Monitorday.com – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Abdul Mu’ti dalam satu momen tausiyahnya menekankan bahwa seorang pemimpin harus memiliki sikap peduli dan dekat dengan rakyatnya, serta mau mendengar dan mengerti bahasa rakyatnya.
Hal ini dikatakan Mu’ti dalam acara Peringatan Nuzulul Quran dan Buka Puasa Bersama Ramadhan 1445 Hijriah di Kantor DPP Partai Golkar, pada Sabtu (30/3). Acara ini turut dihadiri presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Dalam kesempatan itu, Mu’ti mengutip kisah Nabi Sulaiman AS, saat berjalan bersama pasukannya. Ketika melewati sebuah lembah yang terdapat banyak sarang semut, Nabi Sulaiman mendengar kekhawatiran seekor ratu semut akan diinjak oleh pasukannya.
“Nabi Sulaiman senyum-senyum simpul mendengar yang dikatakan Ratu Semut itu. Beliau paham dengan itu, dan karena itu kemudian beliau berhati-hati betul saat melewati lembah itu,” kata Abdul Mu’ti.
“Bahkan disebutkan dalam beberapa riwayat, ada seekor semut yang begitu sangat berharap mendapatkan curahan air. Dan kemudian Nabi Sulaiman juga mendengar doa semut itu dan kemudian menyampaikan agar segera air itu turun sehingga semut-semut itu mendapat kesejukkan dan kehidupan dengan air yang turun dari langit,” tambahnya.
Menurut Mu’ti kisah Nabi Sulaiman ini harus bisa diteladani oleh para pemimpin. Bahwa pemimpin harus faham betul bahasa rakyatnya, bahkan bahasa rakyat kecil yang seperti semut sekalipun, sebagaimana dalam kisah Nabi Sulaiman.
“Kami berharap betul kepada Pak Prabowo, kepada Mas Gibran dan seluruh pimpinan partai politik untuk bagaimana bisa meneladani kepemimpinan Nabi Sulaiman. Pemimpin yang dekat dengan rakyatnya, mendengar apapun suara rakyatnya dan kemudian peduli dengan rakyat sebagai bagian dari warga kita,” kata Abdul Mu’ti.
Selain itu, Mu’ti juga mengajak agar senantiasa menjadikan Al-quran sebagai pedoman dalam hidup. Karena Al-quran juga sebagai pengingat, sebagai obat, sebagai penuntun, dan juga sebagai pemersatu dalam perbedaan.
“Manusia boleh berbeda-beda, tapi Allah mempersatukan kita dengan Al-Quran. manusia boleh beda partai politiknya, boleh beda organisasinya, ada Muhammadiyah, NU dan yang lain-lainnya, tapi semuanya sama, Al-Quran sebagai petunjuk bagi semua umat-islam, bahkan semua umat manusia,” ujarnya.
“Dengan semangat nuzulul Quran ini, seluruh tokoh bangsa kita menjadi bangsa yang damai, bersatu, dan sebagainya. Dan seperti sebutkan di dalam Al-Quran, dalam kisah negeri Sabah itu menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur,” demikian Abdul Mu’ti.