SHALAT merupakan kewajiban bagi umat Islam. Muslim diperintahkan untuk melaksanakannya dengan khusu.
Bagaimana sih sebenarnya sholat yang khusu itu? Kisah berikut ini mungkin bisa menjadi gambaran untuk menjawabnya.
Dalam sebuah pertemuan di kediaman Hatim bin Asham, di hadapan sejumlah tokoh penting, Isham bin Yusuf hendak menentang Hatim.
“Wahai Abu Abdurahman!” seru Isham dengan suara lantang, “Bagaimana cara Anda melakukan sholat?”
Pertanyaan itu ia ajukan untuk menguji ibadah Hatim.
“Bila sampai waktu shalat, saya bangkit berwudhu lahir dan batin,” jawab Hatim tenang.
“Apa maksudnya?”
“Jika wudhu lahir adalah membasuh anggota badan dengan air, maka wudhu batin adalah membasuh jiwa dengan tujuh macam sikap: bertobat, menyatakan penyesalan, meninggalkan kesenangan duniawi, menjauhi pujian, menjaga kepemimpinan, menghindarkan diri dari sifat khianat dan iri hati,” jelas Hatim.
Hatim pun melanjutkan, “Kemudian aku pergi ke masjid, berdiri tegak menghadap kiblat dan memulai shalatku. Aku shalat seolah Allah SWT berada di depanku, malaikat maut di belakangku, surga di samping kananku, neraka di samping kiriku, dan kakiku berada di jembatan sirathal mustaqim. Lalu, aku tanamkan dalam hati bahwa ini adalah shalat yang terakhir bagiku.”
Hatim menambahkan, “Kemudian aku berniat dan bertakbir, membaca dengan merenungkan isinya, rukuk dengan lemah lembut, bersujud dengan merendahkan diri, bertasyahud dengan penuh pengharapan dan memberi salam dengan ikhlas.”
Hatim pun memungkas penjelasannya dengan mengatakan, “Inilah cara shalatku selama tiga puluh tahun.”
Isham pun berlinang air mata mendengar jawaban tersebut.
“Itulah perkara yang tidak mungkin dapat dilakukan oleh sembarang orang.” []