Monitorday.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa Indonesia harus meningkatkan ekonomi syariahnya agar menjadi yang terdepan di dunia.
Menurut laporan State of The Global Islamic Economy (SGIE) 2023, ekonomi syariah Indonesia saat ini berada di peringkat ketiga, di bawah Arab Saudi dan Malaysia yang masing-masing menempati posisi kedua dan pertama.
“Ini sebenarnya tidak masuk akal karena jumlah penduduk kita 280 juta. Bandingkan dengan Malaysia yang setara bahkan sedikit lebih kecil dari Jawa Barat, demikian juga dengan Saudi. Oleh karena itu, kita harus meningkatkan ekonomi syariah agar bisa menjadi nomor satu di dunia,” kata Airlangga, dalam keterangannya, dikutip Minggu (2/6).
Hal itu dikatakan Airlangga dalam acara Milad Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) ke-46 di Pondok Pesantren Mama Bakry, Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu.
Saat ini, ekosistem ekonomi dan keuangan syariah Indonesia telah berkembang, terutama dalam investasi keuangan syariah, makanan dan minuman halal, modest fashion, farmasi, kosmetik, dan wisata ramah Muslim.
Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Potensi ini terlihat dari adanya sekitar 4,8 juta santri dan 39,6 ribu pondok pesantren (ponpes) di Indonesia.
Secara lebih spesifik, sekitar 12.469 pesantren atau hampir 40 persen dari total pesantren memiliki potensi ekonomi di bidang pertanian, peternakan, perikanan, serta usaha mikro kecil.
“Pesantren sebagai lembaga pendidikan dan pembelajaran keagamaan juga memiliki tanggung jawab besar untuk pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat,” ungkap Airlangga.
Airlangga juga mendorong inklusi keuangan yang merupakan komponen penting dalam proses inklusi sosial dan ekonomi.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2020 untuk mempercepat perluasan akses keuangan kepada masyarakat dengan memperkuat koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, industri jasa keuangan, organisasi masyarakat, dan lembaga pendidikan seperti ponpes.
“Saya berharap target inklusi keuangan 90 persen bisa dicapai, terutama dengan kerja sama pesantren-pesantren,” ujarnya.