Connect with us

Review

Bagi Komandante Marcos, Kata-kata Adalah Senjata. Sialnya bagi Ahok Kata-Kata Adalah Cari Muka

Abi Rekso Panggalih

Published

on

KITA marah kepada oknum Pertamina, karena sekian besar uang negara dicuri untuk bergaya hidup dan foya-foya. Sekaligus kita patut berduka pada  upaya pencegahan korupsi dalam lingkungan Pertamina.

Negara dan Pertamina, ibarat dua sisi mata uang. Pada awalnya, semangat berdirinya Permina adalah sebuah sikap Nasionalisme rakyat Indonesia dalam rangka kedaulatan Indonesia Raya. Hingga bertransformasi menjadi Pertamina, perusahaan ini juga turut serta membiayai kebutuhan negara.

Pertamina lahir dan hadir bukan semata-mata perusahaan minyak negara. Ia juga hadir sebagai penyokong ekonomi dan sumber pembiayaan Negara. Pertamina juga menjadi salah satu perusahaan negara yang menjadi penjamin keuangan nasional dalam tatanan global.

Hari-hari ini rakyat kita marah dan kecewa atas terbongkarnya isu mega korupsi dilingkungan Pertamina. Itu juga hal yang begitu fundamental mendorong Dirut Pertamina Simon Aloysius Mantiri untuk meminta maaf secara tulus kepada seluruh rakyat Indonesia. Dan kita menyambut baik hal itu. Karena tentu, melakukan transformasi kemajuan dalam segala hal di Pertamina, bukan lah hal mudah.

Namun, tiba-tiba muncul bak preman kampung bicara kesana-kemari yang seakan-akan sudah khatam hal-ikhwal Pertamina. Tapi sebenarnya yang dikatakan adalah kemarahan membabi-buta, bahkan seperti pengangguran yang sedang “Mencari Muka”.

Ahok, seakan-akan ingin tampil sebagai pahlawan kesorean yang masih bau badan. Jika kita sebagai publik kembali bertanya, apa sesungguhnya yang sudah dia berikan dalam pengawasan dan kemajuan dalam lingkungan Pertamina? Pasti serentak orang menjawab, disaat Presiden Jokowi punya prinsip kepemimpinan; Kerja, Kerja dan Kerja. Lantas, Ahok model kepemimpinan Marah, Marah dan Marah.

Jika hanya Ibu Mega yang bisa membungkam Ahok, dan itu dia banggakan. Jadi, apa gunanya dia ditugaskan dalam Pertamina?

Ahok juga merasa pantas untuk semestinya, ada pada posisi Direktur Utama Pertamina. Yang benar saja, baru menjadi Gubernur Jakarta, dia  hampir membuat pecah belah negara. Barangkali Ahok lupa, bahwa Pertamina adalah perusahaan milik negara, bukan warung bakmi. Ya tentu berbeda, antara mengelola bisnis energi dan warung bakmi babi.

Sekarang mari kita bertanya, apakah ada dokumen resmi yang bisa ditunjukan Ahok secara publik bahwa dirinya sudah melakukan upaya pencegahan korupsi di lingkungan Pertamina. Karena, ini adalah organisasi perusahaan maka apa yang Ahok lontarkan semestinya beserta data dan fakta yang valid.

Ahok semestinya merenung, bahwa setiap amarah yang dia luapkan terkait pertamina, berdampak negatif pada perwira-perwira muda Pertamina yang masih taat menjalankan visi-misi Negara. Jangan lupa, ada ribuan perwira muda yang kelak memangku estafet tugas negara.

Pribahasa lama berkata, ‘Nila setitik, rusak susu sebelanga’. Namun, kita juga perlu jujur bahwa susu tetaplah susu.

Apa yang perlu kita bela? Pertamina adalah fondasi negara. Kita tidak boleh meninggalkan Pertamina apalagi membenci secara membabi buta. Masih banyak anak-anak dalam lingkungan Pertamina yang masih memiliki idealisme kepentingan negara. Mereka adalah mimpi besar masa depan Indonesia.

Sepantasnya, jika Ahok pernah menjadi bagian formil Pertamina. Yang perlu dia ucapkan adalah pertanyaan yang Objektif. Bahwa kasus korupsi ini bukanlah wajah Pertamina sesungguhnya. Ini adalah wajah kelam perusahaan energi negara.

Senyatanya, kita harus berani mengucapkan bahwa Pertamina adalah pondasi negara. Pertamina tidak sedang baik-baik saja. Pertamina membutuhkan segenap dukungan rakyat Indonesia. Pertamina juga membutuhkan, untuk kembalinya reputasi dikalangan kaum muda Indonesia.

Kita yakin dan percaya, bahwa Tuhan memberikan mata bukan untuk bergelap-gelapan. Justru, penegasan bahwa cahaya bukan hanya di bulan purnama.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Review

Menelisik Dinamika Isu Kritis Linguistik Terapan

Kuliah perdana Isu-Isu Kritis Penelitian Linguistik Terapan di UNJ membangkitkan nalar kritis mahasiswa dalam menjembatani teori linguistik, teknologi, dan perubahan sosial melalui pendidikan transformatif.

Natsir Amir

Published

on

Monitorday.com – Ruang kelas itu terasa hidup ketika Prof. Dr. Ifan Iskandar membuka kuliah perdana mata kuliah Isu-Isu Kritis Penelitian Linguistik Terapan di Sekolah Pascasarjana UNJ, Kamis (6/3). Ia pun melontarkan pertanyaan-pertanyaan mendalam yang menusuk nalar mahasiswa. Bukan sekadar memancing diskusi, melainkan membangkitkan hasrat berpikir kritis yang menjadi nafas utama pendidikan transformatif.

Prof. Ifan merajut benang pemikiran praksis pendidikan, bahwa ilmu bukan hanya sebatas teori yang menggantung di langit-langit akademik, melainkan api yang menyala di dalam tindakan reflektif.

Ia menekankan bahwa linguistik terapan bukan sekadar studi bahasa, tetapi sebuah lanskap pemikiran yang menjembatani pengetahuan dan perubahan sosial.

Pendidikan transformatif, katanya, adalah kekuatan yang menyalakan kesadaran untuk menelisik realitas sosial sekaligus menawarkan solusi.

Dalam pemaparannya, Wakil Rektor 1 UNJ itu mendobrak pemikiran bawah sadar mahasiswa akan kebermanfaatan gelar doktoral yang akan disandang.

” Buat apa dengan gelar doktor yang anda raih, jika tidak bisa berkontribusi untuk kepentingan umat yang lebih luas,” ujarnya.

Lebih lanjut, Prof. Ifan menuturkan bahwa mahasiswa perlu melakukan unboxing pemikiran, melihat lebih dalam isu-isu kritis penelitian linguistik terapan yang mutakhir. Unboxing pemikiran ini menuntut mahasiswa untuk tidak hanya memahami konsep, tetapi juga membongkar cara pandang konvensional, membuka kemungkinan baru, dan menyoroti sisi tersembunyi dari fenomena bahasa. Pendekatan ini mendorong mahasiswa untuk mengaitkan isu linguistik dengan kehidupan nyata, sehingga manfaat penelitiannya dapat dirasakan oleh masyarakat luas.

Sesi berlanjut dengan arahan Dr. Ratna Dewanti yang menekankan pentingnya metode SMART dalam perumusan indikator sub-CPMK. Mahasiswa ditantang untuk mengidentifikasi isu-isu lokal dan global terkait penggunaan bahasa, seperti keresahan Malaysia terhadap krisis bahasa Melayu dan kecenderungan generasi Z serta Alfa dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia.

Tugas ini menempatkan mahasiswa sebagai aktor intelektual yang berkontribusi pada solusi linguistik dalam masyarakat modern.

Kuliah ini dirancang untuk membekali mahasiswa dengan keterampilan kritis dalam menganalisis isu-isu linguistik yang kompleks. Penggunaan teknologi informasi menjadi elemen penting dalam memajukan penelitian linguistik terapan, sejalan dengan capaian pembelajaran lulusan (CPL) yang menitikberatkan pada penelitian transdisipliner, inovatif, dan berdampak sosial.

Mahasiswa diharapkan mampu menyusun kerangka teoretis, merancang metodologi penelitian, hingga mempublikasikan hasil riset di jurnal internasional bereputasi.

Dalam lingkup sub-CPMK, mahasiswa didorong untuk mengeksplorasi beragam topik, mulai dari analisis diskursus media sosial, pengembangan alat pembelajaran bahasa berbasis kecerdasan buatan, hingga deteksi ujaran kebencian dan berita bohong di dunia digital.

Pendekatan interdisipliner menjadi kunci, di mana linguistik, sosiologi, dan teknologi saling berkelindan untuk memahami dinamika bahasa dalam masyarakat modern.

Isu literasi digital pada generasi muda menjadi salah satu fokus penting. Mahasiswa diajak menganalisis dampak teknologi terhadap keterampilan komunikasi, sekaligus merancang strategi peningkatan literasi digital yang adaptif. Di sisi lain, variasi bahasa dalam komunitas digital juga menjadi bahan kajian, menyoroti bagaimana identitas sosial terbentuk dan terjalin dalam ruang-ruang virtual.

Untuk itu, mahasiswa didorong untuk menemukan teori baru yang mengintegrasikan teknologi terkini dalam studi linguistik. Mereka ditantang untuk menciptakan model prediktif keberhasilan pembelajaran bahasa kedua berbasis faktor individual dan sosial.

Apalagi ruang kelas itu bukan hanya arena diskusi, melainkan laboratorium pemikiran di mana kata-kata dijinakkan, dibedah, dan dihidupkan kembali dengan daya transformatif. Kuliah ini bukan sekadar pelajaran, tetapi perjalanan merajut nalar kritis—sebuah nyala api yang tak pernah padam di persimpangan bahasa dan kemanusiaan.

Dengan pendekatan yang energik dan dinamis, mata kuliah ini menjadi ruang akselerasi intelektual yang menghubungkan linguistik terapan dengan tantangan global.

Continue Reading

Review

Sinergi Dinamis dalam Menjaga Laut Nusantara

Kolaborasi dinamis Kepolisian, KKP, dan TNI AL membongkar kasus pagar laut ilegal, menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor berbasis ilmu pengetahuan dalam menjaga ekosistem maritim.

Natsir Amir

Published

on

Monitorday.com – Kasus pagar laut ilegal yang terjadi di perairan Tangerang dan Bekasi menjadi panggung kolaborasi luar biasa antara Kepolisian, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan TNI Angkatan Laut.

Di tengah kompleksitas permasalahan lingkungan maritim, ketiga institusi ini menunjukkan energi sinergis yang dinamis, membuktikan bahwa kerja sama lintas sektor mampu menegakkan hukum secara efektif dan berkeadilan.

Berawal dari laporan masyarakat yang merasa dirugikan oleh pagar laut ilegal yang menghalangi akses nelayan tradisional, Kepolisian dengan sigap merespons aduan tersebut. Kecepatan aparat dalam memulai penyelidikan menjadi titik awal dari terungkapnya jaringan pelanggaran lingkungan yang merugikan masyarakat dan merusak ekosistem.

Keterlibatan KKP dalam proses ini memberikan kekuatan tambahan dengan menghadirkan data perizinan dan regulasi yang menjadi dasar analisis hukum. Kombinasi data empirik dan keahlian investigatif menjadi senjata ampuh dalam membongkar praktik ilegal ini.

Pendekatan ilmiah melalui linguistik forensik menambah dimensi baru dalam proses investigasi. Analisis terhadap komunikasi digital, dokumen administratif, dan pola bahasa pelaku berhasil membongkar keterlibatan pihak-pihak tertentu.

Forensik linguistik bukan sekadar alat bantu, melainkan kunci yang mempercepat proses identifikasi dan memperkuat bukti hukum. Kolaborasi ini menegaskan bahwa sains memiliki peran vital dalam mewujudkan penegakan hukum yang berbasis bukti.

KKP menunjukkan dedikasi tinggi dengan tidak hanya menyediakan data, tetapi juga aktif mengedukasi masyarakat pesisir. Sosialisasi mengenai pentingnya menjaga ekosistem laut dan melaporkan aktivitas ilegal membangun kesadaran kolektif yang berkelanjutan.

Peran ini memperkuat posisi KKP sebagai motor penggerak konservasi dan perlindungan sumber daya laut di tingkat masyarakat.

Dalam aspek penertiban, TNI Angkatan Laut tampil dengan armada dan personel yang terlatih, TNI AL memastikan tidak ada lagi pagar laut ilegal yang berdiri di perairan tersebut. Kehadiran TNI AL tidak hanya memberikan rasa aman bagi nelayan, tetapi juga menunjukkan komitmen negara dalam melindungi hak-hak masyarakat pesisir. Operasi penertiban ini menegaskan bahwa kekuatan pertahanan negara berfungsi optimal dalam mendukung penegakan hukum.

Sinergi positif antara Kepolisian, KKP, dan TNI AL menjadi model penegakan hukum lintas sektor yang efektif. Masing-masing institusi memainkan perannya dengan dinamis dan saling melengkapi. Keberhasilan ini menjadi pesan tegas bahwa kejahatan lingkungan tidak akan ditoleransi, dan negara hadir secara nyata dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut serta hak masyarakat pesisir.

Kasus pagar laut di Tangerang dan Bekasi bukan hanya kemenangan dalam menegakkan hukum, tetapi juga momentum penting dalam memperkuat kolaborasi antar-lembaga. Apresiasi tinggi layak diberikan kepada Kepolisian, KKP, dan TNI Angkatan Laut atas dedikasi, profesionalisme, dan sinergi dinamis yang ditunjukkan. Ke depan, penguatan kolaborasi berbasis ilmu pengetahuan diharapkan terus menjadi pilar utama dalam menjaga sumber daya laut Indonesia agar tetap lestari dan bermanfaat bagi generasi mendatang.

Continue Reading

Review

Zelensky di Mata Trump: Hanyalah Presiden Bodoh

Zelensky gagal sebagai pemimpin yang mandiri, terus-menerus meminta bantuan asing tanpa solusi nyata. Trump menegaskan kebodohan Zelensky yang hanya mengemis tanpa strategi diplomasi.

Natsir Amir

Published

on

Monitorday.com – Debat panas antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di awal Maret 2025 mengungkapkan fakta mengejutkan yang selama ini tertutupi.

Kritik tajam Trump terhadap Zelensky menggema di tengah publik yang semakin muak dengan gaya politik pengemis yang diperlihatkan pemimpin Ukraina tersebut. Alih-alih menunjukkan martabat sebagai kepala negara, Zelensky justru tampil sebagai sosok yang tidak mampu menjaga harga diri bangsanya.

Selama bertahun-tahun, Zelensky berkeliling dunia meminta bantuan militer dan finansial tanpa menawarkan solusi konkret dalam negosiasi damai. Trump dengan lugas menyoroti kelemahan fatal Zelensky yang terus-menerus bergantung pada belas kasihan negara lain. Pernyataan Trump bahwa Zelensky “tidak punya kartu” menggambarkan betapa tidak kompetennya pemimpin Ukraina itu dalam diplomasi internasional.

Permintaan bantuan yang terus-menerus tanpa strategi nyata hanya memperlihatkan kebodohan Zelensky yang gagal memahami prinsip dasar perundingan politik.

Sikap Zelensky yang merasa berhak diundang dalam setiap pertemuan internasional menambah ironi dalam konflik ini. Kehadirannya dalam pertemuan selama tiga tahun tidak membuahkan hasil signifikan, tetapi ia masih berani mengeluh ketika tidak diundang. Kritik Trump menunjukkan bahwa dunia sudah mulai lelah dengan mentalitas pengemis yang diperlihatkan Zelensky. Pemimpin yang benar-benar cerdas seharusnya mampu memperkuat posisi negosiasinya tanpa harus merendahkan diri.

Trump juga menyinggung bahwa perang seharusnya tidak pernah terjadi jika Ukraina dipimpin oleh orang-orang yang tahu apa yang mereka lakukan. Ini adalah sindiran tajam yang patut mendapat apresiasi. Biden dan Zelensky memang gagal membaca situasi geopolitik dengan cermat, membiarkan Ukraina menjadi mangsa empuk bagi kekuatan yang lebih besar. Dalam konteks ini, Trump tampil sebagai sosok visioner yang memahami pentingnya mencegah konflik melalui negosiasi yang cerdas.

Keinginan AS untuk membuat perjanjian dengan Ukraina mengenai akses mineral tanah jarang dengan imbalan bantuan militer semakin memperjelas betapa Zelensky hanya mampu menawarkan sumber daya negaranya sebagai kompensasi. Ini bukanlah strategi diplomasi, melainkan bentuk eksploitasi yang disamarkan sebagai kerja sama. Zelensky telah menjual harga diri bangsanya demi mempertahankan kekuasaannya yang rapuh.

Trump, dengan segala kontroversinya, setidaknya menunjukkan sikap tegas untuk tidak tertipu oleh sandiwara Zelensky. Sikap ini patut diapresiasi di tengah arus besar propaganda yang berusaha menampilkan Zelensky sebagai pahlawan. Publik semakin sadar bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang mampu membangun kekuatan dari dalam, bukan mereka yang terus-menerus meminta belas kasihan dari luar.

Zelensky telah gagal membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang layak dihormati. Kegagalannya dalam membangun diplomasi yang efektif dan ketergantungannya pada bantuan asing hanya memperkuat narasi bahwa ia adalah pengemis politik tanpa harga diri. Kritik Trump menjadi pengingat bahwa dunia membutuhkan pemimpin yang cerdas, tegas, dan mampu memperjuangkan kepentingan bangsanya tanpa merendahkan martabat nasional.

Continue Reading

Review

Korupsi dan Ketidakadilan: Luka Bangsa yang Tak Kunjung Sembuh

Korupsi di pemerintahan menghancurkan kepercayaan publik, memaksa rakyat kecil berjuang, dan memicu brain drain generasi emas. Reformasi birokrasi tegas menjadi kunci perubahan.

Natsir Amir

Published

on

Monitorday.com – Korupsi di tubuh pemerintahan menjadi ironi yang terus menyesakkan dada rakyat kecil. Ketika pejabat dengan gaji fantastis memilih memperkaya diri secara ilegal, rakyat hanya bisa gigit jari menanti janji-janji kosong yang tak pernah terealisasi. Fenomena ini tak hanya sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga bentuk pengkhianatan moral yang menggerogoti kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan.

Para koruptor, yang notabene berasal dari kalangan terdidik dan keluarga terpandang, seharusnya menjadi panutan. Namun, kenyataan berkata lain. Mereka justru menjadi pelaku utama dalam perampokan uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan bersama. Gaji besar, fasilitas mewah, hingga jaminan masa depan tak mampu memadamkan kerakusan yang berakar pada mentalitas korup. Jika mereka yang seharusnya menjaga amanah justru mengkhianati kepercayaan rakyat, kepada siapa lagi masyarakat bisa berharap?

Rakyat kecil menjadi korban yang tak berdaya. Mereka yang bekerja keras dari pagi hingga malam hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, harus rela melihat uang pajak yang dibayarkan dengan susah payah diselewengkan untuk kepentingan pribadi segelintir orang. Ironi ini semakin menyakitkan ketika banyak warga Indonesia terpaksa mengadu nasib ke luar negeri sebagai pekerja kasar demi mendapatkan penghidupan yang layak. Sementara di dalam negeri, kesempatan kerja seolah hanya tersedia bagi mereka yang memiliki koneksi dan kedekatan dengan para penguasa.

Kondisi ini menumbuhkan rasa frustrasi di kalangan masyarakat. Tak heran jika muncul candaan bernada getir yang menyebut bahwa pemimpin otoriter seperti Kim Jong Un lebih dibutuhkan untuk memberantas koruptor. Meski terdengar sarkastik, pernyataan ini mencerminkan keputusasaan rakyat terhadap sistem hukum yang terkesan tebang pilih dan penuh kompromi. Penegakan hukum yang lemah semakin memperpanjang daftar koruptor yang bebas berkeliaran tanpa rasa malu.

Korupsi bukan hanya kejahatan ekonomi, tetapi juga penghancur harapan. Anak-anak bangsa yang cerdas dan berprestasi pun memilih hengkang ke luar negeri, bukan karena tidak cinta tanah air, tetapi karena merasa tidak dihargai di negeri sendiri. Sistem yang penuh nepotisme dan kolusi menutup rapat peluang bagi mereka yang tidak memiliki koneksi. Fenomena brain drain ini menjadi alarm keras bahwa bangsa ini sedang kehilangan generasi emasnya akibat kerakusan segelintir orang.

Sampai kapan negeri ini bisa bersih dari koruptor? Pertanyaan ini terus menggema tanpa jawaban pasti. Reformasi birokrasi, penguatan lembaga antikorupsi, hingga transparansi anggaran seringkali hanya menjadi jargon tanpa dampak nyata. Perubahan hanya bisa terjadi jika ada kemauan politik yang kuat, didukung oleh penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu. Mentalitas korup harus diberantas sejak dini, mulai dari pendidikan karakter di sekolah hingga budaya transparansi di setiap lini pemerintahan.

Korupsi bukan sekadar penyakit, melainkan kanker yang menggerogoti masa depan bangsa. Jika tidak segera ditangani dengan serius, maka luka ini akan terus membusuk dan menghancurkan mimpi-mimpi anak bangsa. Harapan untuk Indonesia yang bersih dari korupsi bukanlah utopia, melainkan tanggung jawab bersama yang harus diperjuangkan tanpa lelah. Rakyat menunggu, keadilan harus ditegakkan, dan para koruptor harus diberi hukuman setimpal agar mereka jera dan kepercayaan publik bisa kembali pulih.

Continue Reading

Review

Korupsi Energi: Pertamina dalam Pusaran Pengkhianatan

Korupsi di Pertamina merusak kepercayaan publik dan mengancam energi nasional. Presiden Prabowo harus bertindak tegas memberantas korupsi demi kesejahteraan rakyat.

Natsir Amir

Published

on

Monitorday.com – Korupsi telah menjadi momok yang terus menghantui pembangunan di Indonesia. Kasus demi kasus terus bermunculan, menodai institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga kepentingan rakyat.

PT Pertamina (Persero), sebagai BUMN strategis yang berperan besar dalam penyediaan energi nasional, kembali terseret dalam pusaran korupsi yang membahayakan kepentingan publik.

Ironisnya, di tengah semangat efisiensi dan transparansi, praktik korupsi tetap menjadi penyakit kronis yang sulit diberantas.

Kasus terbaru pada 2025 terkait dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang menjadi bukti bahwa sistem pengawasan di Pertamina masih rapuh. Tujuh tersangka, termasuk empat pimpinan Subholding Pertamina, menunjukkan bahwa korupsi telah merasuki level elite perusahaan. Ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, melainkan pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat.

Fakta ini memperkuat anggapan bahwa reformasi tata kelola energi nasional masih setengah hati.

Kasus ini bukan yang pertama. Pada 2015, dugaan korupsi di Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) terkait pengadaan minyak mentah menjadi tamparan keras bagi upaya transparansi. Pemerintah saat itu membubarkan Petral sebagai langkah korektif, namun ternyata tidak cukup untuk membangun sistem yang kebal dari korupsi.

Lalu, pada 2019, kasus suap proyek pembangunan kilang kembali menodai wajah Pertamina. Pola yang berulang ini membuktikan bahwa reformasi tidak boleh hanya sebatas wacana.

Presiden Prabowo, dengan citra tegas dan janji memberantas korupsi hingga ke Antartika, kini menghadapi ujian besar. Retorika tanpa aksi hanya akan memperpanjang derita rakyat.

Koruptor bukan sekadar pelanggar hukum, tetapi perusak masa depan bangsa. Di negara seperti Korea Utara, korupsi dianggap sebagai pengkhianatan tingkat tinggi yang layak mendapat hukuman berat. Indonesia membutuhkan ketegasan serupa, di mana koruptor tidak hanya dipenjara, tetapi juga dijauhkan dari segala akses terhadap kekuasaan dan fasilitas negara.

Efisiensi dalam pengelolaan energi memang menjadi langkah positif. Namun, efisiensi tanpa pemberantasan korupsi hanya akan menjadi fatamorgana.

Presiden Prabowo harus membuktikan bahwa julukan Macan Asia bukan sekadar simbol, tetapi juga kekuatan nyata dalam menegakkan keadilan. Korupsi di sektor energi bukan sekadar persoalan uang, melainkan ancaman terhadap kemandirian energi nasional.

Setiap rupiah yang dikorupsi adalah hak rakyat yang dirampas, kebutuhan masyarakat yang terabaikan, dan mimpi kesejahteraan yang tertunda.

Momentum perubahan ada di tangan Presiden Prabowo. Tidak ada alasan untuk memberikan karpet merah kepada para koruptor. Hukuman berat, pemiskinan aset, dan pengawasan ketat harus menjadi pilar utama dalam perang melawan korupsi.

Penegakan hukum yang transparan dan tidak pandang bulu akan menjadi fondasi bagi Indonesia yang bersih dan berdaulat. Korupsi di tubuh Pertamina harus menjadi alarm keras bahwa pengawasan dan transparansi adalah harga mati.

Jika korupsi dibiarkan, maka kemiskinan dan ketidakadilan akan terus menggerogoti bangsa ini. Rakyat menanti keberanian Presiden Prabowo untuk mewujudkan janji politiknya. Energi nasional adalah urat nadi kehidupan, dan tidak boleh dikuasai oleh tikus-tikus rakus yang hanya memikirkan kepentingan pribadi.

Waktunya menyalakan bara perlawanan, memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya, dan memastikan bahwa negeri ini benar-benar menjadi rumah bagi keadilan dan kesejahteraan.

Continue Reading

Review

“Ndasmu!” Ledakan Retorika Prabowo yang Menggetarkan

Pernyataan “Ndasmu” Presiden Prabowo dalam pidatonya di HUT ke-17 Gerindra menjadi simbol retorika tegas, enerjik, dan dinamis, menegaskan keteguhan sikapnya di tengah kritik publik.

Natsir Amir

Published

on

Monitorday.com – Di tengah gemuruh perayaan ulang tahun ke-17 Partai Gerindra, Prabowo Subianto berdiri tegak di atas panggung megah Sentul International Convention Center.

Sorotan lampu menyorot wajahnya, senyum yang khas tersungging di bibirnya. Suasana begitu hidup, penuh semangat, ribuan hadirin menyimak tiap kata yang meluncur dari bibir sang presiden dengan penuh perhatian.

Lalu, tiba-tiba, satu kata melesat dari mulutnya, mengguncang ruang dan waktu, menggetarkan nadi publik:

“Ndasmu!”

Satu kata. Lima huruf. Ledakan retorika yang bergema jauh melampaui dinding gedung perayaan. Sontak, riuh rendah tawa dan tepuk tangan pecah seperti gelombang yang menerpa pantai. Media sosial langsung menyala-nyala. Meme bermunculan, analisis politik bertaburan, spekulasi merebak, dan publik terbelah antara pujian dan kritik.

Namun, bagi mereka yang memahami esensi pidato dan gaya komunikasi Prabowo, “Ndasmu” bukan sekadar ungkapan. Ini adalah sebuah perlawanan terhadap kritik yang tak berdasar. Ini adalah manifestasi dari seorang pemimpin yang berbicara dengan hati, tanpa kepura-puraan, tanpa polesan basa-basi.

Prabowo dikenal sebagai orator ulung. Ia tak hanya menyampaikan kata-kata, tapi menghidupkan makna. Dalam berbagai kesempatan, ia tak segan melepaskan formalitas kaku dan berbicara dengan gaya yang lebih merakyat.

Dengan “Ndasmu”, ia menegaskan keteguhan sikapnya, menolak tuduhan bahwa kabinetnya “gemuk” tanpa substansi. Ia bukan politisi yang menyelinap di balik kata-kata manis dan janji samar. Ia adalah pemimpin yang berani berujar dengan tegas, menyampaikan pesan tanpa ragu, tanpa takut gelombang kritik menghantam.

Retorika Prabowo selalu memiliki denyut emosional yang kuat. Dalam politik, kekuatan pidato sering kali menjadi penentu arah sejarah. Dari zaman Demosthenes di Yunani kuno hingga Churchill di abad modern, pemimpin besar selalu mampu menyalakan api semangat lewat kata-kata.

Dalam lanskap politik Indonesia yang kerap diselimuti eufemisme, Prabowo memilih pendekatan berbeda. Ia tidak sekadar berpidato; ia menciptakan resonansi. Ia memahami bahwa komunikasi politik bukan hanya soal isi, tapi juga soal cara penyampaian.

Energi “Ndasmu” membangun sebuah narasi yang lebih besar: keberanian untuk menolak absurditas. Ia tahu, kritik tentang kabinet “gemuk” adalah cerminan dari perspektif yang terlalu sempit, yang gagal melihat strategi besar di balik pergerakan politik dan ekonomi nasional.

Ia menjawab kritik itu bukan dengan serangkaian data yang kering, tetapi dengan sebuah ungkapan yang meledak-ledak, membakar perhatian, dan mengirimkan pesan kuat: bahwa kepemimpinan bukan sekadar tentang citra, melainkan tentang tindakan nyata.

Seperti halnya retorika yang besar, “Ndasmu” melampaui fungsinya sebagai kata. Ia menjadi simbol dari ketegasan, dari sikap tanpa kompromi terhadap kritik yang asal bunyi. Publik yang menangkap semangat di balik kata itu tidak sekadar melihat seorang presiden yang berapi-api, tapi juga seorang pemimpin yang tak mau tunduk pada narasi yang dangkal.

Fenomena “Ndasmu” juga mencerminkan bagaimana politik di era digital bekerja. Kata-kata bukan lagi sekadar pernyataan, tapi juga bahan bakar bagi perbincangan di ruang maya. Setiap kata yang diucapkan oleh seorang pemimpin memiliki potensi viral yang luar biasa. Prabowo, dengan insting politiknya yang tajam, tampaknya memahami hal ini dengan baik. Dalam sekejap, ia mengubah kritik menjadi panggung retorika. Ia mengambil alih narasi, bukan dengan defensif, melainkan dengan serangan balik yang penuh percaya diri.

Sejarah mencatat bahwa pemimpin besar adalah mereka yang mampu mengubah kritik menjadi kekuatan. Lincoln menghadapi lawan-lawannya dengan humor tajam, Roosevelt dengan keberanian tanpa takut, dan Prabowo—dengan “Ndasmu”.

Ini bukan sekadar sebuah ucapan spontan, melainkan bagian dari gaya komunikasi yang telah ia bentuk selama bertahun-tahun. Ia tidak berbicara untuk menyenangkan semua orang. Ia berbicara untuk memimpin.

Dan bukankah itu yang kita harapkan dari seorang pemimpin? Bukan hanya sosok yang pandai merangkai janji dalam kata-kata yang manis, tetapi seseorang yang berani berbicara dengan suara hatinya, yang mampu menggetarkan jiwa rakyatnya dengan satu kata penuh makna?

Di penghujung pidato, Prabowo melanjutkan dengan nada yang lebih ringan, kembali ke jalur pembicaraan yang lebih formal. Namun, kata itu sudah tertanam dalam benak jutaan orang. “Ndasmu” telah menjadi ikon, menegaskan bahwa komunikasi politik tak melulu harus kaku dan membosankan. Kadang, yang diperlukan hanyalah satu ledakan kecil untuk mengguncang kesadaran kolektif.

Maka, entah Anda menganggapnya sebagai ekspresi spontan atau strategi retorika yang brilian, satu hal tak bisa disangkal: dalam satu kata, Prabowo telah kembali menegaskan posisinya. Sebagai pemimpin yang tak takut berbicara, sebagai pemimpin yang siap menghadapi kritik, sebagai pemimpin yang, dengan satu kata, mampu mengguncang panggung politik Indonesia.

Continue Reading

Review

UMAM, Warisan Keilmuan yang Mendunia

Muhammadiyah bukan sekadar organisasi, tetapi mesin peradaban yang terus bergerak.

Natsir Amir

Published

on

Monitorday.com – Pesan itu datang begitu tiba-tiba. Dr. Nurul, Kepala Biro SDM Universitas Muhammadiyah Cirebon, mengundang saya untuk menghadiri program Pre-PhD Coaching dan Kuliah Umum dari Universiti Muhammadiyah Malaysia di Meeting Room Convention Hall UMC.

Hari itu, Senin, 17 Februari, saya duduk di antara para akademisi, menyaksikan paparan dua cendekiawan UMAM: Assoc. Prof. Dwi Santoso, Ph.D., dan Assoc. Prof. Sohirin, Ph.D. Ada getar kebanggaan yang menjalar di hati, seolah menegaskan bahwa Muhammadiyah memang bukan sekadar organisasi, tetapi sebuah mesin peradaban yang terus bergerak maju.

Pernyataan almarhum Prof. Dr. Suyatno, mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Bandung, kembali menggema dalam benak saya: internasionalisasi Muhammadiyah itu nyata. UMAM adalah buktinya.

Terlebih Rektor UMC, Arif Nurudin MT, yang juga anggota Badan Pelaksana Harian (BPH) UMAM. Artinya, UMC sebagai kampus terbaik di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan (Ciayumajakuning) ini telah menanam investasi mulia di tanah Jiran, melahirkan harapan baru bagi generasi mendatang.

Keberadaan UMAM bukan sekadar kebanggaan bagi Muhammadiyah, tetapi juga bagi Indonesia. Fokusnya yang tertuju pada program doktoral membuka jalan bagi akademisi untuk mengembangkan kapasitas riset sekaligus memperkuat posisi Muhammadiyah di ranah keilmuan internasional.

Program 5000 Doktor yang diinisiasi Majelis DiktiLitbang PP Muhammadiyah bukan lagi sekadar wacana, melainkan langkah konkret menuju keunggulan akademik. Dengan jejaring yang terus berkembang, kontribusi keilmuan dari Indonesia semakin diakui di tingkat global.

Seorang profesor pernah berkata, “Serahkan saja Indonesia kepada Muhammadiyah, maka negara ini akan keluar dari keterpurukan.” Pernyataan itu mungkin terdengar berlebihan, tetapi angka-angka tak bisa berbohong.

Muhammadiyah memiliki 172 perguruan tinggi, 122 rumah sakit, 231 klinik, 5.345 sekolah, 440 pesantren, dan lebih dari 20.465 aset wakaf. Sebagai raksasa filantropi, Muhammadiyah tak hanya bicara tentang keuntungan, melainkan kesejahteraan umat. Bahkan, tak sedikit yang menyebutnya sebagai organisasi Islam terkaya di dunia. Namun, di balik kekayaan materi itu, ada prinsip yang tak boleh pudar: kesederhanaan.

KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, pernah berpesan, “Hidupilah Muhammadiyah, tapi jangan cari hidup di Muhammadiyah.”

Kalimat ini telah menjadi pedoman moral bagi setiap kader. Muhammadiyah bukan tempat mencari keuntungan pribadi, melainkan ladang pengabdian yang harus dijaga dengan keikhlasan. Ukuran keberhasilannya bukanlah jumlah aset, tetapi seberapa besar manfaat yang diberikan kepada masyarakat.

Namun, zaman terus berubah. Tantangan Muhammadiyah di era modern semakin kompleks. Hedonisme, pragmatisme, dan individualisme mengancam nilai-nilai yang selama ini dijunjung tinggi. Tak sedikit yang tergoda menggunakan nama besar Muhammadiyah untuk kepentingan pribadi.

Oleh karena itu, menjaga integritas gerakan ini adalah tanggung jawab bersama. Setiap kader harus memahami bahwa kekayaan Muhammadiyah bukan hanya soal harta benda, tetapi juga nilai-nilai luhur yang diwariskan turun-temurun.

Internasionalisasi Muhammadiyah membuka peluang sekaligus tantangan baru. Pendidikan tinggi yang merambah luar negeri harus diiringi dengan peningkatan kualitas akademik dan riset. Tidak cukup hanya mendirikan universitas, tetapi juga memastikan lulusan Muhammadiyah memiliki daya saing global. Pertanyaan besar yang harus dijawab adalah bagaimana menjadikan nilai-nilai Islam sebagai fondasi bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi?

Dunia akademik saat ini menuntut fleksibilitas dan inovasi. Muhammadiyah tak boleh hanya menjadi pengikut arus, tetapi harus menjadi aktor utama dalam membawa perubahan.

Digitalisasi pendidikan, kolaborasi global, dan riset berbasis kebutuhan masyarakat harus menjadi prioritas. Dengan langkah ini, Muhammadiyah bisa terus melaju sebagai kekuatan intelektual yang diperhitungkan.

Lebih dari itu, Muhammadiyah harus terus menghidupkan semangat inklusivitasnya. Sejak awal berdiri, gerakan ini tak pernah membatasi diri hanya untuk umat Islam. Kepeduliannya melampaui batas agama dan golongan.

Rumah sakit Muhammadiyah terbuka bagi siapa saja, sekolahnya menerima siswa dari berbagai latar belakang, dan program sosialnya tak mengenal diskriminasi. Inilah makna Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Sebagai kader Muhammadiyah, kita punya tanggung jawab untuk meneruskan perjuangan ini. Menghidupi Muhammadiyah berarti terus berinovasi, terus berkontribusi, dan terus menjaga nilai-nilai yang diwariskan para pendahulu.

Seperti yang ingin saya tegaskan: “Perkayalah Muhammadiyah, tapi jangan cari kekayaan dari Muhammadiyah.” Dengan semangat ini, Muhammadiyah akan terus menjadi mercusuar peradaban yang menerangi dunia.

Pencinta Sastra Laut di warung kopi pantura.

Continue Reading

Review

40.000 PNS AS Resign Massal, Ada Apa?

Puluhan ribu PNS AS mengundurkan diri setelah tawaran massal dari pemerintah Trump. Kebijakan ini memicu kontroversi, dengan serikat pekerja menolak dan pegawai dilanda ketidakpastian akan pesangon mereka.

Natsir Amir

Published

on

Monitorday.com – Pemandangan tak biasa terjadi di jajaran pemerintahan Amerika Serikat. Puluhan ribu pegawai negeri sipil (PNS) mendadak mundur, sesuai tawaran yang mereka terima lewat e-mail larut malam. Bukan kebetulan, langkah ini adalah bagian dari kebijakan pemangkasan pegawai federal yang digagas Presiden Donald Trump. Tapi ada satu hal yang bikin geger: pengunduran diri ini juga mencakup pegawai Badan Intelijen Pusat (CIA).

Gelombang pengunduran diri ini terhitung masif. Dalam hitungan hari, sekitar 20.000 hingga 40.000 PNS sudah menyatakan kesediaan mereka untuk meninggalkan pekerjaan—meskipun tetap menerima gaji hingga September 2025. Bahkan, Gedung Putih memperkirakan angka ini akan terus bertambah dalam 24 jam ke depan.

Keputusan ini bukan tanpa alasan. Presiden Trump, dengan masukan dari Kepala Departemen Efisiensi Pemerintahan (DOGE), Elon Musk, berambisi memangkas jumlah pegawai federal dan mengurangi pengeluaran. Tawaran ini seakan menjadi ‘jalan keluar cepat’ bagi pemerintah untuk merampingkan birokrasi.

CIA menjadi institusi pertama yang bergerak cepat. Pada Selasa (4/2/2025), mereka mengumumkan skema pengunduran diri massal kepada seluruh stafnya. Bagi mereka yang menerima, pemerintah menjanjikan gaji dan tunjangan tetap selama delapan bulan ke depan. Namun, bagi sebagian besar PNS, tawaran ini lebih terasa seperti ultimatum daripada kesempatan.

Tidak semua pihak sepakat. Serikat pekerja yang mewakili PNS langsung bereaksi keras. Federasi Pegawai Pemerintah Amerika (AFGE) mengecam langkah ini dan mengajukan gugatan. Everett Kelley, presiden AFGE, menyatakan dengan tegas, “Kami tidak akan tinggal diam dan membiarkan anggota kami menjadi korban penipuan ini.”

Keresahan juga merebak di kalangan pegawai federal. Beberapa yang diwawancarai BBC mengaku bingung dan cemas. Seorang pegawai perempuan yang enggan disebutkan namanya menyampaikan kekhawatirannya. “Tampaknya kejam dan mengerikan,” katanya. Ia menilai tawaran ini lebih seperti paksaan: ambil atau kehilangan pekerjaan. “Tidak ada jaminan pesangon seperti yang dijanjikan,” tambahnya.

Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Beberapa pegawai yang memutuskan menerima tawaran juga dihantui rasa was-was. “Saya hanya berharap ini bukan penipuan,” ujar salah satu pegawai federal yang memilih mundur. Ketidakpastian inilah yang membuat banyak pegawai ragu, meski skema ini tampak menggiurkan di atas kertas.

Banyak yang mempertanyakan urgensi kebijakan ini. Mengapa skema ini diumumkan secara mendadak? Mengapa diputuskan dalam waktu singkat, tanpa konsultasi panjang? Yang lebih mengejutkan, mengapa justru institusi seperti CIA yang pertama kali menjalankan kebijakan ini?

Pakar kebijakan publik menilai langkah ini sebagai manuver politik Trump untuk menunjukkan ‘efisiensi pemerintahan’ menjelang pemilu berikutnya. Dengan merampingkan birokrasi, Trump ingin memperlihatkan kepada publik bahwa pemerintahannya efektif dan tidak boros. Namun, para kritikus berpendapat kebijakan ini terlalu tergesa-gesa dan berisiko tinggi. Jika terlalu banyak pegawai berpengalaman yang mundur, administrasi pemerintahan bisa terganggu, bahkan menimbulkan kekacauan dalam layanan publik.

Sementara itu, nasib ribuan pegawai yang memilih resign masih menjadi tanda tanya besar. Apakah mereka benar-benar akan mendapatkan pesangon sesuai janji? Ataukah ini hanya bagian dari strategi pemangkasan anggaran yang akan menyisakan banyak korban? Yang jelas, dalam beberapa hari ke depan, angka pengunduran diri ini akan terus bertambah, dan dampaknya baru akan terasa dalam jangka panjang.

Continue Reading

Review

Prabowo-Ganjar 2029: Duet Tangguh Hadapi Tantangan

Prabowo Subianto membutuhkan pendamping yang tepat untuk menghadapi tantangan ekonomi dan iklim 2029. Ganjar Pranowo, dengan pengalamannya di birokrasi, adalah pilihan strategis yang mampu menopang pemerintahan.

Natsir Amir

Published

on

Monitorday.com – Meski Tahun 2029 masih terbilang lama. Desas-desus calon wakil presiden telah menggema, apalagi lima tahun ke depan, Indonesia akan dihadapkan pada tantangan besar, mulai dari krisis iklim hingga ketidakpastian ekonomi global.

Maka kepemimpinan yang kuat dan strategis menjadi kebutuhan mendesak. Jika Prabowo Subianto maju kembali pada 2029, maka pasangan ideal yang mampu mendukung kepemimpinannya adalah Ganjar Pranowo.

Asumsi saya dan mungkin anda, nama Ganjar rasanya pantas bersama Prabowo kedepan, karena memiliki rekam jejak yang solid dalam birokrasi dan kepemimpinan daerah, Ganjar adalah figur yang tepat untuk mendampingi Prabowo dalam mengarungi lautan tantangan yang semakin kompleks.

Jika mengacu ke Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas telah memetakan risiko ekonomi global dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

Setidaknya ada sembilan risiko global yang berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi domestik, mulai dari kegagalan aksi iklim, cuaca ekstrem, deglobalisasi, krisis lapangan kerja, krisis utang, hingga konfrontasi geoekonomi. Dengan lanskap yang penuh ketidakpastian ini, Indonesia memerlukan kepemimpinan yang tidak hanya tegas tetapi juga adaptif terhadap perubahan zaman.

Prabowo Subianto, dengan pengalaman dan jaringan politiknya yang luas, telah membuktikan kapasitasnya sebagai pemimpin dengan visi besar untuk Indonesia. Namun, menghadapi tantangan lima tahun ke depan, ia membutuhkan seorang pendamping yang memiliki pengalaman mendalam dalam tata kelola pemerintahan sipil dan birokrasi. Ganjar Pranowo, dengan pengalamannya sebagai Gubernur Jawa Tengah selama dua periode dan latar belakangnya di DPR, memiliki pemahaman yang kuat tentang kebutuhan rakyat serta bagaimana mengelola pemerintahan yang efektif dan efisien.

Salah satu tantangan terbesar yang akan dihadapi Indonesia adalah perubahan iklim. Risiko kegagalan aksi iklim dan cuaca ekstrem dapat menghambat pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat. Ganjar, yang selama kepemimpinannya di Jawa Tengah menunjukkan perhatian besar terhadap isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, bisa menjadi sosok kunci dalam merancang kebijakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang lebih konkret dan berbasis solusi.

Selain itu, pertumbuhan produktivitas masyarakat juga menjadi faktor krusial dalam menjaga daya saing Indonesia di kancah global. Ganjar dikenal sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat dan inovatif dalam memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efektivitas pelayanan publik. Pendekatan ini bisa menjadi modal kuat dalam membantu Prabowo merumuskan kebijakan yang mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja serta penguatan ekonomi digital dan industri kreatif.

Di sisi geopolitik, Indonesia membutuhkan stabilitas serta strategi yang matang dalam menghadapi dinamika global. Dengan semakin meningkatnya ketegangan antara negara-negara besar serta risiko deglobalisasi, pemerintah Indonesia harus mampu bersikap adaptif dan sigap dalam merespons perubahan. Ganjar, dengan pendekatan komunikatif dan kepemimpinannya yang inklusif, bisa menjadi penyeimbang dalam pemerintahan Prabowo, memastikan bahwa diplomasi Indonesia tetap berjalan efektif serta tidak terjebak dalam polarisasi politik global yang merugikan.

Kolaborasi antara Prabowo dan Ganjar bukan hanya sekadar perpaduan dua figur politik, tetapi juga sinergi antara kepemimpinan militer yang tegas dan kepemimpinan sipil yang humanis. Dengan kombinasi ini, Indonesia bisa memiliki kepemimpinan yang tidak hanya tangguh menghadapi tantangan, tetapi juga fleksibel dalam mengelola perubahan.

Pemilu 2029 mungkin masih jauh, tetapi persiapan kepemimpinan harus dimulai sejak dini. Masyarakat membutuhkan pemimpin yang mampu membawa stabilitas serta kebijakan yang berpihak pada rakyat. Jika Prabowo ingin memastikan pemerintahan yang solid dan efektif, maka menggandeng Ganjar sebagai wakilnya adalah langkah paling strategis. Keduanya memiliki potensi besar untuk membangun Indonesia yang lebih maju, berdaya saing, dan tangguh menghadapi tantangan global di masa depan.

Continue Reading

Review

Efisiensi Anggaran Tak Surutkan Semangat KKP

KKP tetap menjalankan program prioritas meskipun mengalami efisiensi anggaran Rp2,1 triliun. Menteri Trenggono menegaskan bahwa efisiensi diterapkan secara strategis tanpa mengganggu operasional inti.

Natsir Amir

Published

on

Monitorday.com – Langit biru samudera tak hanya menyimpan gelombang, tetapi juga harapan. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan bahwa efisiensi anggaran sebesar Rp2,1 triliun tak akan menghentikan laju program prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Dengan semangat dan kreativitas baru, KKP bertekad menavigasi kebijakan fiskal tanpa kehilangan arah.

Dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat, Trenggono menegaskan bahwa pihaknya akan berusaha maksimal untuk mencapai target meski anggaran yang tersedia menyusut dari Rp6,2 triliun menjadi Rp4,1 triliun.

Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD.

Tak hanya sekadar instruksi, keputusan ini juga mendapat restu dari Komisi IV DPR RI, yang menyetujui pemangkasan sebesar 34,09 persen dalam rapat kerja pada Kamis malam, 13 Februari.

Meski demikian, ada satu hal yang tak tersentuh oleh efisiensi: anggaran belanja pegawai tetap utuh di angka Rp1,9 triliun.

“Efisiensi kami terapkan pada belanja barang dan belanja modal, bukan pada gaji pegawai,” ujar Trenggono dengan penuh keyakinan.

Belanja barang yang semula Rp3,36 triliun kini hanya Rp1,61 triliun, sedangkan belanja modal turun dari Rp943,9 miliar menjadi Rp566,3 miliar. Keputusan ini mencerminkan kehati-hatian agar roda birokrasi tetap berputar, sementara program strategis tetap berjalan.

Dalam situasi ini, KKP tetap berkomitmen menjalankan Asta Cita dan program Ekonomi Biru. Kedua program ini menjadi pilar utama dalam mengelola sektor kelautan dan perikanan yang berkelanjutan. D

engan sumber daya yang terbatas, efisiensi bukan sekadar penghematan, melainkan strategi cerdas untuk memastikan setiap rupiah digunakan dengan optimal.

Trenggono menegaskan bahwa operasional kantor pusat maupun unit kerja di daerah tetap berjalan tanpa hambatan. Langkah-langkah inovatif pun dirancang untuk memastikan implementasi program prioritas tetap berada di jalur yang benar. Dalam dunia kelautan yang penuh tantangan, adaptasi adalah kunci, dan KKP siap menjawab tantangan tersebut dengan langkah yang lebih efektif dan efisien.

Efisiensi anggaran sering kali menjadi momok bagi lembaga pemerintahan. Namun, bagi KKP, ini justru menjadi peluang untuk menata ulang strategi dan menyesuaikan langkah agar tetap produktif. Pemangkasan anggaran bukan berarti mengurangi manfaat bagi masyarakat, melainkan memperbaiki efektivitas program agar lebih berdampak luas.

Dengan tantangan yang ada, kementerian ini tak sekadar berlayar mengikuti arus, melainkan mengendalikan kemudi dengan arah yang lebih strategis. Laut tetap berombak, tetapi tekad KKP untuk mengelola sumber daya maritim tak pernah goyah. Dalam keterbatasan, justru muncul kreativitas dan efisiensi yang akan membawa sektor kelautan dan perikanan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.

Continue Reading

Monitor Saham BUMN



News20 minutes ago

Mendikdasmen Siapkan Program Pembangunan Rumah untuk Guru

Sportechment2 hours ago

Emina Ekic Serukan Pesepakbola Muslim untuk Berani Mengaku Puasa

News13 hours ago

Apa Tujuan Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih? Begini Kata Menkop

Keuangan14 hours ago

BNI Sediakan Outlet Penukaran Uang Baru, Ikuti Caranya

News14 hours ago

Jaksa Agung Pastikan Kualitas Pertamax yang Beredar Sesuai Standar

Migas22 hours ago

Pertamina Salurkan Bantuan untuk Warga Terdampak Banjir di Bekasi

Sportechment22 hours ago

Beri Waktu Pemain Buka Puasa, Laga Real Sociedad vs Man United Dihentikan Sejenak

Sportechment23 hours ago

Siap Perkuat Timnas Indonesia, Berikut Tujuh Kelebihan Joey Pelupessy

News1 day ago

Daftar Negara dengan Gaji Guru Tertinggi di Dunia

News1 day ago

Pemprov Aceh Gelar Festival Ramadhan 2025 di Masjid Baiturrahman

News1 day ago

Inspiratif! Mualaf Ini Raih Banyak Gelar Akademik Di Usia Muda

News1 day ago

Penjajah Israel Kerahkan 3000 Pasukan Saat Shalat Jum’at di Masjid Al Aqsha

News1 day ago

Arab Saudi Buka Pendaftaran I’tikaf di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi

Review1 day ago

Bagi Komandante Marcos, Kata-kata Adalah Senjata. Sialnya bagi Ahok Kata-Kata Adalah Cari Muka

Sportechment2 days ago

Siapkan Baju Baru, Ragnar Oratmangoen Tak Sabar Rayakan Idul Fitri

News2 days ago

BI Siapkan Uang Tunai Rp180,9 Triliun Periode Ramadan dan Idulfitri 2025

News2 days ago

BGN Libatkan KPK untuk Pastikan Pengelolaan Dana MBG 2025 Transparan dan Efisien

News2 days ago

Mendikdasmen Tebar Bantuan untuk Sekolah Terdampak Banjir di Bekasi

Sportechment2 days ago

FIFA Bakal Libatkan Coldplay di Halftime Show Piala Dunia 2026 di AS

Review2 days ago

Menelisik Dinamika Isu Kritis Linguistik Terapan