Monitorday.com – Dalam perbincangan mengenai hukum Islam, istilah maqashid syariah kerap muncul sebagai konsep yang fundamental. Maqashid syariah merujuk pada tujuan-tujuan utama yang hendak dicapai oleh syariat Islam dalam menetapkan hukum-hukumnya. Dengan memahami maqashid syariah, kita tidak hanya memahami “apa” dan “bagaimana” hukum itu berlaku, tetapi juga “mengapa” hukum tersebut penting bagi kemaslahatan manusia.
Secara etimologis, maqashid berarti tujuan atau maksud, sedangkan syariah berarti jalan atau aturan yang ditetapkan oleh Allah SWT. Maka, maqashid syariah adalah maksud atau tujuan dari ditetapkannya syariat Islam. Konsep ini menegaskan bahwa syariat tidak hadir dalam ruang hampa; ia bukan sekadar perintah atau larangan tanpa makna, tetapi mengandung hikmah besar untuk mewujudkan kebaikan dan menolak keburukan bagi umat manusia.
Imam Al-Ghazali adalah salah satu ulama klasik yang paling berpengaruh dalam pengembangan konsep maqashid syariah. Menurut beliau, tujuan utama syariah adalah menjaga lima hal pokok: agama (din), jiwa (nafs), akal (‘aql), keturunan (nasl), dan harta (mal). Kelima hal ini disebut sebagai dharuriyat al-khams, yaitu kebutuhan primer manusia yang harus dijaga untuk menciptakan kehidupan yang sejahtera dan harmonis.
1. Menjaga Agama (Hifz al-Din)
Islam sebagai agama memiliki landasan iman dan ibadah yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Syariat bertujuan menjaga kemurnian aqidah dan memastikan kebebasan beragama tetap terjaga. Oleh karena itu, kewajiban salat, larangan syirik, dan perlindungan terhadap tempat ibadah merupakan bagian dari realisasi tujuan ini.
2. Menjaga Jiwa (Hifz al-Nafs)
Kehidupan manusia sangat dihargai dalam Islam. Larangan membunuh, kewajiban qisas, dan aturan dalam peperangan yang menghindari pembunuhan terhadap non-kombatan adalah upaya nyata untuk menjaga jiwa. Bahkan dalam konteks kesehatan, Islam menganjurkan pengobatan dan menjaga tubuh sebagai bentuk penghormatan terhadap kehidupan.
3. Menjaga Akal (Hifz al-‘Aql)
Akal adalah anugerah besar dari Allah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Karena itu, segala bentuk yang merusak akal seperti minuman keras dan narkotika dilarang keras. Sebaliknya, Islam mendorong pencarian ilmu dan pemikiran rasional dalam memahami alam semesta dan ajaran agama.
4. Menjaga Keturunan (Hifz al-Nasl)
Syariat Islam menetapkan pernikahan sebagai institusi yang sah dalam menjaga kehormatan dan keturunan. Larangan zina, hukum waris, dan tanggung jawab keluarga merupakan implementasi dari tujuan ini. Anak-anak juga dilindungi haknya sejak dini agar tumbuh dalam lingkungan yang sehat secara fisik dan spiritual.
5. Menjaga Harta (Hifz al-Mal)
Harta dalam Islam diakui sebagai salah satu komponen penting dalam kehidupan. Syariat menetapkan berbagai hukum tentang kepemilikan, transaksi, zakat, dan larangan riba demi menjaga keadilan ekonomi dan mencegah penindasan. Pencurian, korupsi, dan penipuan dilarang karena merusak tatanan sosial dan menimbulkan kesenjangan.
Dalam perkembangan kontemporer, para pemikir Islam seperti Syekh Yusuf al-Qaradawi dan Jasser Auda memperluas cakupan maqashid syariah. Mereka menekankan pentingnya maqashid dalam membaca dinamika zaman, seperti hak asasi manusia, keadilan gender, lingkungan hidup, dan tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan pendekatan maqashid, syariah menjadi lentur dan adaptif tanpa kehilangan esensinya.
Pendekatan maqashid ini juga menjadi jembatan penting antara teks dan konteks. Dalam dunia yang terus berubah, tidak semua permasalahan dapat diselesaikan dengan pendekatan literal terhadap teks. Maqashid memberikan kerangka pemikiran untuk menimbang maslahat dan mafsadat (kebaikan dan keburukan) dalam menetapkan hukum. Misalnya, dalam kasus pandemi, kebijakan penutupan masjid untuk sementara waktu dapat dibenarkan berdasarkan tujuan menjaga jiwa.
Namun, memahami maqashid tidak boleh dijadikan alasan untuk mengabaikan nash (teks suci). Pendekatan maqashid harus sejalan dengan prinsip-prinsip dasar syariah, dan tidak boleh digunakan untuk melegitimasi kepentingan pribadi atau kelompok. Oleh karena itu, pemahaman maqashid memerlukan keluasan ilmu, kejujuran intelektual, dan niat yang tulus untuk mencari ridha Allah.
Sebagai umat Islam, memahami maqashid syariah adalah bagian dari upaya untuk menghayati agama secara lebih mendalam. Ia mengajarkan bahwa Islam bukan hanya kumpulan aturan, tetapi sistem nilai yang menjunjung tinggi kemaslahatan manusia. Dengan maqashid, kita belajar untuk tidak sekadar patuh pada hukum, tetapi juga memahami jiwa dan tujuannya.
Akhirnya, maqashid syariah menjadi cermin bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin. Ia hadir untuk menjaga, melindungi, dan memuliakan manusia dalam seluruh dimensi kehidupannya—spiritual, fisik, intelektual, sosial, dan ekonomi. Maka, memahami maqashid syariah bukan hanya tugas ulama, tetapi juga panggilan bagi setiap Muslim yang ingin hidup sesuai dengan nilai-nilai ilahiah yang penuh hikmah.