Connect with us

Ruang Sujud

Bersikap Ihsan dalam Segala Sesuatu

Published

on

Ihsan adalah konsep dalam agama Islam yang mencerminkan sikap terbaik dan penuh kebaikan dalam setiap tindakan dan perilaku. Sebagai umat Islam, bersikap ihsan dalam segala sesuatu adalah tuntutan agama yang mengajarkan untuk berbuat baik dan memperlihatkan kebaikan kepada seluruh makhluk Allah. Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi makna ihsan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari dan bagaimana kita dapat mengimplementasikannya.

Pertama-tama, ihsan dalam ibadah merupakan fondasi utama dalam praktik kehidupan seorang Muslim. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat ihsan, dan memberi kepada kerabatnya, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran.” (An-Nahl: 90). Dengan menghayati dan mempraktikkan ajaran ini, seorang Muslim diingatkan untuk menjalani ibadah dengan sepenuh hati dan dedikasi, bukan hanya sebagai rutinitas harian.

Bersikap ihsan dalam hubungan antarmanusia adalah aspek yang tidak kalah penting. Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “Ihsan adalah berbuat baik kepada siapa yang berbuat buruk kepadamu.” Hal ini menegaskan pentingnya sikap ihsan dalam menghadapi konflik atau ketidaksetujuan dengan sesama. Seorang Muslim diajarkan untuk menanggapi kesulitan atau ketidakadilan dengan kebaikan dan kesabaran. Dalam menjalin hubungan, ihsan mencakup toleransi, empati, dan keadilan sebagai pijakan dalam bersikap terhadap sesama.

Ketika berurusan dengan lingkungan sekitar, baik alam maupun masyarakat, ihsan juga menjadi pedoman. Islam mengajarkan bahwa manusia bertanggung jawab sebagai khalifah di bumi ini. Allah SWT menciptakan alam semesta ini dengan sebaik-baiknya, dan seorang Muslim diperintahkan untuk merawat dan menjaga kelestarian alam. Dalam konteks ini, ihsan mencakup kepedulian terhadap lingkungan, menghindari pemborosan, dan berperan aktif dalam menjaga keberlanjutan alam.

Dalam berbagai aspek kehidupan sosial, ihsan juga tercermin dalam perilaku ekonomi. Islam mengajarkan keadilan dalam perdagangan, melarang riba, dan mendorong zakat sebagai bentuk ihsan terhadap sesama yang membutuhkan. Rasulullah SAW bersabda, “Pada setiap sendi tubuh ada sedekah, dan setiap tasbih adalah sedekah. Maka setiap kali berbicara adalah sedekah, setiap kali menunjukkan jalan adalah sedekah, dan membantu seorang lansia adalah sedekah.” (HR. Bukhari, Muslim).

Dalam mendidik anak-anak, ihsan juga memegang peranan penting. Seorang Muslim diwajibkan untuk mendidik anak-anak dengan penuh kasih sayang, keadilan, dan memberikan teladan yang baik. Memberikan pemahaman agama dan nilai-nilai moral sebagai landasan kehidupan sehari-hari adalah bentuk ihsan yang dapat mengarahkan generasi mendatang kepada kehidupan yang berkelimpahan kebaikan.

Sebagai penutup, bersikap ihsan dalam segala sesuatu adalah panggilan agama Islam untuk menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran akan tanggung jawab kepada Allah dan sesama. Ihsan melibatkan pengamalan nilai-nilai Islam dalam setiap tindakan dan perilaku, menciptakan lingkungan yang penuh kasih sayang, keadilan, dan kebaikan. Dengan menerapkan ihsan dalam ibadah, hubungan antarmanusia, lingkungan, ekonomi, dan pendidikan, seorang Muslim dapat menggapai kehidupan yang penuh berkah dan mendekati ridha Allah SWT.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ruang Sujud

Cara Menanamkan Cinta Asmaul Husna pada Anak Sejak Dini

Published

on

Monitorday.com – Menanamkan kecintaan terhadap Asmaul Husna pada anak sejak dini merupakan langkah penting dalam membentuk karakter islami sejak usia kecil.

Anak-anak adalah peniru ulung, dan masa golden age mereka adalah waktu terbaik untuk memperkenalkan nilai-nilai ketauhidan dengan cara yang menyenangkan.

Salah satu cara efektif untuk mengenalkan Asmaul Husna adalah melalui lagu-lagu anak yang ringan dan mudah diingat, seperti “Asmaul Husna 99 Nama Allah.”

Dengan irama yang ceria, anak-anak akan lebih cepat hafal dan mulai akrab dengan nama-nama indah Allah tanpa merasa terbebani.

Orang tua juga bisa membacakan dongeng sebelum tidur yang mengangkat kisah-kisah penuh hikmah dengan memasukkan makna dari salah satu nama Allah.

Misalnya, kisah tentang Ar-Rahman bisa dikaitkan dengan kasih sayang Allah kepada semua makhluk-Nya, agar anak memahami bahwa Allah itu Maha Penyayang.

Menggunakan media visual seperti poster Asmaul Husna berwarna-warni yang ditempel di kamar anak juga sangat membantu mengenalkan secara visual.

Anak juga bisa diajak menggambar atau mewarnai setiap nama dalam Asmaul Husna, sambil dijelaskan artinya dengan bahasa sederhana.

Selain itu, orang tua bisa mengajak anak menyebut satu atau dua nama Allah saat berdoa bersama, agar mereka terbiasa berdzikir sejak kecil.

Mengaitkan Asmaul Husna dengan kehidupan sehari-hari juga penting, seperti berkata, “Kamu baik sekali, Allah itu juga Al-Karim, Maha Dermawan.”

Dengan cara ini, anak tidak hanya hafal, tetapi juga mulai menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam Asmaul Husna ke dalam perilaku mereka.

Sekolah dan taman pendidikan Al-Qur’an juga dapat berperan aktif dengan membuat kegiatan hafalan Asmaul Husna yang disertai lomba atau kuis.

Reward kecil seperti stiker bintang atau pujian bisa menjadi motivasi tambahan bagi anak agar senang belajar dan menghafal.

Yang paling utama, tentu keteladanan dari orang tua—jika anak sering mendengar ayah dan ibu berdzikir dan menyebut nama Allah, mereka akan meniru.

Dengan pendekatan yang lembut, menyenangkan, dan konsisten, anak-anak akan tumbuh mencintai Asmaul Husna dan menjadikannya bagian dari kehidupan mereka.

Mari mulai hari ini, karena membesarkan anak dengan cinta kepada Allah adalah investasi terbaik dunia akhirat.

Continue Reading

Ruang Sujud

Asmaul Husna dalam Al-Qur’an: Makna Mendalam di Balik Nama-Nama Allah

Published

on

Monitorday.com – Asmaul Husna tidak hanya dikenal melalui hadis, tetapi juga banyak disebut langsung dalam ayat-ayat Al-Qur’an.

Nama-nama tersebut menjadi penegasan bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang sempurna dan layak disembah sebagai Tuhan satu-satunya.

Contoh yang paling dikenal adalah firman Allah dalam QS. Al-A’raf ayat 180: “Dan Allah memiliki Asmaul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama itu…”

Ayat ini mengisyaratkan bahwa nama-nama Allah bisa dijadikan wasilah (perantara) dalam berdoa dan bermunajat kepada-Nya.

Banyak dari nama-nama ini muncul secara langsung dalam konteks ayat yang menggambarkan keagungan, kekuasaan, kasih sayang, maupun keadilan Allah.

Misalnya, Ar-Rahman dan Ar-Rahim selalu disebut di awal setiap surat (kecuali At-Taubah), menekankan rahmat Allah sebagai fondasi utama hubungan-Nya dengan makhluk.

Nama Al-Aziz (Yang Maha Perkasa) dan Al-Hakim (Yang Maha Bijaksana) sering muncul bersamaan dalam ayat-ayat yang membicarakan hukum dan ketetapan-Nya.

Sementara Al-Ghafur (Maha Pengampun) dan At-Tawwab (Maha Penerima Taubat) memperlihatkan sifat Allah yang selalu membuka pintu maaf.

Asmaul Husna juga menjadi sumber utama dalam membangun teologi Islam yang kokoh, karena setiap nama menunjukkan aspek yang konsisten dengan tauhid.

Para ulama tafsir menjelaskan bahwa nama-nama Allah yang indah ini tidak hanya memberi informasi, tetapi juga mengandung perintah untuk meneladani maknanya.

Makna mendalam dari Asmaul Husna mengajarkan bahwa Allah bukan Tuhan yang jauh dan asing, tapi dekat, penuh cinta, dan selalu hadir dalam kehidupan hamba-Nya.

Menghayati Asmaul Husna dalam konteks ayat-ayat Al-Qur’an membantu kita memahami bagaimana Allah memperkenalkan diri-Nya kepada umat manusia.

Dengan mengenal-Nya melalui Al-Qur’an, kita belajar melihat kehidupan dari perspektif ilahi yang penuh harapan, keadilan, dan kebijaksanaan.

Oleh karena itu, merenungi ayat-ayat yang memuat Asmaul Husna bukan sekadar kegiatan intelektual, tapi juga spiritual dan reflektif.

Al-Qur’an tidak hanya meminta kita menyebut nama-nama itu, tapi juga menggunakannya untuk mendekatkan diri, memohon pertolongan, dan memperbaiki diri.

Mari jadikan Asmaul Husna sebagai jembatan untuk lebih memahami firman Allah dan memperkuat hubungan kita dengan Sang Pencipta.

Continue Reading

Ruang Sujud

Keutamaan Menghafal dan Mengamalkan Asmaul Husna dalam Kehidupan Sehari-hari

Published

on

Monitorday.com – Menghafal dan mengamalkan Asmaul Husna merupakan salah satu bentuk ibadah yang memiliki banyak keutamaan dalam Islam.

Asmaul Husna bukan sekadar nama-nama indah Allah, tetapi juga representasi dari sifat-sifat agung-Nya yang bisa menjadi teladan hidup bagi manusia.

Salah satu keutamaan paling utama dari menghafal Asmaul Husna adalah janji surga bagi mereka yang melakukannya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadis sahih.

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barang siapa yang menghitungnya (menghafal, memahami, dan mengamalkannya), maka ia akan masuk surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Mengamalkan Asmaul Husna berarti menjadikan nilai-nilai dari nama-nama Allah sebagai pedoman dalam bertindak sehari-hari.

Contohnya, seseorang yang memahami dan mengamalkan nama Al-‘Adl (Maha Adil) akan berusaha untuk selalu bersikap adil dalam segala situasi.

Begitu pula orang yang meneladani sifat Ar-Rahim (Maha Penyayang) akan tumbuh menjadi pribadi yang penyayang terhadap sesama dan lingkungan.

Dengan menjadikan Asmaul Husna sebagai bagian dari rutinitas dzikir, hati menjadi lebih tenang, pikiran lebih jernih, dan kehidupan terasa lebih bermakna.

Dzikir dengan menyebut Asmaul Husna juga bisa menjadi terapi spiritual yang sangat efektif dalam menghadapi stres dan kegelisahan.

Dalam konteks sosial, Asmaul Husna membentuk pribadi yang lebih positif, sabar, pengampun, dan dermawan—karakter yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Mengajarkan anak-anak Asmaul Husna sejak dini juga akan membantu menanamkan nilai-nilai ketuhanan dan moral sejak usia belia.

Banyak sekolah Islam dan pesantren menjadikan hafalan Asmaul Husna sebagai bagian dari kurikulum, karena diyakini membentuk karakter yang kuat.

Selain itu, doa-doa yang dibaca dengan menyebut nama-nama Allah yang sesuai dengan hajat tertentu diyakini lebih mudah dikabulkan.

Misalnya, ketika memohon ampun, seseorang dapat menyebut Ya Ghaffar, dan saat memohon rezeki bisa menyebut Ya Razzaq.

Maka, menghafal dan mengamalkan Asmaul Husna adalah investasi spiritual yang tidak hanya berdampak di dunia, tetapi juga kelak di akhirat.

Sudahkah kita memulai langkah kecil hari ini untuk lebih dekat dengan Asmaul Husna?

Continue Reading

Ruang Sujud

Mengenal Asmaul Husna: 99 Nama Indah Allah yang Penuh Makna

Published

on

Monitorday.com – Asmaul Husna adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada 99 nama Allah yang indah dan agung, masing-masing mencerminkan sifat-sifat-Nya yang sempurna.

Nama-nama ini tidak hanya digunakan untuk mengenal Allah lebih dekat, tetapi juga sebagai bentuk dzikir dan penguatan spiritual umat Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Contohnya, Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Maha Penyayang) menunjukkan kasih sayang Allah yang tak terbatas kepada seluruh makhluk-Nya.

Nama lainnya seperti Al-‘Adl (Maha Adil) dan Al-Hakim (Maha Bijaksana) mengajarkan pentingnya keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup.

Asmaul Husna bukan sekadar nama, tetapi mencerminkan nilai-nilai yang bisa dijadikan pedoman moral dan etika dalam berperilaku.

Banyak umat Islam yang mengamalkan Asmaul Husna sebagai dzikir harian, karena diyakini dapat menenangkan hati dan memperkuat hubungan dengan Allah.

Selain itu, Asmaul Husna sering dipelajari dalam pendidikan Islam sejak dini, karena mengandung nilai-nilai tauhid yang fundamental.

Pemahaman terhadap setiap nama dalam Asmaul Husna juga membantu memperdalam kesadaran spiritual dan menumbuhkan rasa syukur kepada Allah.

Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Dan Allah memiliki nama-nama yang indah, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama itu…” (QS. Al-A’raf: 180).

Artinya, Allah sendiri memerintahkan umat-Nya untuk mengenal dan menggunakan nama-nama tersebut dalam doa dan ibadah.

Menghafal Asmaul Husna juga memiliki keutamaan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama. Barang siapa yang menghafalnya, maka dia akan masuk surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tidak hanya untuk hafalan, memahami dan meneladani makna di balik nama-nama ini dapat memperkuat iman dan akhlak seseorang.

Misalnya, seseorang yang memahami makna Al-Ghaffar (Maha Pengampun), akan terdorong untuk lebih mudah memaafkan orang lain.

Demikian juga dengan nama Ash-Shabur (Maha Penyabar), yang bisa menjadi inspirasi untuk bersikap sabar dalam menghadapi ujian hidup.

Oleh karena itu, mengenal Asmaul Husna bukan hanya menambah ilmu, tapi juga membentuk karakter dan spiritualitas yang lebih baik.

Sudahkah kita mencoba menghafal dan mengamalkan Asmaul Husna dalam kehidupan kita hari ini?

Continue Reading

Ruang Sujud

Ghibah di Media Sosial: Dosa Lama dalam Wajah Baru

Published

on

Monitorday.com – Di era digital seperti sekarang, ghibah tak lagi terbatas pada percakapan lisan. Media sosial telah menjadi ruang baru tempat ghibah tumbuh subur, bahkan lebih luas jangkauannya dan lebih cepat penyebarannya. Dosa yang dahulu tersembunyi di balik tembok, kini bisa terjadi di ruang publik dengan satu klik dan ribuan orang jadi saksinya.

Komentar negatif, sindiran pedas, membagikan aib seseorang, atau menyebarkan gosip artis tanpa klarifikasi—semuanya adalah bentuk ghibah versi modern. Sayangnya, karena dilakukan di balik layar dan sering kali menggunakan akun anonim, banyak orang merasa aman dari dosa, padahal Allah Maha Mengetahui segalanya, baik yang tampak maupun tersembunyi.

Islam tidak pernah membatasi larangan ghibah hanya dalam bentuk lisan. Inti dari larangan itu adalah menjaga kehormatan saudara Muslim dan tidak menyakiti hatinya, baik secara langsung maupun tidak. Rasulullah SAW bersabda, “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya dizalimi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ironisnya, banyak yang mengira bahwa membagikan kesalahan publik figur atau teman online adalah bentuk ‘mengkritik’ atau ‘menasihati’. Padahal, jika disampaikan dengan cara terbuka dan bernada menjatuhkan, hal itu bisa masuk ke dalam kategori ghibah bahkan fitnah. Niat baik pun tidak cukup untuk membenarkan cara yang salah.

Untuk itu, kita perlu lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Sebelum menulis atau membagikan sesuatu, pastikan apakah informasi tersebut benar, apakah berguna, dan apakah bisa disampaikan secara pribadi alih-alih di depan umum. Menahan diri untuk tidak ikut menyebarkan konten negatif adalah bentuk tanggung jawab sebagai pengguna internet yang beretika dan sebagai Muslim yang bertakwa.

Media sosial seharusnya menjadi sarana kebaikan, bukan tempat memperbesar dosa. Mari jadikan dunia digital sebagai ladang pahala, bukan tempat menumpuk dosa dari ghibah yang tak terlihat tapi tercatat di sisi Allah SWT.

Continue Reading

Ruang Sujud

Cara Menjaga Lisan agar Terhindar dari Ghibah Sehari-hari

Published

on

Monitorday.com – Menjaga lisan adalah salah satu tantangan terbesar dalam kehidupan sehari-hari, terutama di era serba cepat seperti sekarang. Ghibah bisa terjadi kapan saja dan di mana saja—dalam obrolan santai, di tempat kerja, bahkan dalam grup percakapan daring. Untuk itu, penting bagi setiap Muslim untuk membentengi diri agar tidak terjerumus dalam dosa lisan ini.

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menyadari bahaya dan dosa ghibah. Dengan pemahaman yang benar, seseorang akan lebih berhati-hati dalam setiap ucapan. Islam telah memberikan peringatan keras terkait ghibah, bahkan menyamakannya dengan memakan daging saudara sendiri yang telah mati—gambaran yang sangat menjijikkan dan mengerikan.

Kedua, biasakan berpikir sebelum berbicara. Sebelum menyampaikan sesuatu tentang orang lain, tanyakan pada diri sendiri: apakah ini fakta atau hanya prasangka? Apakah ini akan menyakiti perasaan orang lain jika dia mendengarnya? Apakah manfaatnya lebih besar daripada mudaratnya? Jika jawabannya tidak jelas atau condong negatif, lebih baik diam.

Ketiga, isi waktu dengan kegiatan dan pembicaraan yang bermanfaat. Sering kali ghibah muncul karena waktu luang yang tidak diisi dengan hal positif. Mengikuti kajian, membaca buku, berdzikir, atau berdiskusi tentang ilmu dan kebaikan adalah cara ampuh untuk menghindari percakapan yang melalaikan.

Keempat, pilih lingkungan pergaulan yang sehat. Teman yang baik akan mengingatkan ketika kita khilaf, bukan justru mengajak larut dalam membicarakan orang lain. Jika berada dalam lingkungan yang senang membicarakan aib, lebih baik menarik diri dengan sopan atau mengalihkan topik.

Kelima, perbanyak doa agar dijaga dari lisan yang menyakiti. Rasulullah SAW sendiri sering berdoa agar lisannya selalu berkata baik. Ini menunjukkan bahwa menjaga lisan bukan perkara mudah, bahkan untuk manusia paling mulia sekalipun.

Menjaga lisan adalah tanda ketinggian akhlak dan kematangan iman. Dengan menjaga ucapan, kita menjaga kehormatan diri dan orang lain, serta menjaga hubungan sosial tetap harmonis dan penuh keberkahan.

Continue Reading

Ruang Sujud

Bahaya Ghibah: Merusak Hati, Merusak Ukhuwah

Published

on

Monitorday.com – Ghibah bukan hanya menyakitkan bagi yang menjadi korban, tetapi juga berbahaya bagi pelakunya. Dalam Islam, ghibah termasuk dalam kategori dosa besar yang secara perlahan dapat merusak hati dan menghancurkan ukhuwah atau persaudaraan sesama Muslim.

Salah satu dampak paling nyata dari ghibah adalah pudarnya kepercayaan. Ketika seseorang terbiasa membicarakan orang lain di belakang, maka lambat laun orang-orang di sekitarnya pun akan merasa tidak nyaman dan mulai menjauh. Rasa saling percaya, yang menjadi fondasi ukhuwah Islamiyah, bisa hancur hanya karena satu kalimat ghibah yang dilontarkan tanpa pikir panjang.

Bahaya lainnya adalah ghibah bisa menjadi kebiasaan yang menumpuk dosa. Seseorang yang sering bergunjing akan terbiasa mencari-cari kesalahan orang lain, sementara lupa memperbaiki diri sendiri. Hati pun menjadi gelap, dipenuhi prasangka buruk, iri, dan dengki. Padahal hati yang bersih adalah syarat untuk mendapatkan rahmat Allah SWT.

Ukhuwah yang rusak akibat ghibah sulit dipulihkan. Bahkan, terkadang menimbulkan permusuhan yang panjang dan dendam berkepanjangan. Padahal Islam sangat menjunjung tinggi ukhuwah dan melarang perpecahan di antara umat. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Janganlah kalian saling membenci, jangan saling mendengki, jangan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, sangat penting untuk menahan diri dari mengucapkan hal-hal yang tidak perlu. Jika merasa terdorong untuk membicarakan seseorang, tanyakan pada diri sendiri: apakah ini akan membangun atau justru merusak hubungan? Islam mengajarkan agar kita saling menutupi aib, bukan saling membuka dan mempermalukan.

Menghindari ghibah adalah bagian dari menjaga hati tetap bersih dan ukhuwah tetap utuh. Karena jika hati rusak dan persaudaraan runtuh, kita hanya akan menjadi pribadi yang penuh dosa dan kehilangan banyak keberkahan dalam hidup.

Continue Reading

Ruang Sujud

Ghibah dalam Pandangan Islam: Dosa Besar yang Sering Diremehkan

Published

on

Monitorday.com – Ghibah, atau membicarakan keburukan orang lain di belakangnya, adalah perbuatan yang sangat dilarang dalam Islam. Sayangnya, banyak orang yang melakukannya tanpa merasa bersalah, bahkan menganggapnya sebagai hal biasa dalam pergaulan sehari-hari. Padahal, Al-Qur’an secara tegas mengibaratkan ghibah seperti memakan daging saudara sendiri yang sudah mati (QS. Al-Hujurat: 12).

Dalam Islam, ghibah bukan sekadar pelanggaran etika sosial, melainkan dosa besar yang dapat menghapus pahala amal. Rasulullah SAW bersabda, “Tahukah kalian apa itu ghibah? Ghibah adalah engkau menyebutkan sesuatu tentang saudaramu yang ia benci jika mendengarnya.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana jika yang aku katakan itu benar?” Beliau menjawab, “Jika benar apa yang kamu katakan, maka kamu telah mengghibahnya, dan jika tidak benar, berarti kamu telah memfitnahnya.” (HR. Muslim)

Ghibah tidak terbatas pada percakapan tatap muka. Dalam era digital, ghibah bisa terjadi melalui media sosial, grup WhatsApp, atau kolom komentar. Sering kali, tanpa sadar kita ikut menyebarluaskan aib seseorang hanya karena ikut-ikutan atau merasa ‘berbagi informasi’.

Islam mengajarkan untuk menjaga kehormatan sesama Muslim. Jika kita tahu keburukan orang lain, maka yang seharusnya kita lakukan adalah menasihati dengan bijak, bukan menyebarkannya. Membuka aib orang lain bisa berbalik membuka aib diri kita sendiri, sebagaimana peringatan Rasulullah bahwa siapa yang menutupi aib saudaranya, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.

Kesimpulannya, ghibah adalah dosa serius yang membawa kerugian bagi pelakunya di dunia dan akhirat. Maka, penting bagi kita untuk lebih menjaga lisan dan tulisan, menghindari obrolan yang tidak bermanfaat, dan memilih diam ketika tidak bisa berkata baik. Karena menjaga kehormatan sesama adalah bagian dari keimanan yang sejati.

Continue Reading

Ruang Sujud

Menjaga Kehormatan Sesama: Menghindari Tabarruj di Era Digital

Published

on

Mobitorday.com – Tabarruj bukan sekadar soal penampilan pribadi, tetapi juga berkaitan erat dengan tanggung jawab sosial. Dalam Islam, menjaga kehormatan diri tidak hanya untuk melindungi diri sendiri, tetapi juga untuk menjaga kehormatan orang lain. Inilah prinsip utama yang sering dilupakan dalam budaya digital yang serba cepat dan visual. Saat seorang Muslimah menampakkan dirinya secara berlebihan, tanpa sadar ia bisa mengganggu fokus dan ketenangan jiwa orang lain, khususnya kaum lelaki.

Di era digital, tabarruj tidak hanya hadir di jalan atau pusat perbelanjaan, tetapi lebih kuat dampaknya di media sosial: Instagram, TikTok, YouTube, bahkan platform dakwah. Unggahan dengan dandanan berlebihan, gaya bicara menggoda, atau sekadar menampilkan sisi tubuh yang menarik perhatian, semuanya menjadi potensi tabarruj yang bisa mencoreng nilai kesopanan dan kehormatan kolektif umat.

Menjaga diri dari tabarruj adalah bentuk amar makruf nahi mungkar dalam kehidupan modern. Ketika seorang Muslimah dengan sadar memutuskan untuk tidak menampakkan perhiasannya di ruang digital, ia sedang melindungi hati-hati yang mungkin lemah. Tindakan ini bukan hanya bentuk ibadah pribadi, tetapi juga bentuk kasih sayang kepada sesama, dengan tidak memberi celah bagi syahwat dan fitnah berkembang.

Islam memuliakan perempuan dengan menempatkannya sebagai simbol kehormatan. Rasulullah SAW bersabda bahwa dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan adalah perempuan shalihah. Salah satu ciri perempuan shalihah adalah yang mampu menjaga pandangan dan menjaga dirinya dari menjadi pusat perhatian yang tidak syar’i.

Fenomena hari ini, ketika standar kecantikan ditentukan oleh algoritma dan jumlah like, telah membuat banyak Muslimah tidak sadar sedang terjebak dalam budaya tabarruj. Mereka merasa harus tampil cantik, menarik, dan glamor demi diterima atau diakui. Padahal, kehormatan sejati tidak pernah ditentukan oleh tampilan luar, tetapi oleh komitmen pada nilai-nilai kebenaran dan kesucian.

Perlu juga disadari bahwa menghindari tabarruj bukanlah bentuk keterbelakangan atau menolak kemajuan. Justru inilah bentuk kemajuan spiritual, di mana seorang perempuan tidak lagi tergoda oleh pengakuan dunia, tetapi fokus kepada ridha Tuhannya. Inilah bentuk kebebasan sejati—bebas dari tekanan sosial, bebas dari standar kecantikan palsu, dan bebas dari eksploitasi visual.

Mari bangun komunitas Muslimah yang saling mengingatkan, bukan saling membandingkan. Komunitas yang mendukung satu sama lain untuk tetap tampil baik tanpa mengorbankan kehormatan. Komunitas yang tidak menilai dari wajah di kamera, tetapi dari kejujuran dan akhlak yang terpancar dalam tindakan nyata.

Akhirnya, menjaga diri dari tabarruj adalah bentuk kontribusi kecil namun berarti dalam menciptakan lingkungan sosial yang lebih sehat, bermartabat, dan selaras dengan ajaran Islam. Karena ketika kita menjaga kehormatan diri, kita sedang menjaga harga diri seluruh umat.

Continue Reading

Ruang Sujud

Tabarruj di Era Digital: Tantangan Muslimah Masa Kini

Published

on

Monitorday.com – Di era digital saat ini, tantangan bagi para Muslimah untuk menjaga kesucian diri semakin besar. Salah satu tantangan utama adalah maraknya budaya tabarruj, yaitu berdandan dan menampilkan diri secara berlebihan untuk dilihat banyak orang, terutama melalui media sosial. Jika dahulu tabarruj hanya terjadi di ruang publik, kini ia merambah ruang virtual, di mana setiap unggahan bisa dilihat ribuan bahkan jutaan orang.

Tabarruj di era digital sering tidak disadari. Awalnya hanya sekadar ingin tampil cantik di kamera, kemudian terbiasa memakai filter dan pose tertentu, hingga akhirnya menjadi konten rutin di media sosial. Sayangnya, banyak dari konten itu melampaui batas-batas syar’i: memperlihatkan lekuk tubuh, suara lembut yang menggoda, atau bahkan ekspresi yang ditujukan untuk menarik perhatian laki-laki. Semua ini masuk dalam kategori tabarruj, meskipun hanya terjadi di balik layar ponsel.

Islam tidak melarang seorang Muslimah untuk tampil baik. Yang ditekankan adalah niat dan tujuan, serta bagaimana ia menjaga batasan antara berhias yang dibolehkan dengan berhias yang mengundang fitnah. Perhiasan yang ditampakkan di hadapan laki-laki non-mahram, baik secara langsung maupun lewat foto dan video, tetap termasuk dalam kategori tabarruj yang dilarang oleh agama.

Media sosial menjadi ladang ujian yang sangat besar. Bahkan, banyak akun dakwah atau hijrah yang pada akhirnya tergelincir dalam tabarruj digital. Mengutip ayat dalam QS. An-Nur ayat 31, Allah memerintahkan para perempuan beriman untuk “tidak menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak darinya.” Ayat ini menjadi pengingat kuat bahwa batas aurat dan sikap sopan tidak berubah meski platformnya berubah.

Bukan hanya soal pakaian dan dandanan, tapi juga gestur, gaya bicara, dan cara membawa diri. Banyak konten video yang kelihatannya islami, namun dibumbui dengan penampilan dan gaya yang mengarah pada sensualitas. Ini menjadi bukti bahwa tabarruj digital bukan sekadar risiko, tapi sudah menjadi fenomena sosial yang perlu disikapi serius oleh para Muslimah.

Menjadi perempuan yang menjaga diri di era digital memang tidak mudah. Tapi inilah bentuk nyata dari jihad zaman kini—melawan godaan popularitas, validasi sosial, dan dorongan untuk pamer kecantikan. Justru di tengah arus tersebut, Muslimah yang mampu menahan diri dan menjaga kesopanan akan tampak mulia di sisi Allah dan menjadi teladan bagi sesama.

Langkah konkret yang bisa dilakukan adalah memilah konten yang diunggah, menjaga niat ketika membuat video atau foto, serta tidak memancing komentar-komentar dari lawan jenis. Menutup aurat bukan sekadar pakaian, tapi juga sikap. Jangan sampai keinginan untuk eksis di media sosial justru menyeret kita ke dalam dosa yang terus dilihat banyak orang.

Kesimpulannya, era digital bukan alasan untuk longgar dalam menjaga kesucian. Justru di sinilah medan ujian baru bagi para Muslimah untuk tetap teguh menjaga diri. Mari bersama belajar untuk menghindari tabarruj digital dan mengisi dunia maya dengan konten-konten yang membawa keberkahan, bukan kemaksiatan.

Continue Reading

Monitor Saham BUMN



Ruang Sujud1 hour ago

Cara Menanamkan Cinta Asmaul Husna pada Anak Sejak Dini

Ruang Sujud5 hours ago

Asmaul Husna dalam Al-Qur’an: Makna Mendalam di Balik Nama-Nama Allah

News7 hours ago

Prabowo Minta Kader Stop Serukan 2 Periode! Calonkan KDM kah?

News7 hours ago

Presiden Prabowo Buat Indonesia Hemat Ratusan Triliun, Caranya??

Ruang Sujud9 hours ago

Keutamaan Menghafal dan Mengamalkan Asmaul Husna dalam Kehidupan Sehari-hari

Sportechment13 hours ago

Ogah Pensiun, Tom Cruise Bertekad Berakting hingga Usia…

Sportechment13 hours ago

Tolak Persija, Ramadhan Sananta Resmi Hijrah ke Klub Asal Brunei Darussalam

Ruang Sujud13 hours ago

Mengenal Asmaul Husna: 99 Nama Indah Allah yang Penuh Makna

News14 hours ago

Ojol Gelar Demo Besar Hari Ini, Apa Saja Tuntutannya?

Review17 hours ago

India Main Api, Pakistan Siap Basmi

Review18 hours ago

Ide Gila KDM soal Daun Jati

News23 hours ago

Polemik Potongan Tarif Ojol, Pemerintah Panggil Aplikator dan Siapkan Solusi

News24 hours ago

RS Indonesia di Gaza Tutup Total Akibat Serangan Israel, Sistem Kesehatan Runtuh

Sportechment1 day ago

Kenapa Elkan Baggott Tak Masuk Skuad Timnas Indonesia? Ini Jawaban PSSI

Sportechment1 day ago

Coach Kluivert Panggil 32 Pemain Gabung Timnas Indonesia, Siapa Saja?

Sportechment1 day ago

Indonesia Unjuk Gigi di Cannes Lewat Film dan Budaya

Ruang Sujud1 day ago

Ghibah di Media Sosial: Dosa Lama dalam Wajah Baru

News1 day ago

Diplomasi Budaya: PM Paetongtarn Ajak Prabowo Kunjungi Pameran Seni dan Kuliner Thailand

News1 day ago

Kemendikdasmen Digitalisasi 33.182 Sekolah 3T Untuk Pemerataan Pendidikan Nasional

Ruang Sujud1 day ago

Cara Menjaga Lisan agar Terhindar dari Ghibah Sehari-hari