Pemerintah menegaskan komitmennya untuk membangun smelter nikel di Pulau Rempang, Kepulauan Riau. Hal ini disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD menyusul terjadinya kericuhan di pulau tersebut pada Minggu (10/9/2023).
Kericuhan itu dipicu oleh penolakan warga terhadap rencana pembangunan smelter nikel. Warga khawatir pembangunan smelter akan berdampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat setempat.
Mahfud mengatakan, pemerintah telah melakukan sejumlah upaya untuk meyakinkan warga Pulau Rempang terkait rencana pembangunan smelter nikel. Pemerintah telah menggelar pertemuan dengan warga setempat dan mengundang sejumlah pakar lingkungan untuk menjelaskan dampak pembangunan smelter nikel.
“Dari hasil rapat yang kami lakukan, ternyata 80% warga setuju dengan pembangunan smelter. Namun, ada pihak-pihak yang memprovokasi warga sehingga terjadi kericuhan,” kata Mahfud dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (12/9/2023).
Mahfud mengatakan, pemerintah akan terus berkoordinasi dengan warga Pulau Rempang untuk menyelesaikan masalah ini. Pemerintah juga akan memastikan bahwa pembangunan smelter nikel tidak akan berdampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat setempat.
“Kami akan terus berkoordinasi dengan warga untuk menyelesaikan masalah ini. Kami akan pastikan bahwa pembangunan smelter ini tidak akan berdampak negatif,” kata Mahfud.
Pemerintah menargetkan pembangunan smelter nikel di Pulau Rempang dapat selesai pada tahun 2024. Smelter nikel ini akan menjadi salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah hasil tambang nikel di Indonesia.
Pembangunan smelter nikel di Pulau Rempang merupakan bagian dari program hilirisasi industri mineral dan batubara (minerba) yang digagas oleh Presiden Joko Widodo. Program ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah hasil tambang mineral dan batubara di Indonesia.
Program hilirisasi minerba diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan penerimaan negara.shareGoogle it