Connect with us

Ruang Sujud

Syuhada Era Modern: Mereka yang Gugur Membela Kebenaran

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Di zaman modern, medan perjuangan tidak lagi selalu berupa peperangan fisik seperti di masa lalu. Namun, semangat pengorbanan dan keberanian membela kebenaran tetap hidup dalam diri banyak orang yang kemudian gugur dalam perjuangan melawan ketidakadilan, penindasan, dan penjajahan. Mereka inilah yang sering disebut sebagai syuhada era modern—mereka yang meninggal dalam perjuangan yang tak kalah beratnya demi menegakkan nilai-nilai Islam, kemanusiaan, dan keadilan.

Salah satu contoh syuhada masa kini adalah para relawan kemanusiaan yang gugur saat membantu korban konflik, seperti di Palestina, Suriah, atau Myanmar. Mereka tidak membawa senjata, namun membawa bantuan, harapan, dan cinta kasih. Banyak dari mereka yang terbunuh dalam serangan, namun tetap dikenang sebagai pahlawan sejati yang mengorbankan nyawa demi sesama.

Di beberapa negeri Muslim, banyak aktivis dakwah dan ulama yang dibunuh karena keberanian mereka menyuarakan kebenaran di tengah-tengah rezim zalim. Mereka berdiri di garis depan, membela rakyat dari penindasan, melawan korupsi, dan menuntut keadilan. Meski tanpa senjata, mereka melawan dengan lisan dan tulisan, hingga akhirnya kehilangan nyawa karena kezaliman. Dalam pandangan Islam, mereka pun tergolong syuhada.

Tak sedikit pula para jurnalis Muslim yang gugur saat meliput konflik di zona-zona berbahaya. Mereka berusaha menghadirkan kebenaran kepada dunia, meski tahu nyawa mereka jadi taruhan. Darah mereka yang tertumpah di medan berita adalah bukti nyata bahwa jihad di era modern dapat berbentuk perjuangan informasi dan penyadaran umat.

Syuhada era modern juga bisa ditemukan di tengah masyarakat biasa—para orang tua yang meninggal saat melindungi anak-anak mereka dalam serangan, guru yang mempertahankan murid dari kekerasan, atau tenaga medis yang wafat karena menolong korban wabah penyakit tanpa henti. Dalam hadis Nabi, orang yang wafat karena penyakit atau bencana, jika ia bersabar dan tetap berada di jalan Allah, juga mendapat pahala syahid.

Menghormati para syuhada masa kini adalah dengan melanjutkan perjuangan mereka, menegakkan kebenaran di lingkungan kita, menolak ketidakadilan, dan memperjuangkan kemanusiaan. Mereka adalah inspirasi, bahwa menjadi pahlawan bukan soal senjata, melainkan soal keberanian untuk hidup dan mati demi nilai yang benar.

Dalam dunia yang semakin rumit ini, syahid bukan hanya tentang akhir hidup, tapi tentang bagaimana kita menjalani hidup: dengan keikhlasan, pengorbanan, dan semangat untuk selalu berada di pihak yang benar.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ruang Sujud

Keutamaan Mati Syahid dalam Al-Qur’an dan Hadis

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Dalam Islam, mati syahid atau gugur di jalan Allah adalah kemuliaan tertinggi yang dapat diraih oleh seorang hamba. Keutamaan ini tidak hanya disebutkan dalam berbagai ayat Al-Qur’an, tetapi juga ditegaskan dalam banyak hadis Rasulullah SAW. Syahid bukan hanya berarti gugur dalam peperangan, melainkan wafat dalam keadaan membela kebenaran dan kebaikan dengan penuh keikhlasan.

Salah satu keutamaan syahid yang paling agung adalah janji kehidupan di sisi Allah. Allah berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 169-170: “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepada mereka…” Ini menunjukkan bahwa syuhada mendapatkan kedudukan istimewa yang tidak diberikan kepada manusia biasa.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang mati syahid akan diampuni dosanya sejak tetesan darah pertama dan akan diperlihatkan tempatnya di surga…” Hadis ini menjadi bukti nyata betapa besar pahala dan keutamaan yang menanti para syuhada.

Tidak hanya itu, para syuhada juga mendapat hak istimewa untuk memberikan syafaat bagi anggota keluarganya. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa syahid dapat memberikan syafaat kepada tujuh puluh anggota keluarganya. Ini adalah bentuk rahmat yang luar biasa dari Allah atas pengorbanan yang dilakukan oleh para pejuang kebenaran.

Menariknya, Rasulullah SAW juga menyebut beberapa jenis syahid yang tidak terbatas pada medan perang. Mereka yang wafat karena tenggelam, terbakar, sakit perut, wabah penyakit, dan wanita yang meninggal saat melahirkan juga mendapatkan gelar syuhada. Hal ini menunjukkan keluasan rahmat Allah dan pentingnya niat dalam setiap perjuangan.

Keutamaan mati syahid juga menjadi pengingat bahwa hidup sejatinya bukan hanya tentang dunia semata, tetapi juga tentang akhirat. Syahid adalah simbol dari keberanian, keteguhan, dan keikhlasan yang tiada tara. Mereka meninggalkan dunia dengan kehormatan, dan disambut di akhirat dengan kemuliaan.

Dalam kehidupan kita hari ini, semangat syahid bisa diwujudkan dalam bentuk perjuangan melawan kezaliman, membela yang lemah, menegakkan keadilan, dan menolak kemungkaran. Dengan niat yang benar dan perjuangan yang tulus, setiap langkah yang kita ambil di jalan kebaikan bisa mendekatkan kita pada derajat yang tinggi di sisi Allah.

Syuhada adalah teladan bahwa hidup bukan tentang seberapa lama kita hidup, tetapi seberapa berarti pengabdian kita kepada kebenaran. Dan syahid adalah puncak pengabdian itu.

Continue Reading

Ruang Sujud

Kisah-Kisah Menginspirasi Para Syuhada di Medan Jihad

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Sejarah Islam dipenuhi dengan kisah heroik para syuhada yang gugur dalam perjuangan membela agama. Kisah-kisah mereka bukan hanya menggetarkan hati, tetapi juga membangkitkan semangat dan keteguhan iman. Mereka tidak hanya berjuang dengan pedang, tetapi juga dengan keyakinan dan cinta kepada Allah yang luar biasa dalam dada.

Salah satu kisah syuhada yang terkenal adalah kisah Ja’far bin Abi Thalib dalam Perang Mu’tah. Ketika tangan kanannya putus saat membawa panji perang, ia mengangkat panji dengan tangan kiri. Saat tangan kirinya pun putus, ia mendekap panji itu dengan sisa-sisa tubuhnya hingga akhirnya gugur. Rasulullah SAW bersabda bahwa Ja’far telah digantikan tangannya dengan dua sayap di surga, dan ia pun dikenal sebagai Ja’far ath-Thayyar (Ja’far sang terbang).

Kisah lainnya datang dari Perang Badar, perang pertama dalam sejarah Islam. Banyak sahabat muda yang rela maju meski tahu kemungkinan besar mereka akan gugur. Salah satunya adalah Umair bin Abi Waqqash, remaja belia yang berusaha menyelinap agar bisa ikut berperang. Saat ditemukan oleh kakaknya, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan diminta pulang karena terlalu kecil, ia menangis dan memohon kepada Rasulullah untuk diizinkan. Rasulullah pun mengizinkan dan Umair gugur sebagai syahid di usia muda.

Kisah Mush’ab bin Umair juga patut dikenang. Ia adalah pemuda bangsawan Quraisy yang rela meninggalkan segala kemewahan demi Islam. Ia menjadi duta Islam pertama yang dikirim Rasulullah ke Madinah. Mush’ab gugur dalam Perang Uhud dengan mengenaskan, bahkan kain kafannya tidak cukup menutupi seluruh tubuhnya. Tapi ia tetap dikenang sebagai sosok yang luar biasa dalam keberanian dan pengorbanan.

Kisah para syuhada ini bukanlah legenda semata, melainkan realitas sejarah yang terus hidup hingga hari ini. Mereka mengajarkan bahwa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya jauh lebih besar dari cinta kepada dunia. Bahwa hidup yang paling mulia adalah hidup yang dipersembahkan untuk perjuangan membela kebenaran.

Di era modern, kisah-kisah ini tetap relevan untuk membangkitkan semangat umat. Bukan untuk memicu kekerasan, tetapi untuk menumbuhkan keberanian menghadapi ketidakadilan, memperjuangkan keadilan sosial, serta menanamkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan.

Mengenang para syuhada berarti menghidupkan kembali semangat juang yang bersumber dari keimanan. Mereka telah pergi, namun jejak perjuangan mereka tetap hidup untuk diteladani oleh generasi setelahnya.

Continue Reading

Ruang Sujud

Syuhada: Pahlawan Sejati dalam Pandangan Islam

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Dalam ajaran Islam, syuhada atau para syahid menempati posisi yang sangat mulia. Mereka adalah orang-orang yang gugur di jalan Allah dengan niat ikhlas untuk membela agama, kebenaran, dan keadilan. Gelar syahid bukan hanya sekadar sebutan, melainkan kedudukan spiritual yang tinggi di sisi Allah.

Al-Qur’an menyebutkan bahwa para syuhada tidak mati, melainkan hidup di sisi Allah dan mendapat rezeki dari-Nya. Dalam Surah Ali Imran ayat 169, Allah berfirman: “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” Ayat ini menjadi penghibur dan motivasi bagi umat Islam dalam menjalani perjuangan di jalan yang benar.

Syahid tidak hanya terbatas pada orang-orang yang gugur dalam perang fisik. Rasulullah SAW menyebutkan beberapa jenis syahid dalam hadis-hadisnya. Orang yang wafat karena sakit perut, tenggelam, terbakar, atau saat membela harta dan keluarganya dari kezaliman juga tergolong sebagai syuhada. Ini menunjukkan bahwa semangat pengorbanan dan keteguhan hati dalam mempertahankan kebenaran adalah nilai utama yang dihargai.

Kehidupan para syuhada juga menjadi inspirasi bagi umat Islam. Mereka dikenal sebagai sosok yang berani, sabar, dan teguh dalam keyakinan. Mereka tidak gentar menghadapi maut karena keyakinan mereka akan balasan besar dari Allah. Semangat inilah yang harus dihidupkan kembali dalam kehidupan umat Islam modern, terutama dalam menghadapi berbagai tantangan moral, sosial, dan spiritual.

Di tengah kehidupan yang semakin kompleks, semangat syuhada perlu ditanamkan pada generasi muda. Bukan untuk mengajak pada kekerasan, tetapi untuk menghidupkan keberanian moral, semangat berkorban demi kepentingan umat, serta kesetiaan pada nilai-nilai Islam. Menjadi syuhada bukan hanya tentang kematian, tetapi tentang hidup dengan penuh makna dan tujuan untuk kebaikan bersama.

Mereka yang gugur sebagai syuhada telah menorehkan tinta emas dalam sejarah umat Islam. Mereka bukan sekadar nama yang tertulis di nisan, melainkan teladan yang terus hidup dalam doa dan kenangan. Syuhada adalah pahlawan sejati yang telah memberikan segalanya demi Allah dan umat-Nya.

Continue Reading

Ruang Sujud

Cara Menghindari Praktik Riba di Zaman Modern

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Menghindari riba di zaman sekarang memang tidak mudah, mengingat banyak aspek kehidupan yang telah terjerat sistem riba, dari sektor perbankan, properti, hingga pendidikan. Namun, dengan niat yang kuat dan pengetahuan yang cukup, setiap Muslim bisa berupaya menjauhi riba.

Langkah pertama adalah meningkatkan literasi keuangan syariah. Banyak dari kita yang terjebak riba karena tidak tahu bentuk-bentuknya. Dengan belajar tentang akad-akad syariah seperti murabahah, mudharabah, dan ijarah, kita bisa memilih produk keuangan yang sesuai dengan prinsip Islam.

Kedua, hindari gaya hidup konsumtif. Banyak orang terjerat utang karena ingin hidup di luar kemampuannya. Islam menganjurkan hidup sederhana, hemat, dan tidak berlebih-lebihan. Dengan hidup sesuai kemampuan, kita tidak perlu berutang untuk memenuhi gaya hidup.

Ketiga, gunakan lembaga keuangan syariah. Saat ini banyak bank dan koperasi syariah yang menyediakan produk bebas bunga. Pilih produk keuangan syariah yang diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk memastikan kehalalannya.

Keempat, bersedekah dan berinfak secara rutin. Ini adalah cara untuk membersihkan harta dan sekaligus mendapatkan keberkahan. Dalam Islam, sedekah adalah cara melawan ketamakan dan bentuk kepedulian kepada sesama.

Kelima, berani berkata “tidak” pada tawaran yang mengandung riba, meski menggiurkan. Misalnya tawaran cicilan nol persen dengan syarat tersembunyi, atau pinjaman online dengan bunga mencekik. Kesabaran dan tawakal adalah kunci untuk keluar dari jerat riba.

Dengan niat yang tulus dan usaha sungguh-sungguh, insyaAllah kita bisa hidup bersih dari riba. Meski sulit, Allah akan memberi jalan bagi hamba-Nya yang ingin menjaga diri dari dosa besar ini.

Continue Reading

Ruang Sujud

Perbedaan Antara Riba dan Keuntungan Bisnis Halal

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Dalam Islam, memperoleh keuntungan dari bisnis adalah hal yang halal dan bahkan dianjurkan. Namun, banyak yang masih menyamakan keuntungan bisnis dengan riba. Padahal, keduanya sangat berbeda, baik dari segi akad, risiko, maupun nilai-nilai yang melandasinya.

Riba terjadi dalam transaksi utang-piutang yang menetapkan kelebihan pembayaran secara mutlak, tanpa mempertimbangkan hasil dari usaha atau kinerja dari peminjam. Misalnya, seseorang meminjam uang Rp10 juta dan wajib mengembalikannya menjadi Rp12 juta dalam waktu tertentu, tanpa ada risiko dari pihak pemberi pinjaman.

Sebaliknya, keuntungan dalam bisnis halal diperoleh dari jual-beli, sewa-menyewa, atau kerja sama usaha. Dalam akad seperti murabahah (jual beli dengan margin keuntungan) atau musyarakah (kerja sama modal), keuntungan ditentukan berdasarkan hasil usaha. Jika usaha gagal, maka kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan. Inilah prinsip keadilan dalam ekonomi Islam.

Islam tidak melarang keuntungan, tetapi keuntungan itu harus adil, transparan, dan tidak memaksa. Selama tidak ada unsur penipuan, spekulasi berlebihan, dan eksploitasi, maka keuntungan bisnis adalah sah. Bahkan Rasulullah SAW sendiri adalah seorang pedagang yang sukses dan jujur, dan menjadi teladan dalam berbisnis.

Jadi, perbedaan utamanya adalah: riba adalah keuntungan tanpa risiko dan tanpa usaha, sedangkan keuntungan bisnis halal adalah hasil dari aktivitas nyata dengan kemungkinan untung atau rugi. Umat Islam perlu jeli membedakan keduanya agar tidak terjerumus pada praktik yang dilarang agama.

Continue Reading

Ruang Sujud

Bahaya Riba terhadap Ekonomi dan Kehidupan Sosial

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Riba bukan hanya ancaman spiritual, tetapi juga memiliki dampak destruktif terhadap tatanan ekonomi dan sosial. Dalam sistem yang mengandalkan riba, kekayaan akan terkonsentrasi pada segelintir orang atau lembaga yang meminjamkan uang, sedangkan masyarakat luas akan terbebani oleh utang yang terus menumpuk.

Salah satu bahaya utama dari riba adalah eksploitasi terhadap orang miskin. Mereka yang membutuhkan dana darurat akan terpaksa meminjam dari lembaga yang mengenakan bunga tinggi. Akibatnya, mereka terjerat dalam lingkaran utang yang tidak kunjung selesai. Riba tidak memberikan ruang untuk pertumbuhan ekonomi yang adil, karena keuntungan hanya dinikmati oleh pemberi pinjaman, bukan oleh para pelaku usaha riil.

Dalam sejarah, banyak krisis ekonomi besar dipicu oleh sistem keuangan berbasis utang berbunga. Krisis keuangan 2008 adalah contoh nyata. Kredit perumahan berbunga tinggi di Amerika Serikat meledak dan menyebabkan keruntuhan pasar global. Ini menunjukkan bahwa sistem berbasis riba tidak stabil dan rawan runtuh.

Dari sisi sosial, riba merusak hubungan manusia. Alih-alih tolong-menolong, hubungan antarindividu menjadi transaksional dan menekan. Orang menjadi enggan menolong kecuali ada keuntungan. Padahal dalam Islam, semangat tolong-menolong sangat dijunjung tinggi, bahkan dianjurkan untuk memberi pinjaman tanpa mengambil keuntungan sedikit pun.

Pemerataan ekonomi tidak akan pernah tercapai dalam sistem riba. Kesenjangan semakin melebar karena orang kaya makin kaya dan orang miskin makin terjepit. Islam menawarkan sistem keuangan berbasis keadilan seperti zakat, infaq, sedekah, dan pembiayaan tanpa bunga. Ini adalah cara yang adil dan berkeadaban untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus merawat kemanusiaan.

Continue Reading

Ruang Sujud

Riba dalam Islam: Dosa Besar yang Sering Diremehkan

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Riba, dalam terminologi Islam, berarti tambahan atau kelebihan dalam transaksi yang tidak dibenarkan syariat. Kata “riba” berasal dari bahasa Arab yang berarti “bertambah”. Dalam konteks ekonomi, riba identik dengan bunga atau keuntungan yang diperoleh tanpa adanya usaha produktif. Islam sangat tegas dalam mengharamkan riba, karena efek buruknya terhadap individu, masyarakat, dan sistem ekonomi secara keseluruhan.

Dalam Al-Qur’an, larangan riba ditegaskan dalam beberapa ayat. Salah satunya yang paling keras adalah dalam Surah Al-Baqarah ayat 275–279. Ayat tersebut menyebutkan bahwa Allah memerangi orang-orang yang terus-menerus menjalankan praktik riba. Bahkan disebutkan bahwa memakan riba seperti dirasuki setan. Ini bukan sekadar larangan, tapi peringatan keras atas konsekuensi spiritual dan sosial dari riba.

Nabi Muhammad SAW juga memperkuat larangan ini dalam hadis-hadisnya. Dalam salah satu riwayat, beliau menyebut bahwa riba memiliki 70 cabang dosa, dan yang paling ringan adalah seperti menzinai ibu kandung sendiri. Ini menggambarkan betapa kejinya perbuatan riba dalam pandangan Islam. Sayangnya, di zaman sekarang, praktik riba sering dianggap biasa, bahkan menjadi bagian dari sistem keuangan global.

Riba bukan hanya merusak tatanan ekonomi, tetapi juga merusak spiritualitas. Harta yang diperoleh dari riba tidak membawa berkah. Bahkan, orang yang bergelimang harta dari riba akan merasa gelisah, tidak tenang, dan jauh dari keberkahan hidup. Allah telah menyatakan dalam QS. Al-Baqarah bahwa riba akan menghancurkan keberkahan, sedangkan sedekah akan dilipatgandakan.

Dalam praktik modern, riba hadir dalam berbagai bentuk: bunga pinjaman, kartu kredit, leasing konvensional, dan deposito berbunga. Umat Islam harus mewaspadai semua bentuk riba ini dan mencari alternatif yang halal, seperti menggunakan lembaga keuangan syariah. Kesadaran untuk menghindari riba adalah bagian dari takwa dan bentuk kepatuhan kepada Allah SWT.

Continue Reading

Ruang Sujud

Menjadikan Dzikrul Maut sebagai Motivasi Hidup yang Lebih Bermakna

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Banyak orang menghindari pembicaraan tentang kematian karena dianggap menakutkan atau mengganggu suasana hati. Padahal, dalam Islam, dzikrul maut justru bisa menjadi motivasi kuat untuk menjalani hidup yang lebih bermakna dan terarah. Mengingat kematian bukan berarti menyerah pada pesimisme, tetapi justru mendorong seseorang untuk hidup dengan kesadaran penuh.

Ketika seseorang menyadari bahwa waktu hidupnya terbatas, ia akan mulai bertanya: apa yang sebenarnya penting? Apa warisan kebaikan yang ingin aku tinggalkan? Dzikrul maut mendorong kita untuk menyusun prioritas hidup, meminimalkan drama, dan fokus pada amal saleh serta kontribusi positif.

Rasulullah SAW menyebut orang yang paling cerdas adalah mereka yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Artinya, dzikrul maut adalah tanda kecerdasan spiritual—sebuah cara pandang yang tidak sekadar mengejar kesenangan dunia, tapi juga mempersiapkan diri untuk kehidupan abadi.

Orang yang menjadikan dzikrul maut sebagai motivasi tidak akan mudah putus asa. Ia sadar bahwa setiap musibah adalah pengingat, setiap kegagalan hanyalah ujian, dan setiap keberhasilan adalah peluang untuk berbuat lebih banyak kebaikan sebelum ajal menjemput. Hidupnya jadi lebih produktif dan berorientasi akhirat, tanpa mengabaikan dunia.

Dengan demikian, dzikrul maut bukanlah bayang-bayang kematian yang menakutkan, tapi cahaya yang menuntun langkah. Ia mengajarkan kita untuk menjalani setiap hari dengan nilai, bukan sekadar rutinitas. Untuk mencintai dengan tulus, bekerja dengan jujur, dan bersedekah tanpa pamrih—karena semua akan tercatat sebagai bekal pulang ke akhirat.

Continue Reading

Ruang Sujud

Dzikrul Maut dalam Pandangan Ulama: Antara Takut dan Harapan

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Dzikrul maut, dalam pandangan para ulama, bukan sekadar perenungan tentang kematian, melainkan juga jendela menuju pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan hidup. Mereka memandang bahwa mengingat kematian seharusnya menimbulkan dua rasa sekaligus dalam diri seorang mukmin: rasa takut dan rasa harapan.

Rasa takut muncul karena kematian adalah awal dari kehidupan akhirat, tempat di mana amal manusia akan dihitung dan dipertanggungjawabkan. Ulama seperti Imam Al-Ghazali menekankan bahwa mengingat maut seharusnya membuat seseorang waspada, memperbanyak taubat, dan menjauhi perbuatan dosa. Ketakutan ini bukan untuk melemahkan semangat hidup, tetapi untuk menyadarkan manusia agar tidak tertipu oleh gemerlap dunia.

Namun di sisi lain, dzikrul maut juga harus membangkitkan rasa harapan. Para ulama menegaskan bahwa Allah adalah Maha Pengampun dan penuh rahmat. Maka, setiap kali kita mengingat maut, kita juga harus membayangkan ampunan-Nya yang luas, surga-Nya yang indah, dan kesempatan untuk kembali kepada-Nya dengan hati bersih. Dzikrul maut dengan harapan menjadikan hidup lebih tenang dan bermakna.

Ibnu Qayyim dalam kitabnya Al-Fawaaid mengatakan bahwa dzikrul maut yang benar adalah yang membangkitkan dorongan untuk mempersiapkan bekal akhirat, bukan hanya menimbulkan ketakutan yang membuat seseorang putus asa.

Sehingga, keseimbangan antara takut dan harapan inilah yang menjadi kunci dzikrul maut yang sehat. Takut agar tidak terjerumus dalam dosa, dan harapan agar tetap optimis mengejar ampunan dan rahmat Allah.

Dengan pandangan ini, dzikrul maut menjadi sumber energi spiritual, bukan momok yang menakutkan.

Continue Reading

Ruang Sujud

Manfaat Dzikrul Maut bagi Kehidupan Sehari-hari Umat Muslim

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Mengingat kematian atau dzikrul maut sering dianggap sebagai hal yang suram, padahal justru sebaliknya: dzikrul maut membawa banyak manfaat yang nyata dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim. Dalam Islam, kematian bukanlah akhir, melainkan awal dari kehidupan yang sesungguhnya, sehingga mengingatnya menjadi motivasi untuk hidup lebih baik.

Salah satu manfaat utama dari dzikrul maut adalah menjaga seseorang dari berbuat maksiat. Ketika seseorang sadar bahwa ajal bisa datang kapan saja, ia akan lebih berhati-hati dalam setiap tindakan, ucapan, dan pilihan hidupnya. Ini menjadikan dzikrul maut sebagai penjaga moral dan etika.

Dzikrul maut juga menumbuhkan semangat untuk beramal. Banyak orang yang mulai rutin bersedekah, memperbanyak ibadah, bahkan memperbaiki hubungan dengan sesama setelah merenungkan tentang kematian. Mereka sadar bahwa amal baik akan menjadi bekal satu-satunya di alam kubur.

Selain itu, mengingat kematian bisa mengurangi stres dan keserakahan. Dunia ini seringkali membuat manusia terjebak dalam ambisi tanpa akhir. Namun, ketika seseorang menyadari bahwa semua kenikmatan duniawi akan ditinggalkan, ia akan hidup lebih sederhana dan bersyukur.

Dzikrul maut juga menjadikan hati lebih tenang. Orang yang sering merenungi kematian akan lebih siap menghadapi kehilangan, musibah, dan perubahan hidup. Ia tidak mudah hancur ketika ditimpa ujian, karena ia tahu bahwa kehidupan ini fana dan semua yang terjadi adalah bagian dari rencana Allah.

Dengan semua manfaat itu, dzikrul maut bukan hanya soal kematian, melainkan tentang bagaimana kita menjalani hidup dengan penuh kesadaran, makna, dan tanggung jawab.

Continue Reading

Monitor Saham BUMN



News1 hour ago

Menkes: Laki-Laki Ukuran Celana di Atas 32 Lebih Cepat Menghadap Allah

Review2 hours ago

Tangis Megawati untuk MK dan KPK

News2 hours ago

Kesepakatan Trump di Qatar: Penjualan Boeing hingga Drone Canggih

News2 hours ago

Putin Absen, Damai di Istanbul Terombang-ambing

Sportechment2 hours ago

Kylian Mbappé Pecahkan Rekor dengan 40 Gol di Real Madrid

Sportechment2 hours ago

Wasit Uzbekistan Dipercaya Pimpin Laga Timnas Indonesia vs China

Sportechment3 hours ago

Tiket Pertandingan Indonesia vs Tiongkok Telah Dibuka, Cek Daftar Harganya

News3 hours ago

Pererat Hubungan Indonesia-Brunei Lewat Musik dan Budaya di Jamuan Kenegaraan

News12 hours ago

Pertemuan AEMM: Mendikdasmen Paparkan Misi dan Program Prioritas Sektor Pendidikan

Sportechment12 hours ago

Barcelona Bakal Gelar Pesta Akbar Jika Raih Treble Domestik

Sportechment13 hours ago

Jorge Martin Siap Tinggalkan Aprilia, Incar Kursi di Honda

News13 hours ago

Jokowi Pertimbangkan Maju Jadi Ketua Umum PSI, Ini Alasannya

Ruang Sujud15 hours ago

Syuhada Era Modern: Mereka yang Gugur Membela Kebenaran

Ruang Sujud19 hours ago

Keutamaan Mati Syahid dalam Al-Qur’an dan Hadis

Ruang Sujud23 hours ago

Kisah-Kisah Menginspirasi Para Syuhada di Medan Jihad

News1 day ago

Korban Keracunan MBG Ditanggung Asuransi, BGN Tegur Penyelenggara dan Supplier

News1 day ago

Gabung Militer Rusia, Bagaimana Status Kewarganegaraan Eks Marinir Satria?

News1 day ago

PSI Buka Pendaftaran Ketum Baru, Jokowi Diharapkan Jadi Kandidat Potensial

News1 day ago

Dukung UMKM Berkelanjutan, BSI Sabet Penghargaan Best Sustainability

Ruang Sujud1 day ago

Syuhada: Pahlawan Sejati dalam Pandangan Islam