Monitorday.com – Presiden Amerika Serikat Donald Trump resmi menandatangani perintah eksekutif yang menggandakan tarif impor baja dan aluminium menjadi 50 persen.
Kebijakan ini mulai berlaku hari ini, Rabu (4/6/2025), pukul 00.01 waktu setempat, menurut pernyataan resmi Gedung Putih.
Trump menyatakan bahwa langkah tersebut diperlukan untuk melindungi industri baja dan aluminium domestik dari praktik “dumping” oleh negara asing yang menjual produk logam murah ke pasar AS. Ia menegaskan bahwa kebijakan tarif sebelumnya yang sebesar 25 persen telah membantu, namun belum cukup untuk menopang industri yang masih kesulitan.
“Tarif ini penting untuk melindungi kapasitas produksi nasional, baik untuk alasan ekonomi maupun pertahanan,” tegas Trump, dikutip dari Newsweek.
Meskipun kebijakan ini berlaku luas, Inggris menjadi pengecualian sebagian. Berdasarkan kesepakatan perdagangan yang dicapai pada 8 Mei, Inggris hanya akan dikenakan tarif 25 persen—lebih rendah dari tarif 50 persen yang diberlakukan untuk negara lain. Meski demikian, ini tetap di bawah ekspektasi Perdana Menteri Inggris Sir Keir Starmer yang menginginkan pembebasan penuh tarif.
Dalam pidatonya pekan lalu kepada pekerja baja di Pennsylvania, Trump juga menyoroti rencana akuisisi U.S. Steel oleh perusahaan Jepang, Nippon Steel, yang menurutnya akan membawa investasi senilai US$14 miliar. Ia berjanji bahwa perusahaan tersebut akan tetap beroperasi sebagai entitas Amerika, dengan rencana pembangunan pabrik baru di Indiana, Alabama, Arkansas, dan Minnesota.
Namun, kebijakan tarif tinggi ini memicu kekhawatiran dari kalangan bisnis dan ekonom. Mereka memperingatkan bahwa lonjakan tarif bisa berdampak negatif pada berbagai sektor industri, mulai dari otomotif hingga konstruksi, energi, dan manufaktur barang konsumsi.
“Dengan tarif 50 persen, baja Amerika akan menjadi kurang kompetitif secara global dan membebani konsumen lebih banyak, sambil memperkaya para baron baja,” kata Gary Clyde Hufbauer dari Peterson Institute for International Economics melalui platform X (dulu Twitter).
Pemberlakuan tarif ini didasarkan pada Bagian 232 Undang-Undang Perluasan Perdagangan (Trade Expansion Act), yang memungkinkan pemerintah AS menetapkan hambatan perdagangan demi alasan keamanan nasional.
Langkah Trump ini diperkirakan akan memperkeruh tensi perdagangan global, yang belakangan kembali memanas di tengah ketegangan geopolitik dan perlambatan ekonomi di berbagai negara maju.