Suatu ketika, Nabi SAW berkumpul bersama sahabat-sahabatnya yang mulia. Di sana hadir pula sahabat paling setia, Abu Bakar ash-Shiddiq. Kemudian Nabi berkata, “Wahai Abu Bakar, aku begitu rindu ingin bertemu dengan saudara-saudaraku.”
Suasana di majelis itu hening sejenak. Terlebih Abu Bakar. Itulah pertama kalinya dia mendengar pengakuan Nabi.
“Apakah maksudmu berkata demikian, wahai Rasulullah? Bukankah kami ini saudara-saudaramu?”tanya Abu Bakar
“Tidak, wahai Abu Bakar. Kamu semua adalah sahabat-sahabatku tetapi bukan saudara-saudaraku.” jawab Rasul.
“Kami juga saudaramu, wahai Rasulullah,” kata seorang sahabat yang lain.
Rasulullah menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan-lahan sambil tersenyum. Kemudian Nabi bersabda:
“Saudara-saudaraku adalah mereka yang belum pernah melihatku tetapi mereka beriman denganku dan mereka mencintai aku melebihi anak dan orang tua mereka. Mereka itu adalah saudara-saudaraku dan mereka bersama denganku. Beruntunglah mereka yang melihatku dan beriman kepadaku dan beruntung juga mereka yang beriman kepadaku sedangkan mereka tidak pernah melihatku.” (Hadis Muslim)
Bayangkan jika Anda seorang Sahabat dan mendengar bahwa ternyata And tidak disebut sebagai saudara oleh Nabi. Pasti sulit bagi mereka untuk mendengar hal itu.
Namun, hadis ini menjadi berita gembira bagi pengikut Rauslullah Saw yang akan merasa jauh darinya karena jarak dan waktu, namun mereka tetap beriman terhadap Allah dan sunnah Nabi meski tanpa pernah melihat atau bertemu langsung dengannya.
Keyakinan tanpa melihat ini adalah cinta dan kepercayaan tertinggi yang membuat kita begitu dekat dengan Nabi,
Tetapi masih banyak dari kita yang merasa jauh darinya, meskipun kita merasakan cinta yang besar dan rasa hormat kepadanya. Jadi bagaimana kita bisa merasa lebih dekat?