Connect with us

News

China Eksekusi Mati Pejabat karena Korupsi, Bandingkan dengan Indonesia?

Diana Sari N

Published

on

Monitorday.com – Otoritas China mengeksekusi mati seorang mantan pejabat karena korupsi. Eksekusi mati yang dilakukan pada hari Selasa (17/12) ini merupakan perkembangan terbaru dalam kampanye besar-besaran Beijing melawan korupsi.

Li Jianping, mantan sekretaris komite kerja Partai Komunis zona ekonomi dan pengembangan teknologi Hohhot, sebelumnya telah dijatuhi hukuman mati karena kejahatan termasuk penyuapan dan penyalahgunaan dana publik.

“Disetujui oleh Mahkamah Rakyat Tertinggi, pada pagi hari tanggal 17 Desember 2024, Pengadilan Rakyat Menengah Liga Hinggan Daerah Otonomi Mongolia Dalam mengeksekusi Li Jianping sesuai dengan hukum,” kata pengadilan dalam sebuah pernyataan, dilansir kantor berita AFP, Selasa (17/12/2024).

Li dijatuhi hukuman mati pada tahun 2022 setelah pihak berwenang mendapati bahwa ia telah memanfaatkan jabatannya sebagai pegawai negeri untuk menggelapkan dana, dan mencari keuntungan bagi geng-geng kriminal.

Hukuman mati tersebut diperkuat awal tahun ini meskipun Li mengajukan banding.

Tindakan mantan pejabat tersebut ditetapkan sebagai “sangat serius”, sementara “dampak sosialnya sangat keji”, demikian pernyataan pengadilan pada hari Selasa.

Presiden Xi Jinping telah memimpin kampanye luas melawan korupsi pejabat sejak berkuasa lebih dari satu dekade lalu. Para kritikus mengatakan bahwa hal itu juga berfungsi sebagai cara untuk membersihkan para pesaing politik.

Otoritas China mengklasifikasikan statistik hukuman mati sebagai rahasia negara, meskipun kelompok-kelompok hak asasi manusia termasuk Amnesty International percaya bahwa ribuan orang dieksekusi mati telah di negara tersebut setiap tahun.

Sementara di Indonesia, Praktik hukum di negeri ini terutama terkait dengan pemberantasan korupsi, memang menunjukkan ketimpangan yang mencolok antara besarnya kerugian negara yang ditimbulkan dan hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku. Kasus pencucian uang senilai 300 triliun menjerat Harvey Moeis dengan hukuman hanya 6,5 tahun penjara serta kewajiban mengembalikan sebagian uang yang dicuri (210 miliar) adalah cerminan dari lemahnya penegakan hukum di tanah air.

Dalam hal ini, peraturan hukum tidak hanya gagal memberikan efek jera, tetapi juga seolah memberikan insentif bagi pelaku korupsi untuk melakukan kejahatan serupa, karena hukuman yang dijatuhkan tidak setimpal dengan kerugian yang ditimbulkan kepada negara dan masyarakat.

Hukum yang “lembek” ini menunjukkan adanya masalah struktural dalam sistem peradilan di Indonesia, terutama terkait dengan pengaruh politik, ketidakberpihakan, dan potensi praktik mafia hukum yang merusak proses penegakan keadilan. Dalam banyak kasus, pelaku kejahatan besar, khususnya yang melibatkan uang negara dalam jumlah sangat besar, cenderung memperoleh perlakuan khusus yang lebih ringan dibandingkan dengan pelaku kejahatan biasa. Hal ini menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum yang ada dan menurunkan kredibilitas lembaga-lembaga penegak hukum seperti kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan.

Meskipun pendidikan hukum di Indonesia berkembang pesat, dengan banyaknya universitas yang membuka jurusan-jurusan hukum, kenyataan menunjukkan bahwa pembentukan para calon pengacara, hakim, dan jaksa yang berintegritas masih sangat kurang. Alih-alih menghasilkan profesional hukum yang berkomitmen pada penegakan keadilan, seringkali sistem pendidikan hukum di Indonesia justru terjebak dalam reproduksi praktik-praktik koruptif dan kolusif. Untuk itu, kampus-kampus di Indonesia yang memiliki Prodi Hukum yang mencetak profesional hukum, seyogyanya para lulusan itu tidak saja buta hukum, tetapi juga tidak memiliki komitmen moral untuk menegakkan keadilan dan memberantas korupsi secara efektif.

Fenomena para akademisi hukum dan hakim di Indonesia hanya pandai berteori tanpa menghadirkan solusi praktis yang nyata, mencerminkan tantangan mendasar dalam sistem hukum. Akademisi hukum, terutama guru besar, memiliki tanggung jawab besar dalam membangun fondasi intelektual dan moral bagi sistem peradilan. Namun, mereka hanya menghasilkan retorika tanpa aplikasi yang konkret dalam perbaikan sistem, maka ilmu yang mereka sampaikan berpotensi menjadi alat pembenaran bagi praktik-praktik yang tidak adil. Hal ini sering kali diperparah dengan kurangnya keberanian untuk bersikap kritis terhadap kebijakan hukum yang cenderung memihak kekuasaan atau kelompok tertentu.

Di sisi lain, hakim yang seharusnya menjadi penjaga keadilan, justru memberikan keringanan hukuman kepada koruptor, yang secara moral merusak rasa keadilan publik. Fenomena ini tidak terlepas dari celah dalam sistem hukum itu sendiri, seperti undang-undang yang lemah, intervensi politik, atau praktik korupsi di tubuh peradilan. Ketika koruptor mendapatkan hukuman ringan, pesan yang disampaikan kepada masyarakat adalah lemahnya keberpihakan negara terhadap pemberantasan korupsi. Padahal, korupsi merugikan masyarakat luas, memperburuk ketimpangan, dan menghambat pembangunan.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Monitor Saham BUMN



Sportechment4 hours ago

Loh Kok Tum Band Siap Gelar Tur 10 Kota di 2025

News5 hours ago

Kemendikdasmen Dukung Keputusan MK Wajibkan Pendidikan Agama di Sekolah

Sportechment5 hours ago

Berkat Taktik Ini Conceicao Sukses Antar AC Milan ke Final Piala Super Italia 2024

News7 hours ago

Songsong Indonesia Emas: Menteri KKP Sukses Capai 30 Persen PNBP Perikanan Tangkap

Keuangan8 hours ago

Langkah Gigih Menteri BUMN: Menyulam BTN Menjadi Raksasa Finansial

News8 hours ago

Rayakan Usia ke-13 Tahun, Pelindo Marine Menyulap Desa dengan Toilet Sehat

News9 hours ago

Mudah dan Nyaman, Stasiun Banyuwangi Kota Siap Sambut Perjalanan ke Surga Alam Jawa Timur

News12 hours ago

Program Cek Kesehatan Gratis Mulai Digelar Februari 2025

News12 hours ago

Menteri Yandri Fokuskan 20 Persen Dana Desa 2025 untuk Makan Bergizi Gratis

Sportechment14 hours ago

Pemain Vietnam Bakal Dibanjiri Bonus Miliaran Jika Juara ASEAN Cup 2024

News15 hours ago

Stasiun Whoosh Karawang Beri Manfaat Positif pada Aktivitas Ekonomi

Keuangan15 hours ago

Lima Jurus BNI Hadapi Tantangan 2025

Sportechment16 hours ago

Erick Thohir Temui Menpora Dito Ariotedjo, Bahas Apa?

News17 hours ago

Ini Profil 4 Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Penggugat Presidential Threshold yang Dikabulkan MK

Asuransi18 hours ago

Jamkrindo Rilis Program Pemberdayaan untuk Warga Binaan di Lapas Tangerang

News1 day ago

Langsung Cair! Cara Mudah Klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan Via JMO

Infrastruktur1 day ago

Dukung Program 3 Juta Rumah, Perumnas Sediakan Hunian Terjangkau dan Berkualitas

News1 day ago

Diskon Token Listrik 50 Persen Mulai Januari 2025, Baca Cara Belinya

News1 day ago

Kapolri Listyo Sigit Ungkap Polri Berhasil Tangkap Buronan High Profile pada 2024, Siapa Saja?

News1 day ago

Dosen itu Melayani, Tebar Jala Solusi Bukan Gila Dihormati