat besar dari Allah kepadaku adalah ketika Rasulullah SAW meninggalkan dunia ini, beliau berada di rumahku, bersandar di pangkuanku.”
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, Aisyah memilih untuk tetap tinggal di kamar yang sama, berdampingan dengan makam suaminya. Suatu malam, Aisyah menerima mimpi yang mengharukan, di mana beliau bertemu kembali dengan Rasulullah Saw. Sejak saat itu, Aisyah jarang meninggalkan kamar itu, kecuali untuk tujuan-tujuan yang sangat penting.
Tak lama setelah Rasulullah Saw. meninggalkan dunia ini, Aisyah memutuskan untuk tidak menikah lagi. Allah Swt. telah mengharamkan istri-istri Rasulullah Saw. untuk menikah setelah beliau wafat. Sebaliknya, Allah Swt. memberi tugas kepada mereka untuk menjalani sisa hidup mereka dengan memberikan pengajaran, pendidikan, dan bimbingan kepada seluruh umat Islam. Mereka adalah para ibu bagi kaum Mukminin.
Setelah wafatnya Rasulullah Saw., ayah Aisyah, Abu Bakar Ash-Shiddiq, terpilih sebagai khalifah pertama. Pada saat itu, beberapa istri Rasulullah Saw. berencana untuk mengutus Utsman kepada Abu Bakar untuk menanyakan hak warisan mereka dari Rasulullah Saw. Mendengar niat istri-istri yang lain, Aisyah mencoba mengingatkan mereka akan sabda Rasulullah Saw. “Ingatlah bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, ‘Kami tidak meninggalkan harta warisan. Apa yang kami tinggalkan adalah sedekah,'” ujar Aisyah. Atas peringatan tersebut, para istri Nabi membatalkan niat mereka. []