Monitorday.com – Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menekankan pentingnya penerapan tindakan pengamanan dalam perdagangan internasional (safeguard) untuk melindungi industri dalam negeri.
Yusuf menyatakan bahwa langkah ini esensial untuk menjaga keberlangsungan usaha dalam negeri, terutama dalam situasi di mana daya beli masyarakat sedang menurun.
“Safeguarding penting dalam konteks melindungi pelaku usaha di dalam negeri,” ujar Yusuf di Jakarta, Rabu (14/8).
Menurutnya, safeguard dapat membantu industri nasional menghadapi penurunan permintaan (demand) yang terjadi karena daya beli masyarakat yang melemah.
Dia menambahkan bahwa faktor musiman yang biasanya mendorong permintaan konsumsi, seperti bulan Ramadhan pada kuartal pertama, sudah tidak berlaku lagi di kuartal kedua, sehingga menambah tantangan bagi industri.
Mengenai penurunan Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia yang turun ke 49,3 poin pada Juli 2024, Yusuf menjelaskan bahwa kontraksi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara lain.
Penurunan ini disebabkan oleh masalah geopolitik global dan suku bunga acuan yang tinggi di negara maju, yang berdampak pada ketersediaan pasokan (supply) dan permintaan (demand) produk di industri domestik.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mendorong industri dalam negeri untuk memanfaatkan kebijakan safeguard berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan terhadap produk impor kain.
Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat daya saing industri lokal dengan mendorong penggunaan produk kain domestik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2024 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Kain, yang mulai berlaku pada 9 Agustus.
Aturan ini mencakup 124 negara dan berlaku selama tiga tahun, mencakup berbagai kategori kain, meskipun tidak semua negara produsen dikenakan BMTP untuk semua segmen.