Connect with us

Ruang Sujud

Menjadikan Dzikrul Maut sebagai Motivasi Hidup yang Lebih Bermakna

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Banyak orang menghindari pembicaraan tentang kematian karena dianggap menakutkan atau mengganggu suasana hati. Padahal, dalam Islam, dzikrul maut justru bisa menjadi motivasi kuat untuk menjalani hidup yang lebih bermakna dan terarah. Mengingat kematian bukan berarti menyerah pada pesimisme, tetapi justru mendorong seseorang untuk hidup dengan kesadaran penuh.

Ketika seseorang menyadari bahwa waktu hidupnya terbatas, ia akan mulai bertanya: apa yang sebenarnya penting? Apa warisan kebaikan yang ingin aku tinggalkan? Dzikrul maut mendorong kita untuk menyusun prioritas hidup, meminimalkan drama, dan fokus pada amal saleh serta kontribusi positif.

Rasulullah SAW menyebut orang yang paling cerdas adalah mereka yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Artinya, dzikrul maut adalah tanda kecerdasan spiritual—sebuah cara pandang yang tidak sekadar mengejar kesenangan dunia, tapi juga mempersiapkan diri untuk kehidupan abadi.

Orang yang menjadikan dzikrul maut sebagai motivasi tidak akan mudah putus asa. Ia sadar bahwa setiap musibah adalah pengingat, setiap kegagalan hanyalah ujian, dan setiap keberhasilan adalah peluang untuk berbuat lebih banyak kebaikan sebelum ajal menjemput. Hidupnya jadi lebih produktif dan berorientasi akhirat, tanpa mengabaikan dunia.

Dengan demikian, dzikrul maut bukanlah bayang-bayang kematian yang menakutkan, tapi cahaya yang menuntun langkah. Ia mengajarkan kita untuk menjalani setiap hari dengan nilai, bukan sekadar rutinitas. Untuk mencintai dengan tulus, bekerja dengan jujur, dan bersedekah tanpa pamrih—karena semua akan tercatat sebagai bekal pulang ke akhirat.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ruang Sujud

Dzikrul Maut dalam Pandangan Ulama: Antara Takut dan Harapan

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Dzikrul maut, dalam pandangan para ulama, bukan sekadar perenungan tentang kematian, melainkan juga jendela menuju pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan hidup. Mereka memandang bahwa mengingat kematian seharusnya menimbulkan dua rasa sekaligus dalam diri seorang mukmin: rasa takut dan rasa harapan.

Rasa takut muncul karena kematian adalah awal dari kehidupan akhirat, tempat di mana amal manusia akan dihitung dan dipertanggungjawabkan. Ulama seperti Imam Al-Ghazali menekankan bahwa mengingat maut seharusnya membuat seseorang waspada, memperbanyak taubat, dan menjauhi perbuatan dosa. Ketakutan ini bukan untuk melemahkan semangat hidup, tetapi untuk menyadarkan manusia agar tidak tertipu oleh gemerlap dunia.

Namun di sisi lain, dzikrul maut juga harus membangkitkan rasa harapan. Para ulama menegaskan bahwa Allah adalah Maha Pengampun dan penuh rahmat. Maka, setiap kali kita mengingat maut, kita juga harus membayangkan ampunan-Nya yang luas, surga-Nya yang indah, dan kesempatan untuk kembali kepada-Nya dengan hati bersih. Dzikrul maut dengan harapan menjadikan hidup lebih tenang dan bermakna.

Ibnu Qayyim dalam kitabnya Al-Fawaaid mengatakan bahwa dzikrul maut yang benar adalah yang membangkitkan dorongan untuk mempersiapkan bekal akhirat, bukan hanya menimbulkan ketakutan yang membuat seseorang putus asa.

Sehingga, keseimbangan antara takut dan harapan inilah yang menjadi kunci dzikrul maut yang sehat. Takut agar tidak terjerumus dalam dosa, dan harapan agar tetap optimis mengejar ampunan dan rahmat Allah.

Dengan pandangan ini, dzikrul maut menjadi sumber energi spiritual, bukan momok yang menakutkan.

Continue Reading

Ruang Sujud

Manfaat Dzikrul Maut bagi Kehidupan Sehari-hari Umat Muslim

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Mengingat kematian atau dzikrul maut sering dianggap sebagai hal yang suram, padahal justru sebaliknya: dzikrul maut membawa banyak manfaat yang nyata dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim. Dalam Islam, kematian bukanlah akhir, melainkan awal dari kehidupan yang sesungguhnya, sehingga mengingatnya menjadi motivasi untuk hidup lebih baik.

Salah satu manfaat utama dari dzikrul maut adalah menjaga seseorang dari berbuat maksiat. Ketika seseorang sadar bahwa ajal bisa datang kapan saja, ia akan lebih berhati-hati dalam setiap tindakan, ucapan, dan pilihan hidupnya. Ini menjadikan dzikrul maut sebagai penjaga moral dan etika.

Dzikrul maut juga menumbuhkan semangat untuk beramal. Banyak orang yang mulai rutin bersedekah, memperbanyak ibadah, bahkan memperbaiki hubungan dengan sesama setelah merenungkan tentang kematian. Mereka sadar bahwa amal baik akan menjadi bekal satu-satunya di alam kubur.

Selain itu, mengingat kematian bisa mengurangi stres dan keserakahan. Dunia ini seringkali membuat manusia terjebak dalam ambisi tanpa akhir. Namun, ketika seseorang menyadari bahwa semua kenikmatan duniawi akan ditinggalkan, ia akan hidup lebih sederhana dan bersyukur.

Dzikrul maut juga menjadikan hati lebih tenang. Orang yang sering merenungi kematian akan lebih siap menghadapi kehilangan, musibah, dan perubahan hidup. Ia tidak mudah hancur ketika ditimpa ujian, karena ia tahu bahwa kehidupan ini fana dan semua yang terjadi adalah bagian dari rencana Allah.

Dengan semua manfaat itu, dzikrul maut bukan hanya soal kematian, melainkan tentang bagaimana kita menjalani hidup dengan penuh kesadaran, makna, dan tanggung jawab.

Continue Reading

Ruang Sujud

Dzikrul Maut: Menghidupkan Hati dengan Mengingat Kematian

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Dzikrul maut, atau mengingat kematian, adalah salah satu bentuk dzikir yang paling dalam maknanya. Dalam Islam, mengingat kematian bukanlah untuk menakut-nakuti diri, melainkan sebagai upaya menyadarkan hati bahwa hidup ini bersifat sementara dan dunia bukan tujuan akhir. Rasulullah SAW bersabda, “Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian.” (HR. Tirmidzi).

Dengan mengingat kematian, seseorang akan terdorong untuk memperbaiki amal dan meninggalkan perbuatan sia-sia. Ia menjadi lebih bijak dalam memanfaatkan waktu, menjaga lisan, serta menata hubungan dengan sesama. Dzikrul maut bukan tentang pesimisme, tapi tentang kesiapan menghadapi pertemuan dengan Sang Pencipta.

Para ulama menyebutkan bahwa hati manusia bisa keras seperti batu jika tidak disiram dengan dzikir, termasuk dzikrul maut. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menyebut, “Sungguh, mengingat mati akan melunakkan hati yang keras, melenyapkan ambisi terhadap dunia, dan meringankan musibah.”

Mengingat kematian juga menjaga seseorang dari sifat sombong dan lalai. Ketika seseorang sadar bahwa maut bisa datang kapan saja, maka ia akan menahan diri dari kesombongan, memperbanyak istighfar, dan lebih giat beribadah. Kematian adalah pintu menuju kehidupan abadi, dan dzikrul maut adalah kuncinya.

Continue Reading

Ruang Sujud

Antara Kebutuhan Sosial dan Larangan Syariat: Memahami Konteks Ikhtilath di Era Modern

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Perkembangan zaman menghadirkan berbagai dinamika baru dalam kehidupan sosial umat Islam, termasuk dalam hal pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Di tengah kebutuhan interaksi sosial, pendidikan, dan pekerjaan yang semakin kompleks, muncul pertanyaan besar: bagaimana umat Islam menyikapi ikhtilath di era modern?

Ikhtilath secara syar’i adalah percampuran bebas antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, tanpa batasan, pengawasan, atau kepentingan syar’i yang mendesak. Islam secara tegas memberikan peringatan terhadap kondisi semacam ini karena bisa menjerumuskan pada fitnah dan maksiat. Namun, bukan berarti setiap bentuk interaksi antara dua lawan jenis adalah terlarang.

Di era modern, laki-laki dan perempuan sering berada di ruang yang sama: kantor, kampus, seminar, proyek sosial, hingga forum diskusi daring. Selama interaksi itu dilakukan dengan niat baik, adab Islam dijaga, dan syarat-syarat syar’i dipenuhi, maka itu bukan bentuk ikhtilath yang dilarang.

Syariat Islam sangat fleksibel dan mampu menjawab kebutuhan zaman tanpa meninggalkan prinsip dasarnya. Dalam situasi tertentu, laki-laki dan perempuan diperbolehkan bekerja sama, asalkan tidak melanggar batasan: tidak berdua-duaan, tidak bersentuhan fisik, tidak membuka aurat, tidak bercampur tanpa kejelasan fungsi atau kepentingan, serta menjaga sikap dan ucapan.

Contoh penerapannya bisa kita lihat dalam sistem pendidikan Islam modern. Banyak sekolah dan universitas Islam yang tetap membuka ruang bagi perempuan untuk belajar, namun dengan sistem kelas terpisah, tempat duduk dibedakan, atau menggunakan sistem daring. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak menutup akses perempuan untuk maju, tetapi tetap mengatur jalannya agar selaras dengan nilai-nilai agama.

Begitu pula dalam dunia kerja. Banyak perusahaan menerapkan kebijakan ramah syariah dengan memisahkan ruang kerja, menjaga etika komunikasi, bahkan menyediakan ruang shalat dan waktu untuk beribadah. Ini adalah bentuk adaptasi yang harmonis antara kebutuhan zaman dan larangan ikhtilath.

Namun tetap harus diingat, bahwa kelonggaran ini bukan untuk menjadi pembenaran atas pergaulan bebas yang bertentangan dengan syariat. Di balik kebebasan modern, umat Islam harus tetap menanamkan kesadaran akan batasan, rasa malu, dan kontrol diri. Karena syahwat tidak mengenal ruang dan waktu—ia bisa menyelinap dalam ruang terbuka maupun tersembunyi.

Maka, memahami ikhtilath di era modern berarti memahami urgensi menjaga batas sambil tetap aktif dan produktif dalam masyarakat. Syariat Islam hadir bukan untuk menghambat kemajuan, tapi untuk membimbing langkah agar tidak tergelincir dalam kehancuran.

Continue Reading

Ruang Sujud

Adab dan Etika Pergaulan dalam Islam: Menghindari Ikhtilath yang Merusak

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Islam bukan hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga dengan sesama manusia—termasuk dalam hal pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Dalam pergaulan ini, Islam menetapkan adab dan etika yang tegas agar tidak terjadi pelanggaran yang berujung pada maksiat. Salah satu prinsip penting yang dijaga adalah menghindari ikhtilath atau percampuran bebas.

Pergaulan dalam Islam dibangun atas dasar kehormatan, kesopanan, dan rasa tanggung jawab. Islam sangat menjunjung tinggi martabat perempuan dan menjaga kehormatan laki-laki. Maka, aturan-aturan yang tampak ketat dalam pergaulan bukanlah bentuk pengekangan, melainkan penjagaan terhadap fitrah dan kemuliaan manusia.

Etika dasar yang pertama adalah menundukkan pandangan. Dalam QS. An-Nur ayat 30-31, Allah memerintahkan kaum mukmin untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Ini adalah langkah awal agar interaksi tidak berubah menjadi ajang syahwat atau godaan yang mengarah pada zina hati.

Kedua, berbicara dengan adab dan secukupnya. Al-Qur’an memperingatkan perempuan agar tidak melembutkan suara ketika berbicara dengan laki-laki asing, agar tidak menimbulkan harapan di hati orang yang memiliki penyakit dalam hatinya (QS. Al-Ahzab: 32). Ini menunjukkan bahwa pembicaraan pun harus dijaga.

Ketiga, menghindari khalwat, yaitu berdua-duaan tanpa mahram. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang laki-laki berdua-duaan dengan seorang perempuan kecuali yang ketiganya adalah setan.” (HR. Tirmidzi). Oleh karena itu, sistem pertemuan atau kerja yang melibatkan dua orang berbeda jenis harus diatur agar tidak terjebak dalam suasana yang membuka celah maksiat.

Keempat, menjaga jarak fisik dan tidak bersentuhan. Dalam Islam, bersentuhan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram tanpa kebutuhan darurat adalah hal yang dilarang. Bahkan, Rasulullah SAW menyatakan bahwa lebih baik kepala ditusuk dengan jarum besi daripada menyentuh perempuan yang bukan mahram (HR. Thabrani).

Semua adab dan etika ini bukan untuk mempersulit kehidupan, melainkan untuk menjaga kejernihan hati dan kemurnian niat dalam bergaul. Islam tidak menutup peluang interaksi, selama dalam kerangka profesional dan syar’i. Dalam pendidikan, kerja, maupun kegiatan sosial, laki-laki dan perempuan bisa bekerja sama, asalkan tetap menjaga batas.

Menghindari ikhtilath adalah bagian dari memuliakan diri sendiri dan orang lain. Ketika etika ini diabaikan, pergaulan menjadi liar, nilai malu luntur, dan dosa pun menjadi ringan di mata. Sebaliknya, dengan menjaga adab, pergaulan menjadi berkah dan membawa kebaikan bagi semua.

Continue Reading

Ruang Sujud

Bahaya Ikhtilath: Ketika Batas Aurat dan Syahwat Terkaburkan

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Ikhtilath atau percampuran bebas antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram bukan hanya melanggar etika sosial dalam Islam, tetapi juga membawa dampak serius terhadap kesehatan spiritual dan moral umat. Ketika batas aurat tak lagi dijaga dan syahwat dibiarkan bebas, kehancuran moral hanya tinggal menunggu waktu.

Di zaman sekarang, ikhtilath sering dianggap hal yang biasa. Pergaulan bebas yang diperlihatkan di media, sistem kerja tanpa sekat gender, hingga acara-acara sosial yang tak mengenal batasan, menjadi ladang subur bagi syahwat untuk tumbuh tanpa kendali. Padahal, Islam sangat jelas melarang segala bentuk interaksi yang bisa membuka pintu fitnah.

Bahaya ikhtilath bukan hanya terletak pada kontak fisik semata, tetapi juga dalam hal-hal yang tampak kecil: saling memandang dengan syahwat, bercanda tanpa batas, hingga membuka aurat yang seharusnya ditutup. Semua itu menjadi sebab hati mulai condong, pikiran tak lagi jernih, dan iman pun melemah.

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya pandangan itu adalah salah satu panah dari panah-panah iblis. Barang siapa yang meninggalkannya karena takut kepada-Ku, maka Aku akan menggantinya dengan keimanan yang manisnya akan dia rasakan di dalam hatinya.” (HR. Al-Hakim). Hadis ini menjadi peringatan kuat bahwa syahwat sering kali bermula dari pandangan yang tidak dijaga dalam suasana ikhtilath.

Selain itu, ikhtilath bisa menimbulkan zina hati, yaitu bentuk kemaksiatan yang bermula dari pikiran dan perasaan. Zina mata, zina telinga, dan zina hati adalah tahap-tahap menuju kehancuran diri yang sering kali tidak disadari. Ketika ikhtilath dianggap hal yang wajar, batas antara halal dan haram pun menjadi kabur.

Banyak kasus pelecehan, perselingkuhan, hingga perceraian yang berawal dari interaksi bebas yang tidak terjaga. Dunia kerja, kampus, bahkan lembaga-lembaga keagamaan bisa terpapar bahaya ini jika tidak ada pengawasan dan kesadaran untuk menjaga batas.

Karena itu, penting bagi umat Islam untuk kembali kepada panduan syariat. Menjaga aurat, menghindari khalwat, berbicara dengan sopan, serta mengatur ruang interaksi agar tetap terjaga adalah ikhtiar agar hidup tetap dalam lindungan Allah. Bukan berarti membenci lawan jenis, tetapi menghormatinya dengan cara yang sesuai dengan petunjuk Ilahi.

Ikhtilath memang bisa terlihat menyenangkan sesaat, namun bahayanya bisa merusak masa depan dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, lebih baik mencegah sejak dini daripada menyesal di kemudian hari.

Continue Reading

Ruang Sujud

Ikhtilath dalam Pandangan Islam: Batasan yang Harus Dijaga

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Dalam kehidupan sosial, interaksi antara laki-laki dan perempuan merupakan sesuatu yang tak bisa dihindari. Namun, Islam sebagai agama yang sempurna menetapkan batasan-batasan yang tegas dalam pergaulan antara dua lawan jenis. Salah satunya adalah larangan ikhtilath atau percampuran bebas antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.

Secara bahasa, ikhtilath berarti bercampur atau berbaur. Sedangkan dalam istilah fikih, ikhtilath merujuk pada keadaan di mana laki-laki dan perempuan berada dalam satu tempat tanpa pemisahan atau batasan yang jelas, sehingga memungkinkan terjadinya kontak fisik, pandangan yang tidak dijaga, hingga fitnah yang merusak.

Al-Qur’an dan Hadis banyak memberikan arahan agar kaum muslimin menjaga diri dari pergaulan yang tidak terkontrol. Dalam QS. An-Nur ayat 30-31, Allah memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat menjaga agar interaksi antara lawan jenis tidak melanggar batas-batas yang ditentukan.

Rasulullah SAW juga memberikan contoh nyata dalam kehidupan beliau. Dalam banyak kesempatan, beliau memisahkan barisan antara laki-laki dan perempuan, bahkan dalam urusan ibadah seperti shalat berjamaah. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat hati-hati dalam menjaga interaksi agar tidak menjerumuskan umat pada maksiat.

Namun, bukan berarti Islam menutup pintu interaksi antara laki-laki dan perempuan sama sekali. Dalam kondisi tertentu yang mendesak, seperti pendidikan, perdagangan, atau urusan publik lainnya, interaksi boleh terjadi selama tetap menjaga adab, menutup aurat, dan menghindari khalwat (berduaan). Adanya hijab, pemisahan ruang, dan pengawasan menjadi solusi yang diajukan Islam agar interaksi tetap dalam koridor syariat.

Dalam dunia modern yang semakin bebas, tantangan dalam menjaga batasan ikhtilath semakin besar. Budaya kerja, sistem pendidikan, hingga media sosial kerap memperlihatkan pergaulan bebas yang jauh dari nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk memperkuat pemahaman agama, menjaga diri dari fitnah, serta membentengi hati dengan keimanan.

Ikhtilath bukan hanya soal fisik yang bercampur, tapi juga tentang hati yang mulai terpengaruh, pikiran yang terbawa, dan pandangan yang tidak dijaga. Maka, menjaga batas bukanlah bentuk pengekangan, melainkan perlindungan agar jiwa tetap bersih dan hidup diberkahi.

Continue Reading

Ruang Sujud

Shirathal Mustaqim dalam Perspektif Ulama: Antara Ilmu, Amal, dan Hidayah

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Shirathal mustaqim bukanlah jalan kosong tanpa arah, melainkan jalan yang memiliki pijakan kuat dalam ilmu, ditopang oleh amal, dan dipandu oleh hidayah. Para ulama sejak dahulu hingga kini sepakat bahwa memahami dan menapaki shirathal mustaqim adalah inti dari kehidupan seorang muslim.

Ilmu sebagai Cahaya di Jalan Lurus

Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menyatakan bahwa tanpa ilmu, seseorang bisa merasa sedang di jalan lurus padahal sesat. Ilmu adalah cahaya yang membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Maka, menapaki shirathal mustaqim tidak cukup hanya dengan niat baik, tapi juga dengan ilmu yang benar dan bersumber dari Al-Qur’an serta sunnah.

Amal sebagai Bukti dari Jalan yang Dipilih

Menurut Imam Ibn Qayyim, ilmu harus diwujudkan dalam bentuk amal. Shirathal mustaqim adalah jalan yang aktif—bukan sekadar diyakini, tapi juga dijalani. Seorang yang berilmu tapi tidak beramal disamakan dengan mereka yang dimurkai Allah, sementara yang beramal tanpa ilmu bisa jatuh dalam kesesatan. Kombinasi keduanya adalah kunci keselamatan.

Hidayah sebagai Anugerah dan Doa yang Terus Dipanjatkan

Ulama seperti Syaikh Ibn ‘Utsaimin menekankan bahwa meskipun seseorang telah berilmu dan beramal, ia tetap membutuhkan hidayah. Hidayah adalah bentuk kasih sayang Allah untuk meneguhkan hati di jalan yang benar. Doa dalam Al-Fatihah, “ihdinash shirathal mustaqim”, menjadi permohonan agar Allah terus menjaga kita dalam konsistensi dan keistiqamahan.

Jalan Para Nabi dan Orang Shalih

Dalam tafsirnya, Imam Al-Thabari menafsirkan jalan lurus sebagai jalan para nabi, orang-orang yang jujur, syuhada, dan orang shalih. Mereka semua adalah teladan konkret. Maka, ulama menganjurkan umat untuk memperbanyak membaca kisah hidup mereka sebagai inspirasi dalam meniti shirathal mustaqim dengan semangat dan keberanian.

Tantangan dalam Menjalani Jalan Ini

Para ulama juga menyadari bahwa shirathal mustaqim bukan jalan yang mulus. Syubhat (kerancuan dalam pemikiran) dan syahwat (godaan hawa nafsu) adalah dua musuh utama. Oleh karena itu, mereka menekankan pentingnya berguru kepada ulama yang terpercaya, menjaga lingkungan pergaulan, serta memperbanyak ibadah sebagai benteng diri.

Kesimpulan

Shirathal mustaqim menurut para ulama bukanlah jalan teoritis, tapi jalan nyata yang harus dilalui dengan ilmu, dijaga dengan amal, dan disinari oleh hidayah. Kita semua sedang berada dalam perjalanan panjang menuju Allah, dan jalan ini hanya bisa ditapaki dengan petunjuk yang benar dan hati yang berserah.

Continue Reading

Ruang Sujud

Makna Mendalam Shirathal Mustaqim dalam Al-Fatihah

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Surat Al-Fatihah bukan sekadar pembuka Al-Qur’an, tapi juga inti dari seluruh pesan Ilahi. Salah satu doa paling penting yang terkandung di dalamnya adalah permohonan: “Ihdinash shirathal mustaqim”—Tunjukilah kami jalan yang lurus. Doa ini menjadi inti dari hubungan hamba dan Tuhannya.

Permohonan yang Diulang Setiap Hari

Doa “ihdinash shirathal mustaqim” bukan hanya dibaca sekali dua kali, tapi minimal 17 kali dalam sehari saat salat wajib. Ini menunjukkan bahwa kita sangat bergantung pada hidayah Allah. Tanpa petunjuk-Nya, manusia akan tersesat di tengah gelapnya dunia dan kuatnya arus godaan.

Jalan yang Menyatukan Tauhid, Syariat, dan Akhlak

Shirathal mustaqim adalah jalan yang menggabungkan tauhid sebagai pondasi, syariat sebagai aturan, dan akhlak sebagai perwujudan. Ini bukan jalan netral, melainkan jalan yang jelas—jalan Islam yang ditunjukkan Allah melalui wahyu, diteladani Rasulullah, dan ditempuh para salihin.

Konteks Al-Fatihah: Hubungan dengan Ayat Sebelumnya

Permintaan shirathal mustaqim muncul setelah ayat tentang pengakuan: “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.” Ini menunjukkan bahwa hanya dengan pertolongan Allah, seseorang bisa tetap istiqamah di jalan lurus. Doa ini bukan soal ilmu, tapi soal hati dan niat yang bersandar pada-Nya.

Jalan Orang-Orang yang Diberi Nikmat

Allah tidak membiarkan kita menebak-nebak makna jalan lurus. Ia langsung menjelaskannya: “yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka.” Dalam tafsir, mereka adalah para nabi, orang jujur (shiddiqin), para syuhada, dan orang-orang saleh. Artinya, kita berdoa untuk mengikuti jejak orang-orang yang hidupnya sukses menurut Allah.

Menghindari Jalan yang Salah

Masih dalam surat Al-Fatihah, kita juga memohon dijauhkan dari jalan mereka yang dimurkai dan sesat. Jalan lurus berada di tengah antara dua ekstrem: mereka yang tahu kebenaran tapi tidak mengamalkannya (al-maghdhub), dan mereka yang beramal tanpa ilmu (ad-dhallin). Maka, shirathal mustaqim menuntut ilmu sekaligus amal.

Penutup

Al-Fatihah adalah cermin kebutuhan ruhani manusia: memohon petunjuk dan istiqamah di jalan yang benar. Shirathal mustaqim bukan sekadar jalur ke surga, tapi juga kompas moral dan spiritual dalam hidup di dunia. Mari terus memohon dan berjuang agar Allah menuntun kita di atas jalan ini hingga akhir hayat.

Continue Reading

Ruang Sujud

Meniti Shirathal Mustaqim di Era Digital: Tantangan dan Solusi

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Di tengah era digital yang serba cepat dan penuh distraksi, menapaki shirathal mustaqim bukanlah perkara mudah. Informasi berseliweran setiap detik, gaya hidup hedonis merajalela, dan nilai-nilai kebenaran sering dikaburkan oleh algoritma dan opini publik. Lalu, bagaimana agar kita tetap berada di jalan lurus?

Tantangan: Arus Informasi Tak Terseleksi

Salah satu tantangan utama di era digital adalah banjir informasi yang tak tersaring. Kebenaran dan kebatilan bercampur jadi satu dalam bentuk konten media sosial, video viral, hingga podcast dan berita. Jika tidak berhati-hati, seseorang bisa dengan mudah terseret pada pemikiran sesat atau gaya hidup yang menyimpang dari nilai-nilai Islam.

Godaan Digital: Dosa Hanya Sekali Klik

Teknologi yang mempermudah hidup juga mempermudah dosa. Ghibah, fitnah, pornografi, hingga perdebatan sia-sia kini bisa diakses dalam hitungan detik. Inilah jebakan zaman modern—di mana manusia bisa tergelincir dari jalan lurus tanpa sadar, hanya karena jari yang tak bijak dalam mengklik dan menyebar.

Krisis Fokus dan Keikhlasan

Shirathal mustaqim menuntut hati yang fokus dan ikhlas. Namun, era digital cenderung menciptakan mentalitas pencitraan. Kita tergoda menampilkan yang terbaik untuk dilihat manusia, bukan untuk mendapat ridha Allah. Akibatnya, ibadah bisa berubah menjadi rutinitas kosong, bukan sarana mendekat pada Tuhan.

Solusi: Literasi Digital Berbasis Tauhid

Kunci pertama agar tetap di jalan lurus di era digital adalah memperkuat literasi digital yang bertumpu pada tauhid. Artinya, kita harus mampu membedakan mana konten yang mendekatkan pada Allah dan mana yang menjauhkan. Jadikan prinsip tauhid sebagai filter utama dalam memilih tontonan, bacaan, dan aktivitas online.

Membangun Ekosistem Kebaikan

Solusi kedua adalah aktif menciptakan dan bergabung dalam komunitas digital yang positif. Bergabunglah dengan kanal kajian Islam, ikut kelas online yang memperkuat iman, dan jauhi grup atau akun yang memancing kebencian, perpecahan, atau syahwat. Lingkungan digital juga menentukan arah hidup kita.

Istiqamah dalam Dunia yang Berubah

Shirathal mustaqim bukanlah jalan bebas hambatan. Ia membutuhkan kesungguhan, ketekunan, dan evaluasi diri yang berkelanjutan. Kita butuh zikir, tilawah, dan doa yang konsisten untuk mengimbangi derasnya arus digital. Seperti GPS spiritual, Al-Qur’an dan sunnah harus tetap menjadi petunjuk utama.

Penutup

Meniti jalan lurus di era digital bukan mustahil, tapi butuh kesadaran, kontrol diri, dan lingkungan yang mendukung. Jangan biarkan gadget menjadi penghalang kita menuju ridha Allah. Jadikan teknologi sebagai alat bantu untuk menapaki shirathal mustaqim dengan lebih teguh dan cerdas.

Continue Reading

Monitor Saham BUMN



News46 seconds ago

Inilah Sosok di Balik Kemenangan Militer Pakistan Atas India

Ruang Sujud1 hour ago

Menjadikan Dzikrul Maut sebagai Motivasi Hidup yang Lebih Bermakna

News3 hours ago

Militer Israel Temukan Jasad Tentaranya yang Hilang Selama 43 Tahun

Review4 hours ago

Wisuda SMK CBM Purwokerto: Parody Hollywood Sonoan Dikit

Sportechment4 hours ago

Marc Marquez Pilih Main Aman di MotoGP Prancis demi Target Juara Dunia

News4 hours ago

Kronologi Ledakan saat Pemusnahan Amunisi di Garut Tewaskan 13 Orang

Sportechment5 hours ago

Dipanggil Jadi Saksi di Kasus Blake Lively dan Justin Baldoni, Taylor Swift Respon Begini

News5 hours ago

Hamas Siap Bebaskan Sandera AS-Israel, Upaya Gencatan Senjata Kembali Menguat

Infrastruktur5 hours ago

UMK Academy Pertamina Dorong UMKM Naik Kelas dan Tembus Pasar Internasional

Ruang Sujud5 hours ago

Dzikrul Maut dalam Pandangan Ulama: Antara Takut dan Harapan

News7 hours ago

Nenek Tuna Netra Ini Berhasil Tunaikan Haji di Usia ke-85

Review7 hours ago

Trenggono Pimpin PAN Jateng, Tantangan Baru Menanti

News8 hours ago

Parlemen Arab Desak PBB Selamatkan Anak-Anak Gaza dari Kelaparan

News9 hours ago

Israel Kelimpungan, Trump Ambil Jalur Berbeda dari Netanyahu Soal Iran dan Gaza

Ruang Sujud9 hours ago

Manfaat Dzikrul Maut bagi Kehidupan Sehari-hari Umat Muslim

Sportechment10 hours ago

Tampil Impresif Sepanjang Musim, Dembele Terpilih Jadi Pemain Terbaik Liga Prancis

Sportechment10 hours ago

Afghanistan Haramkan Permainan Catur, Lha Kok Bisa?

News11 hours ago

Negara-negara Islam Ini Bakal Hadiri Konferensi PUIC di Jakarta

Sportechment12 hours ago

Para Pemimpin Studio Hollywood Gelar Pertemuan, Ada Apa?

Sportechment13 hours ago

Farhan Halim Bidik Karier Internasional Usai Antar Bhayangkara Juara Proliga 2025