News
Dampak Transisi Energi: Waspada Greenflation, Climateflation, dan Fossilflation
Published
10 months agoon
Sejak Dewan Eksekutif Bank Central Eropa (ECB) menggaungkan istilah-istilah seperti greenflation, climateflation, dan fossilflation pada tahun 2020, dampak dari transisi energi semakin menjadi sorotan utama. Pada acara The ECV and its Watchers XXII Conference pada 17 Maret 2022, Isabel Schnabel, anggota ECB, memberikan penjelasan mendalam tentang ketiga fenomena ini dalam panel Kebijakan Moneter dan Perubahan Iklim.
Menurut Schnabel, greenflation, climateflation, dan fossilflation menandai era baru inflasi energi yang tidak bisa diremehkan. Dalam konteks global, dampak dari Perang Ukraina dan Rusia turut memberikan kontribusi signifikan terhadap inflasi komoditas, mencapai tingkat tertinggi dalam empat tahun terakhir.
“Saat ini, ketergantungan kita pada sumber energi fosil tidak hanya dianggap sebagai bahaya bagi planet kita, namun juga semakin dipandang sebagai ancaman terhadap keamanan nasional dan nilai-nilai kebebasan, kebebasan, dan demokrasi,” ujar Schnabel.
Transisi menuju energi terbarukan, menurut Schnabel, menjadi tugas mendesak untuk mengatasi ancaman-ancaman tersebut. Setiap langkah, seperti pemasangan panel surya, pembangunan pembangkit listrik tenaga air, dan penambahan turbin angin, diharapkan dapat membawa dunia lebih dekat menuju kemandirian energi dan perekonomian yang lebih ramah lingkungan.
Namun, Schnabel juga mengingatkan bahwa energi baru tidak datang tanpa konsekuensi. Dalam pandangannya, greenflation, climateflation, dan fossilflation adalah dampak nyata dari transisi energi baru tersebut.
Climateflation: Perubahan Iklim dan Dampak Ekonomi
Climateflation, menurut Schnabel, adalah dampak pertama yang muncul seiring dengan meningkatnya jumlah bencana alam dan kejadian cuaca ekstrem. Kekeringan yang melanda sebagian besar dunia, misalnya, telah menyebabkan kenaikan tajam harga pangan, memberikan beban berat bagi masyarakat yang kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.
Fossilflation: Ketergantungan pada Sumber Energi Fosil
Fossilflation menjadi penyebab utama peningkatan inflasi di Eropa. Ketergantungan yang belum berkurang pada sumber energi fosil, seperti minyak bumi dan gas alam, menyumbang 85 persen total penggunaan energi di Eropa. Schnabel menyebutkan bahwa perjuangan melawan perubahan iklim menjadi faktor utama yang membuat harga bahan bakar fosil lebih mahal.
Embargo terhadap impor minyak Rusia dan rencana pengurangan impor gas Rusia oleh Komisi Eropa berpotensi menjadi kontributor penting terhadap inflasi fosil di masa mendatang.
Greenflation: Inflasi Hijau dan Teknologi Ramah Lingkungan
Greenflation, sebagai dampak transisi energi, menciptakan inflasi hijau akibat teknologi ramah lingkungan yang membutuhkan logam dan mineral seperti litium, tembaga, dan kobalt. Meskipun energi baru memiliki tujuan mengurangi emisi karbon, Schnabel menyoroti ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran, yang mengakibatkan keterbatasan pasokan dan inflasi harga komoditas.
Dalam pandang Schnabel, greenflation, climateflation, dan fossilflation menciptakan paradoks. Meskipun tujuan kita adalah memerangi perubahan iklim melalui transisi energi baru, kita harus siap menghadapi biaya yang lebih tinggi. “Inflasi hijau terhadap harga konsumen akhir jauh lebih kecil dibandingkan inflasi fosil. Oleh karena itu, sangatlah menyesatkan untuk mengklaim bahwa penghijauan perekonomian kita adalah penyebab kenaikan harga energi yang menyakitkan,” tegas Schnabel.