News
Debat Capres Soal Keamanan Negara, Anies Ngegas Ke Prabowo Minta Data Dibuka, Amankah?
Published
11 months agoon
By
Deni IrawanIsu kerahasiaan negara menjadi topik hangat setelah Anies Baswedan dan Prabowo Subianto saling beradu argumen mengenai pembelian alutsista dan kebijakan pertahanan. Kontroversi ini muncul dalam debat ketiga Pilpres 2024 yang membahas berbagai isu seperti pertahanan, keamanan, hubungan internasional, geopolitik, politik luar negeri, dan globalisasi.
Prabowo awalnya menyinggung sikap Muhaimin Iskandar, cawapres nomor urut 1, yang berpendapat tidak perlu membeli alat perang. Namun, Anies yang merupakan pasangan Muhaimin justru mendukung peningkatan anggaran pertahanan sebesar 1-2 persen. Prabowo juga menegaskan bahwa data yang disampaikan para capres dalam debat tersebut tidak akurat.
“Sekali lagi data-data yang bapak pegang adalah keliru, dan juga tadi Pak Ganjar juga banyak kelirunya. Saya sangat transparan. Dan partai semua, partai yang mengusung bapak, mendukung APBN, berarti mendukung program saya, termasuk PDIP, di Komisi I [DPR RI]” ujar Prabowo dalam debat ketiga di Istora Senayan pada Minggu (7/1/2024) malam.
“Itu semua membutuhkan perhatian. Jadi bukan memutuskan untuk belanja alutsista berdasarkan selera dan berdasarkan preferensi masa lalu. Tapi justru harus mencerminkan kebutuhan masa depan. Inilah yang menurut kami penting, ya anggarannya perlu kita tingkatkan, tapi jangan keliru ancamannya juga mengalami pergeseran,” ungkap Anies.
Anies berpendapat bahwa kebijakan tidak boleh dibuat secara tertutup. “Ini bukan soal pribadi, ini soal negara, ini soal policy, penjelasannya ya di tempat ini, bukan di ruang-ruang tertutup yang tidak diketahui oleh publik,” kata Anies.
Anies menambahkan jika data yang disebutkan dia salah, maka semestinya Prabowo tunjukkan data yang benar saat debat berlangsung agar publik mengetahui. “Bukan dalam pertemuan-pertemuan lain yang tidak jelas, dari mana kita bisa menilai akurasinya,” kata Anies kepada Prabowo.
Menurut Anies, jika Prabowo tidak bisa menunjukkan datanya, maka apa yang dia dan Ganjar sampaikan adalah fakta yang benar. “Itulah kenyataan yang ada di lapangan,” kata Anies.
Prabowo pun membalas dengan menegaskan bahwa dirinya tidak melakukan perbincangan tertutup, melainkan dengan Komisi I DPR. Ia juga mengatakan partai pendukung Anies yang tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan, seperti Nasdem, PKB, dan PKS, ikut serta menyetujui.
“Pak Anies, Pak Anies. Saya tidak bicara tertutup, saya bicara di Dewan Perwakilan Rakyat, Komisi 1, di mana semua partai yang mengusung bapak hadir dan menyetujui yang saya ajukan,” kata Prabowo.
Prabowo sebut tidak ada waktu dalam debat untuk menjelaskan secara detail. Akan tetapi, mantan Danjen Kopassus itu mengingatkan bahwa permasalahan kekurangan pertahanan tidak etis dibuka ke publik dan sebaiknya dibicarakan di DPR bersama partai yang hadir.
“Masak kita mau buka semua kekurangan kita, semua masalah kita, kita buka di depan umum. Apakah itu pantas? Di negara yang baik, di negara maju, masalah rahasia ada. Jadi bohong, saya tidak minta tertutup, Komisi I DPR terbuka. Semua partai ikut,” kata Prabowo.
Akan tetapi, Anies bersikukuh bahwa tidak perlu ada yang ditutup-tutupi.
Posisi Rahasia Keamanan Negara di Era Keterbukaan Informasi Publik
Transparansi informasi adalah konsekuensi yang tak terhindarkan bagi negara demokrasi. Indonesia telah memastikan hal ini dalam konstitusi dan diwujudkan dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). UU KIP menuntut keterbukaan dalam penyelenggaraan negara untuk kepentingan publik.
Informasi publik didefinisikan sebagai informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara negara dan pemerintahan yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Meskipun UU KIP telah menjamin dan mewajibkan semua Badan Publik untuk membuka akses informasi bagi setiap pemohon informasi publik, namun ada pengecualian terhadap informasi yang dapat diakses oleh masyarakat luas karena berpotensi membahayakan pertahanan dan keamanan negara.
Hal ini diatur dalam Pasal 17 huruf c UU KIP. Ada tujuh poin sebagai berikut:
- Informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri;
- Dokumen yang berisi tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;
- Jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya;
- Gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer;
- Data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerja sama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia;
- Sistem persandian negara; dan/atau Sistem intelijen negara.
Data-data di atas termasuk data rahasia yang secara teknis hanya dapat diakses oleh orang-orang yang sudah disumpah jabatan serta memiliki kompetensi dan keahlian untuk mengelola data tersebut.
Bagi orang yang melanggar pasal ini telah diatur dan diancam pidana sebagaimana Pasal 54 ayat (1) dengan ancaman pidana penjara 2 tahun dan denda maksimal Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dan Pasal 54 ayat (2) dengan ancaman pidana 3 Tahun Penjara dan denda maksimal Rp 20.000.000 (dua puluh juta rupiah).
Ada banyak potensi bahaya jika data-data rahasia itu bocor ke tangan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, baik itu pihak dalam negeri maupun pihak asing. Kebocoran data pertahanan negara sangat berpotensi mengancam kedaulatan suatu Negara.
Tidak hanya data jumlah kondisi riil kekuatan pertahanan dalam negeri yang ada di dalamnya, namun juga termasuk arah geopolitik serta geostrategi nasional khususnya.
Terlebih lagi jika dipaksakan harus dibuka di forum debat Pilpres semacam ini yang tentunya diperhatikan oleh banyak stakeholder dunia, penyalahgunaan informasi rahasia negara tersebut sangat mungkin terjadi.
Masyarakat Indonesia diharapkan mampu menjadi pemilih yang cerdas dengan tetap melakukan pengecekan fakta, data, dan regulasi yang ada agar tidak menimbulkan kesalahan logika.