Monitorday.com – Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar! Laa ilaaha illallah, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd!
Dalam gema takbir yang menggema di langit Jakarta, hati umat Islam bersuka cita menyambut hari kemenangan. Idul Fitri, bukan sekadar momentum berbuka setelah sebulan berpuasa, tetapi juga perjalanan spiritual menuju kesucian jiwa dan pembaharuan diri. Seperti embun yang menetes di pagi hari, Idul Fitri membawa kesejukan bagi jiwa-jiwa yang telah ditempa oleh Ramadhan.
Di tengah lautan jamaah yang khusyuk, Masjid Jami Abu Bakar Ash-Shiddiq di Jakarta Timur menjadi saksi peristiwa yang penuh hikmah. Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS, seorang cendekiawan sekaligus Anggota DPR RI 2024–2029, menyampaikan khutbah dengan semangat yang membakar jiwa. Dengan suara lantang penuh inspirasi, ia mengingatkan bahwa Idul Fitri adalah momentum kemenangan bagi mereka yang telah menjalani ibadah shaum dengan penuh keikhlasan dan ketulusan kepada Allah SWT.
Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah ayat 183, puasa bertujuan untuk membentuk insan yang bertakwa. Ketakwaan ini tidak hanya berkaitan dengan hubungan vertikal antara manusia dengan Allah (hablum minallah), tetapi juga mencakup interaksi sosial (hablum minannas). Dalam khutbahnya, Prof. Rokhmin mengingatkan bahwa ketakwaan yang hakiki akan membawa keberkahan bagi individu, masyarakat, dan bangsa. Ia mengutip QS. Al-A’raf ayat 96: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.”
Sebagai seorang intelektual dan pemimpin, Prof. Rokhmin menegaskan bahwa ketakwaan adalah pilar utama menuju kejayaan bangsa. Dalam visinya tentang Indonesia Emas 2045, ia menekankan bahwa negara yang maju, adil, dan makmur hanya dapat terwujud jika rakyatnya memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat. Kesuksesan sejati, katanya, bukan hanya diukur dari materi, tetapi dari keberkahan dan kebahagiaan yang bersumber dari ketaatan kepada Allah serta kebermanfaatan bagi sesama.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa keberkahan hidup tidak hanya datang dari ibadah ritual semata, tetapi juga dari kerja keras, kejujuran, disiplin, serta kepedulian terhadap lingkungan dan sesama. “Jadilah umat Islam yang produktif dan inovatif. Jangan hanya berdoa, tapi juga berusaha dengan sebaik-baiknya,” tegasnya. Ia mengingatkan bahwa Islam mengajarkan keseimbangan antara spiritualitas dan usaha duniawi, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.
Namun, di tengah optimisme itu, Prof. Rokhmin juga menyoroti tantangan besar yang dihadapi bangsa ini. Meskipun umat Islam di Indonesia telah menjalankan puasa selama lebih dari tujuh dekade sejak kemerdekaan, kualitas sumber daya manusia (SDM) masih jauh tertinggal. Data menunjukkan bahwa Indeks PISA Indonesia berada di peringkat 69 dari 81 negara, produktivitas tenaga kerja hanya 14 USD per jam—jauh di bawah negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masih di posisi ke-112 dunia.
Selain itu, deindustrialisasi yang terus berlanjut memperparah keadaan ekonomi. Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB turun drastis dari 29% pada 1997 menjadi hanya 17,8% pada 2024. Ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap). Prof. Rokhmin menggarisbawahi bahwa akar masalahnya terletak pada kepemimpinan yang lemah dalam moralitas dan ketakwaan. Banyak pemimpin terjerumus dalam korupsi dan kepentingan pribadi, sehingga menghambat kemajuan bangsa.
Di tengah situasi yang penuh tantangan ini, reformasi ekonomi menjadi keharusan. Prof. Rokhmin menawarkan solusi strategis, mulai dari peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan SDM agar lebih siap menghadapi era digital dan industri 4.0, hingga penguatan sektor UMKM dan hilirisasi industri agar nilai tambah produk nasional meningkat. Ia juga menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan agar kemakmuran bangsa dapat dinikmati oleh seluruh rakyat.
Meski tantangan besar membayangi, Prof. Rokhmin tetap optimis. Ia percaya bahwa dengan ketakwaan yang kokoh, kerja keras, dan kebijakan yang berpihak kepada rakyat, Indonesia dapat mewujudkan cita-citanya sebagai Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur—negeri yang sejahtera, makmur, dan mendapat ridha Allah SWT. “Mari kita jadikan Idul Fitri ini sebagai momentum kebangkitan, bukan hanya bagi diri kita, tetapi juga bagi bangsa dan negara. Dengan iman dan takwa, insya Allah Indonesia akan berjaya!” serunya penuh semangat.
Takbir kembali berkumandang, menggetarkan langit dan hati. Hari kemenangan ini bukan hanya tentang kembali ke fitrah, tetapi juga tentang tekad untuk menjadi insan yang lebih baik, demi diri, keluarga, bangsa, dan agama. Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa Lillahil Hamd!