Connect with us

Ruang Sujud

Dakwah dari Rumah: Membangun Lingkungan Islami Mulai dari Keluarga

Yusuf Hasyim

Published

on

Dakwah tidak selalu harus dilakukan di mimbar, di jalanan, atau di media sosial. Tempat paling awal dan utama untuk berdakwah adalah rumah sendiri. Keluarga adalah madrasah pertama, dan dari sinilah nilai-nilai Islam bisa tumbuh dan mengakar kuat pada generasi berikutnya.

Rasulullah SAW sendiri memulai dakwahnya kepada keluarga terdekat. Ini menunjukkan bahwa membina keluarga yang islami adalah bagian penting dari misi dakwah. Keteladanan sebagai orang tua, pasangan, atau saudara justru menjadi medium dakwah paling ampuh karena langsung terlihat dan dirasakan setiap hari.

Dakwah dalam rumah bisa dimulai dari hal-hal sederhana: mengajak salat berjamaah, membaca Al-Qur’an bersama, berdiskusi tentang akhlak, atau menyaksikan film islami bareng keluarga. Bahkan cara berbicara yang lembut, saling menghargai, dan membiasakan salam adalah bentuk nyata dari dakwah yang hidup.

Tantangan terbesar dalam berdakwah di rumah adalah konsistensi. Seringkali lebih mudah bersabar dan santun pada orang lain, tapi justru sulit saat berhadapan dengan keluarga sendiri. Padahal, dakwah yang berhasil dimulai dari rumah akan menghasilkan individu-individu yang siap membawa nilai Islam ke masyarakat luas.

Selain itu, membangun lingkungan rumah yang kondusif sangat penting. Jauhkan dari tontonan yang merusak, hadirkan bacaan-bacaan Islami, dan ciptakan suasana diskusi yang terbuka tanpa menghakimi. Ini akan menjadikan rumah sebagai tempat nyaman untuk belajar dan memperdalam iman.

Orang tua punya peran besar sebagai dai di rumah. Mereka bukan hanya pencari nafkah, tetapi juga penjaga nilai-nilai. Dengan pendekatan penuh cinta, orang tua bisa menjadi guru kehidupan yang menanamkan tauhid, akhlak mulia, dan semangat untuk terus memperbaiki diri.

Dakwah dari rumah adalah pondasi utama bagi masyarakat yang lebih baik. Jika setiap rumah muslim menjadi pusat pembelajaran Islam, maka umat akan memiliki kekuatan besar untuk menghadapi tantangan zaman. Sebab perubahan besar selalu dimulai dari lingkaran yang kecil—yakni keluarga.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ruang Sujud

Peran Pemuda dalam Dakwah: Energi Baru untuk Umat

Yusuf Hasyim

Published

on

Pemuda adalah aset terbesar umat. Dalam sejarah Islam, banyak tonggak kebangkitan yang dimulai dari tangan-tangan pemuda. Mereka adalah generasi penuh energi, idealisme, dan keberanian—yang jika diarahkan untuk dakwah, dapat menjadi kekuatan luar biasa bagi peradaban Islam.

Dakwah bukan hanya tugas para ustaz atau tokoh agama senior. Pemuda pun memiliki tanggung jawab yang sama, terutama di kalangan sebayanya. Gaya bahasa, pemahaman akan tren kekinian, serta kemampuan menggunakan teknologi adalah modal besar yang membuat dakwah pemuda lebih mudah diterima oleh generasi muda lainnya.

Dalam realitas hari ini, tantangan dakwah di kalangan anak muda cukup kompleks: dari gaya hidup hedonis, krisis identitas, sampai derasnya arus budaya luar. Namun, di sinilah justru pemuda dibutuhkan—bukan untuk menghakimi, tapi untuk hadir, mendengarkan, dan memberi alternatif yang bermakna.

Pemuda bisa berdakwah lewat banyak cara: menjadi konten kreator Islami, aktif dalam komunitas sosial, membentuk forum kajian, bahkan melalui musik, puisi, dan karya seni. Islam tidak membatasi kreativitas, selama isi dakwahnya tetap mengarah pada kebaikan dan menjunjung nilai-nilai luhur.

Selain itu, pemuda juga harus membekali diri dengan ilmu yang cukup. Semangat saja tidak cukup tanpa pemahaman yang benar. Maka, mengikuti kajian, membaca buku-buku Islam, serta terus memperbaiki diri adalah bagian dari perjalanan dakwah itu sendiri.

Dakwah pemuda juga harus kolaboratif, bukan kompetitif. Bersinergi dengan banyak pihak, termasuk organisasi dakwah, lembaga pendidikan, dan bahkan pemerintah, akan memperluas jangkauan dan dampak dakwah yang dilakukan.

Di tengah tantangan zaman, umat Islam membutuhkan sosok-sosok muda yang tangguh, cerdas, dan istiqamah. Mereka yang tak hanya bisa menyuarakan kebaikan, tetapi juga menjadi teladan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, pemuda bukan hanya harapan masa depan, tetapi juga penggerak perubahan hari ini.

Continue Reading

Ruang Sujud

Dakwah Bil Hikmah: Mengajak Tanpa Menghakimi

Yusuf Hasyim

Published

on

Dakwah bil hikmah adalah metode dakwah yang mengedepankan kebijaksanaan, kelembutan, dan pemahaman terhadap kondisi orang yang diajak. Konsep ini berasal langsung dari Al-Qur’an, surat An-Nahl ayat 125, yang memerintahkan untuk berdakwah dengan hikmah, nasihat yang baik, dan debat dengan cara terbaik.

Mengajak kepada kebaikan tidak berarti harus keras, apalagi menghakimi. Banyak orang justru menjauh dari agama bukan karena isi ajarannya, tetapi karena cara penyampaiannya yang menyakitkan atau penuh celaan. Inilah mengapa dakwah bil hikmah menjadi sangat penting.

Dakwah bil hikmah dimulai dari empati. Kita tidak bisa langsung mengharapkan seseorang berubah tanpa tahu latar belakang hidupnya. Bisa jadi, seseorang masih jauh dari nilai-nilai Islam karena trauma masa lalu, lingkungan yang tidak mendukung, atau bahkan belum mendapatkan penjelasan yang mudah dipahami.

Menggunakan bahasa yang halus, cerita yang menyentuh hati, atau bahkan sekadar menjadi pendengar yang baik, bisa menjadi pintu masuk yang efektif untuk membuka hati seseorang. Rasulullah SAW sendiri adalah teladan utama dalam hal ini. Bahkan kepada musuh sekalipun, beliau tetap menyampaikan risalah dengan kelembutan yang luar biasa.

Perlu diingat bahwa hidayah adalah hak prerogatif Allah. Tugas kita sebagai dai bukan memaksa orang untuk berubah, tetapi menyampaikan kebenaran dengan cara terbaik. Jangan sampai semangat dakwah justru menjadikan kita merasa lebih suci dan memandang rendah orang lain.

Dakwah bil hikmah juga berarti tahu kapan harus berbicara dan kapan harus diam. Kadang, memberi contoh lewat tindakan jauh lebih bermakna daripada seribu kata. Akhlak yang mulia, sikap yang sabar, dan empati yang tulus sering kali menjadi dakwah paling kuat.

Pada akhirnya, dakwah bil hikmah adalah cara Rasulullah menaklukkan hati manusia. Ia bukan tentang memenangkan argumen, melainkan memenangkan hati. Itulah mengapa pendekatan ini relevan sepanjang zaman, termasuk di tengah dunia yang penuh perbedaan seperti sekarang.

Continue Reading

Ruang Sujud

Strategi Dakwah di Era Digital: Menyebarkan Kebaikan Lewat Media Sosial

Yusuf Hasyim

Published

on

Dakwah adalah misi suci yang tak lekang oleh zaman, namun cara menyampaikannya terus berkembang mengikuti dinamika masyarakat. Di era digital ini, dakwah menemukan panggung baru: media sosial. Dari Instagram hingga TikTok, ruang-ruang virtual ini menjadi ladang dakwah yang luas dan tanpa batas geografis.

Media sosial memungkinkan jangkauan dakwah menjadi lebih luas dan cepat. Satu konten dakwah yang inspiratif bisa menyentuh jutaan hati hanya dalam hitungan jam. Ini tentu tak pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya. Namun, dakwah digital bukan hanya soal viralitas, tapi juga bagaimana pesan-pesan Islam tersampaikan secara bijak, santun, dan relevan.

Strategi utama dalam dakwah digital adalah memahami karakter pengguna platform. Di Instagram, visual menjadi kunci; maka konten dakwah bisa dikemas dalam bentuk infografis atau video singkat dengan desain menarik. Di YouTube, ceramah atau diskusi bisa dibuat lebih panjang dan mendalam. Sedangkan di TikTok, pesan singkat nan menyentuh lebih efektif menyentuh hati generasi muda.

Selain konten yang menarik, penting juga menjaga adab dalam berdakwah di dunia maya. Tidak menyinggung, tidak mencaci, dan tetap mengedepankan akhlak Rasulullah sebagai teladan utama. Dakwah bukan ajang debat, melainkan ajakan untuk merenung dan mendekat pada kebenaran.

Konsistensi juga menjadi kunci. Dakwah digital tidak cukup dilakukan sesekali. Perlu jadwal rutin, interaksi aktif dengan audiens, serta kemampuan merespons isu-isu aktual dengan bijak. Inilah yang akan menjadikan seorang dai digital tetap relevan dan dipercaya.

Akhirnya, dakwah digital bukan sekadar tren, melainkan peluang besar untuk menebar rahmat Islam kepada seluruh umat manusia. Dengan niat yang ikhlas dan strategi yang tepat, media sosial bisa menjadi wasilah untuk meraih pahala jariyah tanpa henti.

Continue Reading

Ruang Sujud

Teladan Nabi Muhammad SAW dalam Ikramu Dhuyuf: Menghormati Tamu Sepenuh Hati

Yusuf Hasyim

Published

on

Monitorday.com – Nabi Muhammad SAW adalah sosok teladan sempurna dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hal memuliakan tamu (ikramu dhuyuf). Sikap beliau terhadap tamu tidak hanya sekadar ramah, tetapi juga mencerminkan penghormatan sepenuh hati, bahkan dalam kondisi sulit sekalipun.

Salah satu kisah yang sangat masyhur adalah ketika seorang tamu datang ke rumah Rasulullah SAW dalam keadaan lapar. Saat itu, di rumah beliau tidak ada apa-apa kecuali air. Rasulullah tidak membiarkan tamunya kecewa. Beliau mengarahkan para sahabatnya untuk menjamu tamu tersebut. Seorang sahabat pun mengajak tamu itu ke rumahnya, walaupun sebenarnya mereka sendiri kekurangan makanan. Namun karena meneladani akhlak Nabi, mereka rela mematikan lampu dan pura-pura makan, agar tamunya merasa nyaman makan sendirian tanpa malu. Peristiwa ini bahkan diabadikan dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 9.

Nabi Muhammad SAW juga selalu menyambut tamu dengan senyum dan keramahan luar biasa. Beliau duduk bersama mereka, berbincang dengan penuh perhatian, dan tidak pernah menunjukkan sikap tergesa-gesa atau merasa terganggu. Bahkan kepada tamu yang datang dari kalangan musyrik atau yang berniat jahat, beliau tetap menunjukkan akhlak mulia.

Dalam hal jamuan, Rasulullah SAW tidak pernah pelit. Jika ada makanan, beliau akan membaginya; jika tidak ada, beliau akan berusaha mencarikan, atau setidaknya menyambut tamu dengan tutur kata yang lembut. Ketulusan beliau dalam menyambut tamu bukan karena pencitraan, melainkan karena keyakinan bahwa tamu membawa berkah dan rezeki dari Allah SWT.

Teladan Nabi ini seharusnya menjadi motivasi bagi setiap Muslim untuk tidak mengabaikan tamu yang datang. Meski zaman telah berubah, prinsip dasar dalam memuliakan tamu tetap relevan: menyambut dengan ikhlas, melayani dengan hormat, dan melepas dengan doa.

Dengan meneladani Rasulullah SAW dalam ikramu dhuyuf, bukan hanya hubungan sosial yang membaik, tetapi juga kualitas iman kita yang semakin sempurna.

Continue Reading

Ruang Sujud

Cara Praktis Mengamalkan Ikramu Dhuyuf di Kehidupan Sehari-hari

Yusuf Hasyim

Published

on

Monitorday.com – Ikramu dhuyuf atau memuliakan tamu adalah akhlak mulia yang sangat dianjurkan dalam Islam. Namun, dalam kesibukan zaman modern, banyak orang merasa kesulitan mengamalkannya. Padahal, memuliakan tamu bisa dilakukan dengan cara-cara yang sederhana dan praktis tanpa harus mengorbankan banyak waktu atau biaya.

Pertama, mulailah dengan sambutan hangat. Saat tamu datang, sambutlah mereka dengan wajah ceria dan kata-kata yang baik. Ini sejalan dengan sabda Nabi SAW bahwa senyuman adalah sedekah. Sikap positif ini akan menciptakan kesan baik dan membuat tamu merasa dihargai sejak awal.

Kedua, sediakan tempat duduk yang nyaman. Tidak perlu mewah, yang penting bersih dan tertata rapi. Jika rumah dalam kondisi berantakan, cukup bersihkan area yang akan digunakan untuk menerima tamu agar mereka merasa diterima dengan baik.

Ketiga, beri hidangan sesuai kemampuan. Tidak ada kewajiban menyajikan makanan mewah. Bahkan segelas air putih dan camilan sederhana pun cukup, selama diberikan dengan hati yang tulus. Ingatlah bahwa yang dinilai bukan jumlah, tetapi niat dan keikhlasan.

Keempat, berikan perhatian penuh. Saat tamu berbicara, dengarkan dengan saksama. Jangan terlalu sibuk dengan ponsel atau aktivitas lain yang membuat tamu merasa diabaikan. Ini adalah bentuk penghormatan yang sangat berkesan.

Kelima, jaga waktu kunjungan. Jika tamu hendak pamit, antarkan mereka sampai ke pintu dengan senyum dan doa yang baik. Bila memungkinkan, tanyakan kabar setelah kunjungan untuk menunjukkan kepedulian lanjutan.

Terakhir, ajarkan anak-anak untuk ikut menyambut tamu. Ini akan menanamkan nilai-nilai akhlak mulia sejak dini dan menjadi kebiasaan baik dalam keluarga.

Dengan langkah-langkah praktis tersebut, kita bisa tetap menjaga ajaran Islam tentang ikramu dhuyuf, sekaligus membangun hubungan sosial yang hangat dan harmonis dalam kehidupan sehari-hari.

Continue Reading

Ruang Sujud

Keutamaan Ikramu Dhuyuf: Menggapai Berkah Lewat Tamu

Yusuf Hasyim

Published

on

Monitorday.com – Memuliakan tamu atau ikramu dhuyuf adalah salah satu amal saleh yang tidak hanya memperkuat hubungan sosial, tetapi juga membuka pintu keberkahan dalam hidup. Dalam Islam, kehadiran tamu dianggap sebagai rahmat yang membawa kebaikan bagi tuan rumah, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Tamu datang dengan rezekinya dan pulang dengan menghapus dosa tuan rumahnya.” (HR. Al-Bazzar).

Salah satu keutamaan terbesar dari memuliakan tamu adalah bertambahnya rezeki. Banyak kisah dari para salafus shalih yang menyaksikan langsung keberkahan yang datang setelah mereka menyambut tamu dengan ikhlas dan penuh hormat. Baik berupa kemudahan dalam urusan, datangnya bantuan tak terduga, hingga bertambahnya ketenangan hati.

Selain itu, ikramu dhuyuf juga merupakan bentuk nyata dari pengamalan iman. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari-Muslim). Ini menunjukkan bahwa sikap terhadap tamu bukan sekadar etika, melainkan refleksi dari kualitas iman seseorang.

Tamu juga menjadi sarana penghapus dosa. Saat kita melayani tamu dengan sepenuh hati, bisa jadi Allah SWT menjadikan amal tersebut sebagai kafarat (penebus) atas kesalahan-kesalahan kecil yang pernah kita lakukan. Maka tidak heran jika para ulama terdahulu sangat menghormati tamu hingga mempersembahkan makanan terbaik mereka, walau dengan kondisi seadanya.

Bukan hanya itu, ikramu dhuyuf juga mempererat silaturahmi dan membangun keharmonisan di tengah masyarakat. Dalam budaya Islam yang menjunjung tinggi ukhuwah Islamiyah, menjaga hubungan baik melalui penghormatan terhadap tamu menjadi langkah nyata membangun persatuan.

Maka, jangan remehkan kehadiran tamu di rumah kita. Bukan hanya membawa kabar atau cerita, tapi juga membawa keberkahan dari langit.

Continue Reading

Ruang Sujud

Ikramu Dhuyuf: Adab Memuliakan Tamu dalam Perspektif Islam

Yusuf Hasyim

Published

on

Monitorday.com – Dalam ajaran Islam, ikramu dhuyuf atau memuliakan tamu merupakan salah satu bentuk akhlak mulia yang sangat dianjurkan. Rasulullah SAW bahkan menempatkan sikap ini sebagai salah satu indikator keimanan seseorang. Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” Hal ini menunjukkan bahwa memuliakan tamu bukan sekadar sopan santun, melainkan bagian dari iman.

Adab dalam menyambut tamu dimulai dari cara menyambut mereka dengan wajah berseri dan penuh keramahan. Islam mengajarkan bahwa senyuman adalah sedekah, apalagi jika ditujukan kepada tamu yang datang. Setelah itu, tuan rumah dianjurkan untuk menyuguhi tamunya dengan makanan atau minuman, bahkan jika hanya mampu menyediakan sesuatu yang sederhana. Rasulullah SAW mencontohkan hal ini dalam kehidupannya sehari-hari, bahkan rela berbagi makanan terakhirnya demi menjamu tamu.

Selain memberi jamuan, mendengarkan tamu dengan penuh perhatian dan menunjukkan sikap hormat juga merupakan bagian dari ikramu dhuyuf. Jangan sampai seorang tamu merasa tidak dihargai atau diabaikan. Jika memungkinkan, tuan rumah sebaiknya menyediakan tempat duduk yang nyaman dan menjaga agar tamu merasa aman serta diterima dengan sepenuh hati.

Menariknya, dalam Islam, tamu memiliki hak selama tiga hari. Setelah itu, jika tamu masih menetap, maka ia tidak lagi memiliki hak khusus sebagai tamu, dan perlakuan baik selanjutnya adalah bagian dari kemurahan hati tuan rumah. Ini menjadi pengingat agar tamu juga menjaga etika dalam bertamu.

Ikramu dhuyuf bukan hanya tentang memberi, tetapi juga tentang menjaga silaturahmi, mempererat ukhuwah, dan menebar keberkahan dalam rumah tangga. Ketika seseorang dengan ikhlas memuliakan tamunya, maka insya Allah Allah akan memuliakannya pula.

Continue Reading

Ruang Sujud

Irhash dan Mukjizat: Apa Bedanya dan Mengapa Penting Dipahami?

Yusuf Hasyim

Published

on

Monitorday.com – Dalam memahami perjalanan kenabian, sering kali orang menyamakan antara irhash dan mukjizat, padahal keduanya memiliki perbedaan penting baik dari segi waktu maupun tujuan. Memahami perbedaan ini membantu kita lebih dalam mengapresiasi bagaimana Allah SWT menyiapkan dan mendukung para nabi-Nya, khususnya Nabi Muhammad SAW.

Irhash adalah kejadian luar biasa yang terjadi sebelum seorang nabi diangkat secara resmi oleh Allah. Fungsinya adalah sebagai tanda awal kenabian dan untuk menarik perhatian masyarakat terhadap keistimewaan calon nabi tersebut. Contoh dari irhash adalah peristiwa Tahun Gajah, padamnya api Majusi, serta akhlak agung yang dimiliki Nabi Muhammad SAW sejak kecil.

Sementara itu, mukjizat adalah kejadian luar biasa yang terjadi setelah kenabian diresmikan, sebagai bukti kerasulan dan senjata menghadapi kaum yang menentang. Mukjizat seperti terbelahnya bulan, Isra’ Mi’raj, dan tentu saja Al-Qur’an adalah bukti-bukti kebenaran risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Mukjizat memiliki fungsi pembuktian langsung terhadap klaim kenabian.

Mengapa penting memahami perbedaan ini? Karena hal ini menunjukkan bahwa kenabian adalah proses yang tidak terjadi tiba-tiba. Allah mempersiapkan utusan-Nya jauh sebelum mereka menerima wahyu. Ini juga menjadi dalil bahwa Nabi Muhammad SAW bukanlah sosok biasa, melainkan telah berada dalam pengawasan dan penjagaan Allah sejak sebelum lahir.

Dengan mengetahui apa itu irhash dan membedakannya dari mukjizat, kita bisa memahami bahwa seluruh kehidupan Nabi Muhammad SAW—sebelum dan sesudah wahyu—adalah bukti kebenaran dan kebesaran Allah SWT dalam memilih utusan-Nya.

Continue Reading

Ruang Sujud

Irhash dalam Perspektif Ulama: Bukti Kerasulan Sejak Sebelum Wahyu

Yusuf Hasyim

Published

on

Monitorday.com – Para ulama memiliki perhatian besar terhadap irhash karena fenomena ini menunjukkan bahwa kenabian adalah proses yang disiapkan secara ilahiah, bukan tiba-tiba datang begitu saja. Dalam berbagai kitab sirah dan tafsir, irhash dipandang sebagai bentuk pemuliaan Allah terhadap calon nabi, dan sebagai pengantar bagi masyarakat agar mengenali sosok tersebut sebagai pilihan Tuhan.

Imam al-Qurtubi dalam tafsirnya menyebut bahwa irhash adalah tanda-tanda yang terjadi sebelum kenabian yang hanya bisa terjadi dengan izin Allah dan tidak mungkin dilakukan oleh manusia biasa. Ulama lain seperti Ibn Hajar al-Asqalani juga menjelaskan bahwa irhash bukan hanya berlaku pada Nabi Muhammad SAW, tapi juga terjadi pada nabi-nabi sebelumnya, seperti Musa AS dan Isa AS yang juga mengalami keajaiban sebelum diangkat menjadi rasul.

Dalam kasus Nabi Muhammad SAW, irhash tidak hanya hadir dalam bentuk peristiwa fisik seperti hancurnya pasukan Abrahah atau padamnya api Majusi, tetapi juga dalam bentuk akhlak yang luar biasa sejak muda. Ulama menjelaskan bahwa sirah nabawiyah menjadi saksi bagaimana beliau dijauhkan dari dosa-dosa, dilindungi dari syirik, dan dipelihara hatinya dari keburukan sejak kecil.

Menurut ulama, irhash adalah bentuk persiapan spiritual, sosial, dan bahkan politis dari Allah terhadap dunia, bahwa akan datang seorang pemimpin besar yang membawa kebenaran. Ini menjelaskan mengapa bangsa Arab, Romawi, dan Persia pada masa itu merasakan kegelisahan dan tanda-tanda perubahan besar, karena dunia sedang menanti cahaya kenabian terakhir.

Dengan memahami perspektif para ulama tentang irhash, kita tidak hanya mendapatkan pengetahuan sejarah, tapi juga semakin yakin bahwa setiap nabi adalah hasil bimbingan dan penjagaan Allah sejak awal kehidupan mereka.

Continue Reading

Ruang Sujud

Contoh Irhash dalam Kehidupan Nabi: Tanda-Tanda Kenabian yang Terlupakan

Yusuf Hasyim

Published

on

Monitorday.com – Sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad SAW sudah menunjukkan banyak tanda kenabian. Peristiwa-peristiwa ini dikenal sebagai irhash, yaitu kejadian luar biasa yang menandai bahwa seorang nabi telah dipersiapkan oleh Allah SWT. Sayangnya, tak sedikit dari kita yang justru melupakan keajaiban-keajaiban ini karena lebih fokus pada mukjizat setelah turunnya wahyu.

Salah satu contoh paling terkenal adalah peristiwa Tahun Gajah, di mana pasukan Abrahah yang ingin menghancurkan Ka’bah dihancurkan oleh burung ababil. Tahun tersebut adalah tahun kelahiran Rasulullah SAW. Ini adalah sinyal kuat bahwa sosok istimewa akan hadir ke dunia. Selain itu, ketika beliau lahir, api suci kaum Majusi di Persia yang tak pernah padam selama lebih dari seribu tahun, tiba-tiba padam. Peristiwa ini sangat mengguncang spiritualitas bangsa Persia saat itu.

Dalam masa kecilnya, Nabi Muhammad juga mengalami kejadian luar biasa seperti dibelah dadanya oleh malaikat Jibril untuk dibersihkan hatinya. Kejadian ini terjadi dua kali—pertama saat beliau masih kecil dan kedua menjelang Isra Mi’raj. Selain itu, kejujuran, amanah, dan ketenangan yang beliau miliki sejak remaja sudah menjadi tanda bahwa dirinya berbeda dari yang lain. Julukan Al-Amin bukanlah sekadar pujian, tapi isyarat irhash sosial yang menandakan kualitas kenabian.

Contoh-contoh ini seharusnya menjadi bahan renungan kita bahwa kenabian bukan muncul secara mendadak, melainkan disiapkan dan diberi tanda sejak jauh hari. Irhash bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan pelajaran bahwa Allah selalu memberikan petunjuk dan tanda bagi orang-orang yang dipilih-Nya.

Continue Reading

Monitor Saham BUMN



News59 seconds ago

Sarinah Umumkan Kepemimpinan Baru, Perkuat Peran Sebagai Panggung Karya Indonesia

Ruang Sujud41 minutes ago

Dakwah dari Rumah: Membangun Lingkungan Islami Mulai dari Keluarga

Migas42 minutes ago

Hadapi Gejolak Geopolitik, Pertamina International Shipping Ekspansi Pasar dan Diversifikasi Kargo

News55 minutes ago

Indonesia Kutuk Keras Israel Tembak Delegasi Diplomatik di Tepi Barat

Sportechment1 hour ago

Didampingi Erick Thohir, FIFA Tinjau GBK Jelang laga Indonesia vs China

Sportechment2 hours ago

Quartararo Kuasai Pole Position MotoGP Inggris 2025

Sportechment2 hours ago

Persib Cetak Sejarah! Back to Back Champion Liga 1

Ruang Sujud5 hours ago

Peran Pemuda dalam Dakwah: Energi Baru untuk Umat

Ruang Sujud9 hours ago

Dakwah Bil Hikmah: Mengajak Tanpa Menghakimi

Sportechment13 hours ago

Preview Persib vs Persis Solo: Sempurnakan Pesta Juara

Sportechment13 hours ago

MotoGP Inggris 2025: Marquez Incar Kemenangan Ketujuh Beruntun di Sprint Race

Ruang Sujud13 hours ago

Strategi Dakwah di Era Digital: Menyebarkan Kebaikan Lewat Media Sosial

Sportechment13 hours ago

Trump Ancam Kenakan Tarif 25 Persen untuk Apple dan Samsung, Jika…

News13 hours ago

Respon Istana Soal Ormas Duduki Lahan Milik BMKG

Sportechment14 hours ago

Napoli Resmi Juara Liga Italia, Scudetto Keempat Sepanjang Sejarah

News15 hours ago

Swasembada energi pada 2028-2029 Semakin Nyata, Ada Temuan Besar di Aceh

News23 hours ago

Bersama Mendikdasmen, Jogja Pelopori Gerakan Anak Indonesia Hebat dan SPMB 2025

News23 hours ago

Permudah Komunikasi, Jamaah Haji Bisa Aktifkan Langsung E-Sim Saat Sampai di Mekkah

News23 hours ago

Rencana Israel Serang Fasilitas Nuklir Teheran, Iran Tebar Ancaman Serius ke AS

News24 hours ago

Larang dan Usir Mahasiswa Asing, Harvard Auto Gugat Trump