Monitorday.com – Doa adalah senjata orang beriman. Dalam kisah para nabi, doa bukan hanya menjadi bentuk komunikasi dengan Allah, tetapi juga penentu arah generasi dan masa depan umat. Salah satu doa paling luar biasa yang diabadikan dalam Al-Qur’an adalah doa Nabi Ibrahim untuk putranya, Ismail. Doa ini bukan sekadar harapan seorang ayah kepada anaknya, tetapi sebuah visi besar tentang lahirnya generasi yang beriman, bertakwa, dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Setelah ujian berat dalam hidupnya—ditinggalkan di padang pasir, perintah penyembelihan, dan perpisahan panjang—Nabi Ibrahim tetap menaruh harapan besar pada anaknya, Ismail. Dalam QS Ibrahim ayat 40, beliau memohon:
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.”
Doa ini menunjukkan bahwa harapan utama Nabi Ibrahim bukan pada kekayaan atau kekuasaan, melainkan agar dirinya dan keturunannya selalu terikat pada Allah melalui salat.
Doa tersebut dilanjutkan dalam QS Al-Baqarah ayat 127–129, saat Nabi Ibrahim bersama Ismail membangun Ka’bah:
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan ayat-ayat-Mu kepada mereka, mengajarkan Al-Kitab dan Hikmah kepada mereka, dan menyucikan mereka.”
Doa ini menjadi nyata dengan diutusnya Nabi Muhammad ﷺ dari keturunan Ismail. Artinya, dari doa itulah lahir sebuah misi besar—risalah kenabian terakhir yang menjadi rahmat bagi semesta.
Yang menarik, sebelum semua doa itu terkabul, Nabi Ibrahim telah lebih dulu menanam nilai-nilai tauhid, kesabaran, dan pengorbanan dalam diri Ismail. Inilah bentuk ikhtiar yang melandasi setiap doa. Ia tidak sekadar memohon, tetapi juga membentuk karakter anaknya dengan pendidikan iman, keteladanan, dan keberanian menghadapi ujian.
Penting untuk dicatat bahwa doa Nabi Ibrahim bukan hanya bersifat spiritual, tetapi juga sangat visioner. Ia tidak meminta hal yang instan, tetapi menanam harapan untuk ratusan bahkan ribuan tahun ke depan. Dari keturunannya, muncul suku-suku Arab, komunitas muslim awal, dan akhirnya Rasulullah Muhammad ﷺ. Maka benar jika dikatakan bahwa doa seorang ayah bisa membentuk arah sejarah.
Dalam konteks hari ini, banyak orang tua sibuk memikirkan masa depan anak dalam hal materi: sekolah terbaik, kursus, gadget, dan karier. Tapi sering kali lupa membekali anak dengan kekuatan spiritual seperti yang dicontohkan Nabi Ibrahim. Padahal fondasi iman itulah yang membuat Ismail menjadi pribadi kokoh, bahkan siap mengorbankan dirinya demi Allah.
Doa Nabi Ibrahim juga memberi pesan penting: jika ingin keturunan yang saleh, mulai dari diri sendiri. Ia berdoa agar dirinya dan anak-anaknya menjadi ahli salat. Artinya, keteladanan orang tua adalah kunci. Tidak mungkin menuntut anak salat tepat waktu jika orang tuanya sendiri lalai. Maka doa itu bukan hanya ucapan, tetapi komitmen hidup.
Lebih jauh, kisah ini mengajarkan bahwa peran orang tua bukan hanya membimbing anak secara langsung, tetapi juga mendoakan mereka terus-menerus. Ketika anak menghadapi tantangan di luar rumah—di sekolah, pergaulan, atau dunia digital—doa orang tua bisa menjadi pelindung yang tak kasat mata, tapi sangat nyata.
Doa Nabi Ibrahim juga menjadi inspirasi bagi para pendidik, pemimpin, dan siapa pun yang ingin meninggalkan warisan kebaikan. Visi membangun generasi yang cinta Al-Qur’an, cinta salat, dan cinta ilmu bisa dimulai dari satu doa yang tulus, disertai ikhtiar nyata. Tidak ada yang mustahil jika doa itu bersumber dari hati yang bersih dan niat yang lurus.
Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk meneladani Nabi Ibrahim bukan hanya dalam qurban, tapi juga dalam membangun keluarga. Ia adalah sosok ayah ideal yang tidak hanya bertanggung jawab secara fisik, tapi juga spiritual. Ia membentuk generasi beriman dari dasar: rumah tangga, pendidikan, dan doa.
Pada akhirnya, keberhasilan Ismail bukan karena kebetulan. Ia adalah buah dari doa, pendidikan, dan cinta orang tua yang bertakwa. Dari Ismail lahirlah peradaban Islam, dan dari ibunya Hajar lahir tradisi haji yang menjadi rukun Islam. Semua berawal dari seorang ayah yang tahu bahwa kesuksesan sejati adalah ketika anaknya menjadi orang yang dekat dengan Allah.
Maka, marilah kita belajar dari doa Nabi Ibrahim. Jangan pernah remehkan kekuatan doa yang dibacakan dengan hati bersih dan penuh harap. Karena bisa jadi, doa itu bukan hanya akan menyelamatkan anak kita, tetapi juga membentuk masa depan umat.