KETIKA Nabi shalallahu alaihi wasallam wafat, sebagian umat Islarn, terutama dari masyarakat Arab pedalaman yang kurang memahami ajaran Islam, kembali lagi menjalani kehidupan jahiliyah.
Mereka mengutus delegasi kepada Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq meminta agar dibebaskan dari kewajiban zakat. Tetapi mereka masih tetap akan melaksanakan kewajiban lainnya seperti shalat, puasa dan berhaji.
Maka Khalifah Abu Bakar pada waktu itu berusaha menyadarkan mereka dengan menyatakan bahwa zakat termasuk rukun Islam yang wajib untuk dijalankan. Dia berkata, zakat sama wajibnya seperti shalat fardhu, puasa Ramadhan dan berhaji.
Oleh karena itu, bila mereka tidak mau menunaikan kewajibannya berzakat, berarti mereka tidak ingin berbagi kepada orang yang membutuhkan, dan karenanya mereka diancam akan diperangi. Maka terjadilah perbedaan-pendapat antara Khalifah Abu Bakar dengan pembantu utamanya, Umar bin Khaththab.
Umar berkata, “Bagaimana kita akan memerangi mereka, bukankah mereka sudah mengucapkan syahadat (la ilaha illallah). Demi Allah, Rasulullah menyatakan, Aku hanya diperintahkan memerangi orang sampai mereka mengucapkan.
Apabila mereka telah mengucapkannya maka darah dan harta mereka terlindungi keselamatannya, kecuali bila ada hak lain yang tidak ditunaikannya.”
Abu Bakar menjawab, “Bukankah zakat termasuk hak lain yang harus ditunaikan? Demi Allah, aku akan memerangi mereka yang dulu pada masa Rasulullah (membayar zakat dengan) memberikan dombanya, tetapi kini tidak mau membayarkannya.
Sungguh mereka telah memisahkan kewajiban shalat dari zakat. Padahal Allah tidak memisahkan antara shalat dari zakat.”
Mendengar ucapan Khlaifah Abu Bakar yang tegas itu, Umar pun mengikuti kebenaran. Maka dia pun menyetujui dan membantu memerangi mereka yang shalat tetapi tidak mau membayar zakat. []