Ekonomi Tiongkok, yang selama beberapa dekade menjadi salah satu yang paling kuat di dunia, menunjukkan tanda-tanda melemahnya. Pada kuartal kedua tahun 2023, pertumbuhan PDB Tiongkok hanya mencapai 0,4%, terendah dalam dua tahun terakhir.
Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap pelemahan ekonomi Tiongkok. Salah satunya adalah kebijakan nol-COVID yang ketat yang diterapkan oleh pemerintah Tiongkok. Kebijakan ini telah menyebabkan gangguan terhadap rantai pasokan dan kegiatan ekonomi lainnya.
Faktor lain yang berkontribusi terhadap pelemahan ekonomi Tiongkok adalah perang di Ukraina. Perang ini telah menyebabkan kenaikan harga energi dan komoditas, yang berdampak negatif pada perekonomian Tiongkok.
Indonesia harus menjaga neraca perdagangan dengan Tiongkok. Ekspor utama non-migas Indonesia ke China didominasi oleh bahan bakar mineral dengan porsi terbesar dengan 27,05%, sedangkan besi dan baja mengikuti dengan porsi 26,42%.
Di sisi lain, produk utama non-migas yang diimpor oleh Indonesia dari China yang bukan migas porsi terbesarnya ditempati oleh mesin/peralatan listrik dengan 24,04%, sementara mesin mekanik mencapai 21,24%.
Karena itu, pemerintah harus bersiap menghadapi tekanan dalam perdagangan ekspor-impor dengan China agar dapat menghindari terjadinya lonjakan defisit neraca dagang. Mengingat situasi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil, ada risiko krisis akibat perubahan kondisi eksternal.
Harapannya, perlambatan ekonomi di China tidak berdampak serius pada Indonesia, dan pemerintah perlu mencari alternatif pertumbuhan ekonomi selain dari perdagangan dan investasi China. Penting juga bagi pemerintah untuk menjaga pendapatan masyarakat agar tingkat konsumsi tetap terjaga.
Penurunan pengeluaran konsumen menjadi salah satu faktor pelemahan. Pandemi telah mempengaruhi perilaku konsumen, dengan orang lebih memprioritaskan tabungan daripada pengeluaran. Ketidakpastian yang disebabkan oleh pandemi telah menyebabkan penurunan daya beli dan penurunan kepercayaan konsumen.
Disamping itu peningkatan pengangguran, terutama di kalangan pemuda, telah berdampak signifikan pada konsumsi. Tindakan pemerintah untuk menindak tegas perusahaan teknologi besar dalam beberapa tahun terakhir juga telah menghilangkan peluang karir yang menguntungkan bagi lulusan yang ambisius.
Sementara itu, ekspansi ekonomi China secara utama mempengaruhi bisnis di seluruh dunia melalui perdagangan. Namun, permintaan akan barang-barang Tiongkok tidak meningkat seperti yang diharapkan, terutama di sektor teknologi tinggi. Penurunan ekspor telah berdampak pada negara-negara seperti Korea Selatan dan Taiwan, yang pengirimannya ke China mengalami penurunan dua digit.
Pemerintah Tiongkok sendiri telah menerapkan kebijakan untuk mengatasi masalah di sektor properti, terutama untuk mencegah gelembung perumahan. Meskipun kebijakan ini mungkin menguntungkan dalam jangka panjang, mereka telah berdampak pada investasi dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek.