Ketika Abu Bakar Siddiq ra menggantikan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sebagai khalifah, tidak ada keraguan yang signifikan dalam umat Islam. Meskipun ada beberapa permasalahan, seperti masalah zakat yang tidak diinginkan oleh beberapa kaum munafik, Abu Bakar tetap teguh dalam mengambil keputusan. Selain itu, kehadiran Umar bin Khattab membantu menyelesaikan banyak masalah dalam dakwah Islam saat itu.
Hal yang berbeda terjadi ketika Abu Bakar wafat. Pertanyaan tentang siapa yang akan menggantikannya memunculkan perdebatan di kalangan umat Islam. Namun, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah memberikan indikasi yang jelas tentang beberapa calon yang pantas untuk menjadi khalifah berikutnya. Hanya ada enam orang yang tersisa setelah kematian Abu Bakar dan Umar.
Salah satu calon, Abdurrahman bin Auf, memilih untuk tidak ikut serta dalam pemilihan dan hanya ingin memilih, bukan dipilih. Inilah awal dari apa yang kemudian menjadi pertarungan berkepanjangan untuk kepemimpinan. Di antara keenam calon tersebut, Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib adalah yang paling diutamakan, tetapi umat Islam harus memutuskan antara keduanya.
Akhirnya, umat memilih Ustman sebagai khalifah. Namun, perbedaan dalam gaya kepemimpinan antara Ustman dan pendahulunya, Umar, mulai muncul. Umar memimpin dengan ketat, memastikan bahwa pejabat dan pembesar tidak hidup mewah, bahkan dalam hal-hal yang dianggap halal. Ini dilakukan untuk menghindari godaan kenikmatan dunia.
Sebaliknya, Ustman berpendapat bahwa harta dan kenikmatan dunia diciptakan untuk digunakan dengan bijak dan tidak ada masalah dalam menikmatinya selama itu halal. Dia mengizinkan umat untuk mengejar kebahagian dan kenikmatan dunia mereka sendiri, asalkan mereka tidak melanggar hukum Islam.
Pemilihan Ustman sebagai khalifah membawa perubahan dalam kehidupan umat Islam. Kehidupan yang lebih berlimpah dan berkelimpahan mulai menjadi norma. Namun, seringkali kita lupa bahwa Ustman, yang membolehkan kehidupan mewah, hidup dengan sederhana dan berkecukupan.
Ustman adalah sosok pemimpin yang peka terhadap kebutuhan orang lain, mengutamakan kepentingan umum, lembut, dan cerdas. Namun, sayangnya, sifat-sifat ini sering kali diabaikan oleh generasi berikutnya, yang hanya mengambil bagian dari ajaran Ustman yang membolehkan kehidupan mewah tanpa memahami sifat-sifat kebaikan dan kepekaan sosial yang dia perlihatkan.
Pemilihan Ustman sebagai khalifah adalah tonggak penting dalam sejarah Islam, tetapi kita perlu mengingat dan memahami seluruh konteks dan kebijakan yang dia terapkan selama kepemimpinannya.