“Shalatnya nanti saja. Bisa luntur make upmu kalau untuk wudhu”. Kata ibu mengingatkan anaknya yang telah berhias, dan akan melangsungkan pernikahan malam itu.
Tapi karena waktu shalat datang, wanita tersebut tidak bisa menunda shalat. Ia tidak terbiasa menunda shalat, yang akhirnya hilang keutamaan shalat tepat waktu.
Sang Ibu terus mengingatkan agar shalat diundur sampai pernikahan selesai. Namun sang anak tetap mengambil wudhu. Lunturlah make up yang tentu saja tidak butuh waktu sebentar menghiasnya. Tapi baginya, tak ada yang lebih berharga dari pada shalat tepat waktu.
Ia masuk kamar dan menutup pintunya. Dengan khidmat ia shalat, menghadap Rabb yang mengatur segala kebutuhan manusia. Namun atas takdir Allah, ternyata itu adalah shalat terakhirnya. Allah utus malaikat maut untuk menjemput nyawanya disaat gerakan sujud.
Wanita itu hendak menjadi bidadari bagi suaminya nanti tatkala di dunia. Tapi ternyata Allah ingin ia menjadi ratu dari bidadari Syurga. Tentu gadis ini sama sekali tak siap dalam menghadapi mati. Padahal sebentar lagi ia akan merayakan cinta bersama kekasih halalnya. Bertabur bunga bahagia saat tali cinta tersambung selepas akad. Siap saling berbagi kasih, baik duka maupun suka.
Kematian tak menunggu kesiapannya. Tapi kebiasaan baiknya seakan mempersiapkan cara terbaik dalam menyambutnya. Ibunya pun tak sadar, bahwa make up yang dilunturkan anaknya sendiri bakal tidak pernah dihias lagi. Justru kematiannya terasa indah, meninggalkan bekas-bekas dunia demi menghadap khusyu’ kepada Rabb-Nya.
Sekali lagi, maut tak menunggu kesiapan kita dalam beramal. Sebesar dan sebagus apapun persiapan kita, kalau memang belum ajal, maut tidak akan datang menjemput kita. Tapi sedalam apapun masuk dalam lumpur maksiat, merasa aman karena jauh dari sesuatu yang berpotensi munculnya bencana, disitulah sering kali kematian mengintai. Ya. Bisa jadi dari sesuatu yang tidak pernah kita kira.
Sebenarnya kalau kita mau memahami kehidupan orang yang sudah dicap baik oleh Allah, bahkan sudah dijamin masuk Syurga, maka dapat kita nilai kehidupan mereka penuh dengan kesiapan. Semua aktifitas nihil dari hal yang sia-sia. Seakan orang yang dicap baik itu tak memberi kesempatan sedikitpun kepada syetan untuk membuatnya lalai. Tiap detik, menit, jam, hari, minggu, bulan bahkan tiap tahun penuh dengan kesiapan. Sehingga wajar saja, saat maut benar-benar datang, mereka menyambut dengan perbekalan yang banyak dan berkwalitas.
Lalu, apa yang sudah kita siapkan ketika maut datang?
Apakah dengan karya-karya yang dapat dibanggakan?
Apakah dengan segudang pengalaman dalam meraup keuntungan dunia?
Ataukah amal shalih yang kitapun tak tahu amalan itu diterima-Nya atau tidak?
Mari terus tetap siaga dalam hal apapun. Pantau selalu segala perbuatan kita agar terus dalam rel ketaatan kepada Nya. Sehingga saat maut datang, kita tengah mengerjakan perbuatan yang sangat pantas bila Dia menyelamatkan kita dari neraka.